Lahir Sebagai baian dari kehidupan nusantara adalah
sebuah kebanggaan tersendiri. suatu negara impian yang mempersatukan yang
berbeda-beda begitu banyak ras, suku, dan adat istiadat. keberagaman itulah
yang membuat kita kuat untuk terus melangkah membawa nusantara ke mata dunia,
bahwa nusantara itu kuat. Nusantara ini lahir dari penindasan oleh para
kolonial dan penjajah yang begitu lama. terinjak dan tertindas begitu lama
membuat para masyarakat nusantara ingin hidup merdeka dan bebas. apabila
meminta kemerdekaan pada penjajah tidak di berikan maka cuma ada satu jalan yaitu
"melawan". menggempur penjajah dengan senjata hasil rampasan, bambu
runcing dan segala macam alat yang di gunakan untuk merebut kejayaan Nusantara.
tapi tanpa suatu strategi penjajah tidak bisa di tumbangkan, perlu sebuah
strategi jelas dan tepat untuk menjatuhkannya. di balik strategi-strategi itu
ternyata banyak sekali tokoh-tokoh yang memiliki pendidikan yang pada masa itu
di bilang cukup mumpuni seperti Soekarno, Mohammad Hatta, syahrir, dan
tokoh-tokoh lainnya. ternyata sebuah pendidikan adalah sala satu syarat sah untuk melanggengkan kemerdakaan dan
pembebasan. satu hal penting yang harusnya tidak boleh di tinggalkan oleh
bangsa ini yaitu pendidikan. suatu bentuk perlawanan nyata akan kesengsaraan,
kebodohan, kemiskinan, penindasan dan penjajahan.
tapi ternyata hari ini pendidikan sekarang seolah berubah
esensi. yang mana menurut penulis pendidikan ini hanya menjadi formalitas untuk
mendapatkan pekerjaan ataupun hanya untuk sebuah "keren-kerenan" saja
bagi mereka yang tidak mengenyam pendidikan. berbicara pendidikan kita juga
harus tau bagaimana sejarah rakyat indonesia ini mendapatkan pendidikannya. Sejarah
pendidikan di Indonesia diawali dari perjuangan yang sangat panjang, yang
dipengaruhi oleh berbagai aspek baik itu aspek agama maupun aspek budaya, serta
berbagai aspek politik yang ada sehingga karakter yang terbentuk dalam sistem
pendidikan pun tidak lepas dari aspek-aspek tersebut. Rancangan konstitusi yang
dibuat pada tahun 1950 menyatakan bahwa tujuan yang utama dari pemerintah
adalah memberikan semua warga Indonesia dengan setidaknya atau minimal enam
tahun di sekolah dasar, namun pada kenyataannya pendidikan yang sudah
dicanangkan tidak tercapai hingga dipenghujung tahun 1980-an.
Kegagalan
yang utama terjadi pada kaum perempuan, karena pada saat itu kaum perempuan
sedang menjalani masa transisi dimana pada tahun-tahun sebelumnya pendidikan
pada kaum perempuan dipersulit bahkan dilarang. Selain itu, faktor-faktor yang
lain juga turut mengikuti seperti tingkat kelahiran yang tinggi, penurunan pada
angka kematian bayi lahir, kurangnya sekolah yang didirikan serta terbatasnya
guru yang berkompeten. Sekitar tahun 1973 Presiden Soeharto memberikan perintah
agar minyak, sehingga di penghujung tahun 1980 terjadi perbaikan fasilitas
sekolah dasar yang dilakukan pada sekitar 40.000 unit.
Selesai
pendidikan pada taman kanak-kanak, pendidikan pun dilanjutkan pada sekolah
dasar yang lamanya sekitar enam tahun. Hal ini diwajibkan oleh pemerintah
sekitar tahun 1990. Pendidikan yang ada pun bisa dipilih, pendidikan sekolah
swasta maupun sekolah negeri. Indonesia sebagai Negara dengan penduduk muslim
terbesar kedua di dunia, menyatakan warga yang pergi ke sekolah agama hanya
sekitar 15 persen meski 85persen sudah tercatat sebagai warga umat Islam.
Sistem pada pendidikan nasional pada tahun 1990 juga memiliki tujuan agar para
siswa yang di didik memiliki ideologi bernegara, mampu menjalankan suatu
birokrasi serta memiliki prinsip dalam proses tercapainya kehidupan bernegara
yang modern dan juga memiliki budi pekerti yang baik. Setelah proses pendidikan
selama enam tahun selesai ditempuh, maka para siswa bisa melanjutkan ke tahap
yang lebih tinggi yaitu SMP, dan setelah SMP bisa melanjutkan ke pendidikan
berbasis akademis atau dikenal SMK atau bisa juga ke SMA. Selesai pendidikan
SMA atau SMK, siswa bebas memilih untuk bekerja atau melanjutkan ke tingkat
studi yang lebih tinggi seperti program sarjana ataupun pasca sarjana.
Mungkin
perjalanan panjang itu di tambah lagi dengan peraturan sekarang yang mengatakan
bahwa Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, yang merupakan program Pemerintah
untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman. Berdasarkan Undang-undang
Pendidikan Nasional No. 2/1989. Pemerintah berupaya meningkatkan taraf
kehidupan rakyat dengan mewajibkan semua warga negara Indonesia yang berusia 7-
12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan pendidikan dasar dengan program 6
tahun di SD dan 3 tahun di SLTP secara merata. Tidak relevan bila di zaman
modern ini masih ada anak-anak Indonesia yang tidak bersekolah dan ada pula
yang masih buta huruf. Oleh karena itu pemerintah berusaha meningkatkan
kualitas manusia melalui jenjang pendidikan dasar.
Berbicara
pendidikan maka berbicara tentang suatu lembaga bernama sekolah. suatu lembaga
yang katanya bisa mencerdaskan dan memperbaiki kehidupan orang banyak. Sekolah
hadir dengan sistem yang terlihat begitu rapi dengan kurikulum, silabus dan
segala macam sistemnya itu. dari sistem-sistem tersebutlah harapannya sekolah
dapat membuat lembaga pendidikan yang benar-benar ingin di tuju oleh semua
orang. kembali pada arti sebuah sekolah, bahwa sekolah itu adalah waktu luang.
dimana mereka sekolah karena mereka punya waktu luang. penulis setuju ketika
itu di sangkut pautkan dengan keadaan anak SD,SMP,SMA, ataupun Mahasiswa S1 yang
ketika dia tidak bersekolah tidak ada yang dia kerjakan dan hanya bermain saja,
walaupun terkadang tidak sedikit kita melihat banyak sekali anak-anak jalanan
yang ikut bekerja sebagai pengamen, bahkan buruh bangunan walaupun sejatinya
mereka di nafkahi oleh orang tuanya. kalaupun memang mereka adalah yatim piatu,
anak-anak terlantar maka dalam undang-undang dasar 1945 pasal 34 ayat (1) yang berbunyi "fakir miskin dan anak
terlantar di pelihara negara". negara seharusnya memelihara mereka dan
menjamin kehidupan mereka karena itu yang tertera. atau mungkin saja pemerintah memakai logika peternak, "semakin di pelihara semakin banyak".
miris sekali
meilhat keadaan bangsa ini dengan sistem pendidikan yang di tawarkan yang
menurut penulis sangat tidak pas untuk kehidupan bangsa hari ini. sala satu
yang ingin penulis sampaikan juga adalah bahwa ternyata pendidikan yang tidak
benar-benar merata. yang sudah di jelaskan tadi seolah pendidikan kaum menengah
atas, kaum yang di tengah-tengah, ataupun kaum yang menengah ke bawah memiliki
pendidikan yang berbeda.
Pendidikan
hari ini
sudah jauh dari arti sebenarnya yang mana pendidikan itu adalah suatu usaha
untuk membina kepribadian seorang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat
dan kebudayaan. yang pada kenyataannya pelajar dan mahasiswa sudah sangat
jarang memiliki sopan santun dan nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat
seperti contohnya salam, sapa diantara masyarakat, malah yang terjadi adalah
salam sapa dengan orang di kenal saja. Seolah pelajar dan mahasiswa kehilangan
kebudayaan dan adat sebagai seorang rakyat Nusantara.
Melihat
keadaan pendidikan penulis merasa bahwa banyak sekali problematika sistem
pendidikan hari ini yang benar-benar perlu untuk di perbaiki dan dituntaskan
bersama. Yang pertama adalah bahwa pendidikan hari ini tidak merata untuk
seluruh masyarakat Indonesia. Artinya adalah
pendidikan Indonesia ini hanya dapat di nikmati oleh kaum menengah ke atas,
kaum yang setidaknya memiliki modal untuk membiayai hidupnya di pendidikan.
Bagaimana kita banyak melihat orang-orang yang tak punya uang hanya bisa
menunggu bantuan. Problematika pendidikan yang kedua adalah biaya pendidikan
yang begitu tinggi, yang mengharuskan yang berduitlah yang bisa mendapat
pendidikan sedangkan yang biayanya tidak cukup hanya bisa melihat dari luar
jendela sekolah bermimpi berada di bangku yang katanya sering menciptakan
orang-orang besar yang memimpin negara ini. Problematika pendidikan yang ketiga
adalah kualitas pendidikan di Indonesia yang kurang, di lihat bagaimana banyaknya
pendidik yang mengajar bukan pada bidangnya, dan juga kejujuran dan
kedisiplinan peserta didik yang masih sangat kurang. Dimana menyontek menjadi
hal biasa bahkan menjadi hal yang harus di lakukan oleh peserta didik. Karena
tanpa nilai yang bagus mereka mengatakan bahwa pendidikan itu gagal. Kembali
pada hakekat belajar tadi yang mana belajar adalah perubahan perilaku,
peningkatan kuantitas dan kualitas, mungkin bolehlah ketika ternyata itu
meningkatkan kuantitas nilai karena menyontek itu, tapi apakah itu maksud dari
kuantitas kemampuan? Sudah pasti bukan. Tapi bagaimana kita punya banyak
kemampuan dalam kehidupan. Karena sekolah dan kuliah bukan sekedar nilai saja. Problematika
selanjutnya adalah akreditasi yang di berikan pemerintah akan hasil penilaiannya.
Oke mungkin itu benar ketika penilaian itu tanpa kebohongan dan kecurangan.
Sala satu masalah sekarang adalah bahwa akreditasi ini menjadi standar orang
dalam mencari ilmu, menjadi standar manusia dalam menentukan masa depannya.
Yang harus kita tau bahwa akreditasi ini adalah produk dan hasil dari penilaian
pemerintah bukan dari masyarakat secara langsung. Contoh penilaian mereka
adalah adminstrasi kampus, apakah administrasi kampus ini menjadi acuan dalam
menuntut ilmu?. Penilaian selanjutnya yang menjadi acuan akreditasi adalah
banyaknya mahasiswa yang lulus dari suatu sekolah atau kampus, apa ini bisa
menjadi acuan? toh, mereka Cuma menghitung banyaknya yang lulus, tidak
menghitung seberapa bergunanya mereka di masyarakat dan untuk bangsan dan agama.
Dan banyak lagi penilaian yang tidak seharusnya menjadi acuan seseorang untuk
memilih pendidikan di Indonesia ini.
Problematika
selanjutnya adalah kurikulum Indonesia yang mengharuskan seluruh siswa mengerti
apa yang tercantum dalam kurikulum. Kita harus tau bahwa negara finlandia
adalah negara yang diakui system pendidikan yang terbaik di dunia bagaimana
mereka itu mengkemas kurikulum ini disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
daerah sehingga kemampuan di masing-masing daerah bisa benar-benar berguna.
Karena kita berbicara pemeretaan maka semua harus di samakan, tapi kita
sesuaikan dengan kemampuan sebuah daerah bahkan individu masing-masing. Problematika
selanjutnya adalah ujian dan standar nilai yang menjadi acuan kemampuan
seseorang. Kita melihat realitas sekarang bahwa nilai itu sudah jarang ada
kemurnian disana, apapun cara dilakukan untuk mendapat nilai yang tinggi. Yang
pada dasarnya itu jarang di pakai dalam kehidupan. Realita mahasiswa zaman
sekarang adalah bahwa mahasiswa tak berani meninggalkan kuliah demi hal yang
lebih baik, okelah mungkin itu sesuatu yang benar, tapi masih banyak mahasiswa
yang ketika meninggalkan kelas tapi absennya ada, (titip absen) karena absen
menjadi acuan nilai dosen dan masalah mahasiswa dan siswa yang sekarang adalah
kejujuran dan kedispilannya dimana ketika ujian ya menyontek!!
Dari
banyak sekali permasalahan di atas yang coba di ulas oleh penulis, perlu sangat
rasanya sistem pendidikan yang benar-benar bisa memanusiakan manusia. Yang
paling penulis sorot adalah tentang bagaimana mental dan moral seorang pelajar
dan mahasiswa yang kadang melewati batas. Mungkin melewati batas karena aturan
yang berlebihan atau anaknya yang berlebihan. Mungkin ini bisa mencontoh
bagaimana sistem pendidikan finlandia yang benar-benar membebaskan individu
atau suatu daerah untuk memilih kemampuannya. Dan lagi sekolah hari ini dengan
aturan seragam menurut saya menjadi hal yang kurang pas. Pertama adalah bahwa
ternyata hanya mengajarkan siswa untuk melanggar aturan yang ada. Contohnya
baju harus di masukkan, tapi pada kenyataannya siswa berkeliaran dengan baju di
luar, tidak menggunakan baju sesuai harinya, tidak membawa topi, dasi dan
segala macam aturan tentang seragam sekolah yang membuat pelajar tertekan. Yang
menurut penulis sekolah harusnya membebaskan siswanya untuk berpakaian apa aja
yang penting sopan dan sesuai dengan ajaran agama dan norma-norma. Kenyataan
yang pernah terjadi adalah, bahwa ada teman penulis yang akhirnya tidak memilih
sekolah karena seragamnya tidak lengkap dan lebih memilih untuk berpura-pura
sakit daripada harus di hukum dan malu. Rusak sudah mental anak bangsa ini,
pertama menjadi anak yang penakut, anak yang pembohong, dan akhirnya akan
menjadi anak yang tidak akan berani membela sesuatu yang benar.
Satu
lagi adalah biarkan lah siswanya untuk bermimpi sesuai keinginan mereka. Karena
hari ini kadang kita lihat pendidikan yang menurut penulis sedang membunuh
karakter anak tersebut yaitu bagaimana seorang biasanya ingin menjadi atlit
atau seniman yang akhirnya di larang orang tua dengan alasan yang menurut
penulis tidak masuk akal, contohnya atlit itu ada kerjanya kalau ada lomba jadi
uangnya sedikit, atau seniman yang kerjanya tidak lebih dari hanya melukis dan
segala macamnya yang akhirnya di tujukan pada berapa banyak materi yang di
dapatkan oleh seorang tersebut. Bebaskan mereka untuk bermimpi dan berkreasi
karena dari situlah anak-anak penerus bangsa akan lahir.
Revolusi
mental, itu mungkin kata yang cocok untuk pendidikan hari ini. Semua komponen
dalam kehidupan pendidikan harus “revolusi mental” bersama tidak Cuma peserta
didiknya, tapi guru-gurunya dan semuanya yang bersangkutan dengan kehidupan
pendidikan tersebut. Revolusi mental disini artinya adalah bahwa mental seorang
pelajar memiliki mental seorang masyarakat nusantara yang ideal
sekolah
revolusi mental adalah sala satu solusinya yang mana pendidikan di dalamnya
benar-benar di targetkan bagaimana menciptakan generasi-generasi yang bermental
Indonesia banget. Dimana sekolah tanpa seragam tapi dengan menggunakan pakaian
yang sopan dan rapi sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang telah di ajarkan
oleh norma-norma dan agama. Disini benar-benar diajarkan kepada peserta didik
bagaimana sebenarnya berpakaian yang pantas di dalam masyarakat yang sebenarnya
karena dengan seragam menurut penulis hanya menimbulkan aturan kedisiplinan
semu saja. Sekolah yang mengajarkan bahwa nilai bukan segalanya tapi bagaimana
proses menuntut ilmu lah yang penting. Contohnya dengan ketika di berikan soal
cerita untuk diselesaikan maka apa nilai yang di berikan dari apa yang di
jawabnya, bagaimana anak itu berimajinasi dan berkreasi dalam menjawab
pertanyaan tersebut sehingga mereka tidak berpikiran untuk melakukan salin
jawaban atau mencontek teman sebelahnya tapi benar-benar dari apa yang ada di
kepalanya. Yang paling penting juga adalah pengembangan kemampuan yang ada pada
individu tersebut yang mana sekolah revolusi mental ini benar-benar menujukan
pada pengembangan kemampuan anak sehingga bakat apa yang di miliki oleh anak
itu benar-benar tidak berhenti atau bahkan sampai mati karena kurikulum dan
silabus yang ternyata mengekang anak untuk bergerak maju. Tapi bukan berarti
kita juga melepaskan mereka dengan pendidikan yang mereka sukai tapi juga ada
suplemen-suplemen tambahan yang mungkin di miliki anak tersebut seperti dasar
menghitung. Sekolah revolusi mental ini hadir dengan sajian baru bahwa ternyata
keadaan mental anak Indonesia hari ini telah rusak entah itu dari lingkungan
keluarganya, lingkungan pergaulan temannya, ataupun apa yang dia tonton. Tapi
pendidikan ini benar-benar harus di tanamkan dari dia kecil sehingga mindset
dan pola pikir anak tersebut berbeda dari kebanyakan, tapi bukan berarti sistem
seperti ini tidak bisa di terapkan pada orang dewasa tapi lebih kepada kerja
keras sistem pendidikan ini bekerja, karena proses pemberian pendidikan ini
adalah sesuatu yang mungkin berlawanan dengan pola pikir yang telah di bangun
sejak lama
Yang
pada akhirnya harus kita tau adalah bahwa pendidikan ini adalah suatu usaha
untuk membina kepribadian seseorang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat
dan kebudayaan”. Dalam Bahasa inggris pendidikan disebut dengan education,
padahal kata itu sendiri berasal Bahasa latin yaitu educare dan educere.
Educare dalam Bahasa latin memiliki konotasi melatih, menjinakkan, menyuburkan
yang singkatnya pendidikan adalah proses menumbuhkan, mengembangkan,
mendewasakan, membuat sesuatu menjadi jinak (dari sebelumnya liar). Yang dari
sini sudah terpampang jelas bahwa problematika-problematika di atas sedikit
berbeda dengan hakekat belajar dan pendidikan. Pendidikan adalah ikatan antara
tanggung jawab dan proses pembelajaran serta hasil menjadi kesatuan utuh yang
saling melengkapi. Proses itu dapat berlangsung seumur hidup dan pencapaian
tujuan pendidikan tidak akan berhenti saat kehidupan seseorang berakhir. Tujuan
pendidikan sejatinya tidaklah hanya mengisi ruang-ruang imajinasi dan
intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan mereka
pada aspek kecerdasan emosi, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk
mengenal Tuhan dan sesama untuk pencapaian yang lebih besar bagi kekekalan.