Selasa, 08 Agustus 2017

Yang terburuk adalah Tak ada Cerita!

Izinkanku sedikit bercerita singkat tentang perjalanan sampai pada titik ini, dimana semua penuh senyum, tawa, tangis dan air mata.
Tak pernah ada pikiran bahwa aku akan menjadi seorang ketua sebuah organisasinya, dan sejujurnya akupun tidak mau mendaftarkan diri ke organisasi itu karena banyak cerita-cerita dari senior yang memutuskanku untuk tidak terjun kesana. Sampai pada akhirnya hari itu datang juga, dimana setelah seminggu kegiatan perkenalan kampus dilakukan, BEM mengadakan kegiatan student fair semacam pameran-pameran dan stand pendaftaran bagi organisasi internal, dan UKM-UKM. Sebagai mahasiswa siapa sih yang tidak bersemangat, aku coba mondar-mandir dari stand ke stand. Satu stand yang tidak ingin aku samperin adalah organisasi itu, aku coba sembunyi-sembunyi tapi pada akhirnya di panggil juga karena pendamping ospek itu adalah pengurus organisasi itu. Dan itulah menjadi awal perjalananku. Sebenarnya aku bisa saja pergi dan tidak melanjutkannya tapi entah kenapa hati ini rasa tak enak meninggalkan begitu saja, karena namaku yang sudah tercantum jelas di data pendaftaran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Teknik UMY.



Ternyata beradaptasi dan mencoba ikhlas itu tidak lama, dalam perjalanan setelah pelatihan dan perjalanan tahun pertamaku membuatku menjadi semangat, dan bisa dikatakan mengalahkan semangatku terhadap ruang persegi berisi 20-30 orang dengan mendengar omongan seorang bapak/ibu/mas/mba yang ngomong di depan. Dan bagaimana diskusi, pengajian, kesenian, piknik, latihan orasi, makan-makannya, semuanya membuatku menemukan rumahku di kampus berjas merah ini. Karena sejatinya rumah adalah tempatmu untuk kembali mengadu kesal dan sesal yang ada.
Memasuki tahun kedua ternyata kehidupanku lebih bergelombang dan penuh cerita, bagaimana tidak, pada moment itu aku menjadi bagian dalam kru inti kapal yang sedang berjalanan di lautan. Mempelajari senyum dan tawa yang terurai dari seorang nahkoda, mempelajari emosi dan amarah yang keluar dari seorang kapten kapal. Bagaimana rasanya kapal itu di hantam ombak besar, bagaimana kapal itu ternyata menabrak karang, bagaimana layar kapal ternyata sobek di tengah lautan, gelombang masalah terus datang menghadang, dinamika terus naik dan turun, awan hitam dan putih silih berganti. Tapi begitulah, karena pepatah selalu mengatakan bahwa “pelaut ulung tidak lahir dari laut yan tenang”.
Tahun selanjutnya membuatku tau apa yang sebenarnya dirasakan oleh seorang nahkoda, di hadapi oleh seorang kapten kapal. Bagaimana tidak, ketika nahkodanya ternyata kurang bisa, kurang handal, ya nyawa kru dan penumpang menjadi taruhannya. Hampir sama seperti ketika ku berada tahun kedua, di hantam badai, menambrak karang, layar sobek, bahkan kompaspun sempat hilang, bedanya adalah gejolak emosi dalam diriku tidak sebesar sekarang, karena aku kemarin itu cuma menjadi seorang kru saja, dan berharap pada para nahkoda dan pimpinan kapal untuk memberi keselamatan bagi kita. Mungkin itu yang di rasakan oleh nahkoda kemarin. Tapi itu membuatku untuk terus maju dan maju sampai pada titik aku harus bertanggung jawab atas kepemimpinanku membawa kapal itu, apa saja yang rusak dari kapal tersebut? Berapa biaya perbaikannya? berapa penumpang yang baik-baik saja? Berapa penumpang yang sakit? Berapa penumpang sekarat? Dan berapa penumpang yang hilang?.

Dan pada akhirnya aku selalu menyesal tidak bisa menjadi nahkoda yang baik sehingga jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu tidak bisa aku dan kru menjawab dengan baik dan benar. Terpilihnya nahkoda baru yang akan berlayar lagi menantang lautan maka bersiaplah. Dan pada titik aku belajar sesuatu yang menurutku benar. Kok bisa benar? Karena manusia akan selalu menganggap dirinya sebagai hakim yang paling benar diantara hakim yang lain. Dan ini menjadi pesanku untuk kalian semua sebagai kru baru, yang juga akan membawaku di dalam kapal itu bahwa “yang terburuk itu bukan ketika kapal itu baik atau buruk, bukan pula ketika kapal itu banyak di dihandang gelombang atau tenang-tenang saja karena kepemimpinan kita, tapi yang terburuk adalah ketika kita tak memiliki cerita perjalan kapal kita waktu itu untuk di ceritakan di masa yang akan datang” maka teruslah berlayar, teruslah berkembang dan sampailah pada tujuan. Karena kalau kau takut pada ombak besar, maka berhentilah menjadi seorang pelaut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar