Selasa, 05 September 2017

Pendidikan Nusantara - Sekolah Revolusi Mental!

Lahir Sebagai baian dari kehidupan  nusantara adalah sebuah kebanggaan tersendiri. suatu negara impian yang mempersatukan yang berbeda-beda begitu banyak ras, suku, dan adat istiadat. keberagaman itulah yang membuat kita kuat untuk terus melangkah membawa nusantara ke mata dunia, bahwa nusantara itu kuat. Nusantara ini lahir dari penindasan oleh para kolonial dan penjajah yang begitu lama. terinjak dan tertindas begitu lama membuat para masyarakat nusantara ingin hidup merdeka dan bebas. apabila meminta kemerdekaan pada penjajah tidak di berikan maka cuma ada satu jalan yaitu "melawan". menggempur penjajah dengan senjata hasil rampasan, bambu runcing dan segala macam alat yang di gunakan untuk merebut kejayaan Nusantara. tapi tanpa suatu strategi penjajah tidak bisa di tumbangkan, perlu sebuah strategi jelas dan tepat untuk menjatuhkannya. di balik strategi-strategi itu ternyata banyak sekali tokoh-tokoh yang memiliki pendidikan yang pada masa itu di bilang cukup mumpuni seperti Soekarno, Mohammad Hatta, syahrir, dan tokoh-tokoh lainnya. ternyata sebuah pendidikan adalah sala satu  syarat sah untuk melanggengkan kemerdakaan dan pembebasan. satu hal penting yang harusnya tidak boleh di tinggalkan oleh bangsa ini yaitu pendidikan. suatu bentuk perlawanan nyata akan kesengsaraan, kebodohan, kemiskinan, penindasan dan penjajahan.
tapi ternyata hari ini pendidikan sekarang seolah berubah esensi. yang mana menurut penulis pendidikan ini hanya menjadi formalitas untuk mendapatkan pekerjaan ataupun hanya untuk sebuah "keren-kerenan" saja bagi mereka yang tidak mengenyam pendidikan. berbicara pendidikan kita juga harus tau bagaimana sejarah rakyat indonesia ini mendapatkan pendidikannya. Sejarah pendidikan di Indonesia diawali dari perjuangan yang sangat panjang, yang dipengaruhi oleh berbagai aspek baik itu aspek agama maupun aspek budaya, serta berbagai aspek politik yang ada sehingga karakter yang terbentuk dalam sistem pendidikan pun tidak lepas dari aspek-aspek tersebut. Rancangan konstitusi yang dibuat pada tahun 1950 menyatakan bahwa tujuan yang utama dari pemerintah adalah memberikan semua warga Indonesia dengan setidaknya atau minimal enam tahun di sekolah dasar, namun pada kenyataannya pendidikan yang sudah dicanangkan tidak tercapai hingga dipenghujung tahun 1980-an.
Kegagalan yang utama terjadi pada kaum perempuan, karena pada saat itu kaum perempuan sedang menjalani masa transisi dimana pada tahun-tahun sebelumnya pendidikan pada kaum perempuan dipersulit bahkan dilarang. Selain itu, faktor-faktor yang lain juga turut mengikuti seperti tingkat kelahiran yang tinggi, penurunan pada angka kematian bayi lahir, kurangnya sekolah yang didirikan serta terbatasnya guru yang berkompeten. Sekitar tahun 1973 Presiden Soeharto memberikan perintah agar minyak, sehingga di penghujung tahun 1980 terjadi perbaikan fasilitas sekolah dasar yang dilakukan pada sekitar 40.000 unit.
Selesai pendidikan pada taman kanak-kanak, pendidikan pun dilanjutkan pada sekolah dasar yang lamanya sekitar enam tahun. Hal ini diwajibkan oleh pemerintah sekitar tahun 1990. Pendidikan yang ada pun bisa dipilih, pendidikan sekolah swasta maupun sekolah negeri. Indonesia sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar kedua di dunia, menyatakan warga yang pergi ke sekolah agama hanya sekitar 15 persen meski 85persen sudah tercatat sebagai warga umat Islam. Sistem pada pendidikan nasional pada tahun 1990 juga memiliki tujuan agar para siswa yang di didik memiliki ideologi bernegara, mampu menjalankan suatu birokrasi serta memiliki prinsip dalam proses tercapainya kehidupan bernegara yang modern dan juga memiliki budi pekerti yang baik. Setelah proses pendidikan selama enam tahun selesai ditempuh, maka para siswa bisa melanjutkan ke tahap yang lebih tinggi yaitu SMP, dan setelah SMP bisa melanjutkan ke pendidikan berbasis akademis atau dikenal SMK atau bisa juga ke SMA. Selesai pendidikan SMA atau SMK, siswa bebas memilih untuk bekerja atau melanjutkan ke tingkat studi yang lebih tinggi seperti program sarjana ataupun pasca sarjana.
Mungkin perjalanan panjang itu di tambah lagi dengan peraturan sekarang yang mengatakan bahwa Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, yang merupakan program Pemerintah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman. Berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional No. 2/1989. Pemerintah berupaya meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan mewajibkan semua warga negara Indonesia yang berusia 7- 12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan pendidikan dasar dengan program 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP secara merata. Tidak relevan bila di zaman modern ini masih ada anak-anak Indonesia yang tidak bersekolah dan ada pula yang masih buta huruf. Oleh karena itu pemerintah berusaha meningkatkan kualitas manusia melalui jenjang pendidikan dasar.
Berbicara pendidikan maka berbicara tentang suatu lembaga bernama sekolah. suatu lembaga yang katanya bisa mencerdaskan dan memperbaiki kehidupan orang banyak. Sekolah hadir dengan sistem yang terlihat begitu rapi dengan kurikulum, silabus dan segala macam sistemnya itu. dari sistem-sistem tersebutlah harapannya sekolah dapat membuat lembaga pendidikan yang benar-benar ingin di tuju oleh semua orang. kembali pada arti sebuah sekolah, bahwa sekolah itu adalah waktu luang. dimana mereka sekolah karena mereka punya waktu luang. penulis setuju ketika itu di sangkut pautkan dengan keadaan anak SD,SMP,SMA, ataupun Mahasiswa S1 yang ketika dia tidak bersekolah tidak ada yang dia kerjakan dan hanya bermain saja, walaupun terkadang tidak sedikit kita melihat banyak sekali anak-anak jalanan yang ikut bekerja sebagai pengamen, bahkan buruh bangunan walaupun sejatinya mereka di nafkahi oleh orang tuanya. kalaupun memang mereka adalah yatim piatu, anak-anak terlantar maka dalam undang-undang dasar 1945 pasal 34 ayat (1)  yang berbunyi "fakir miskin dan anak terlantar di pelihara negara". negara seharusnya memelihara mereka dan menjamin kehidupan mereka karena itu yang tertera. atau mungkin saja pemerintah memakai logika peternak, "semakin di pelihara semakin banyak".
miris sekali meilhat keadaan bangsa ini dengan sistem pendidikan yang di tawarkan yang menurut penulis sangat tidak pas untuk kehidupan bangsa hari ini. sala satu yang ingin penulis sampaikan juga adalah bahwa ternyata pendidikan yang tidak benar-benar merata. yang sudah di jelaskan tadi seolah pendidikan kaum menengah atas, kaum yang di tengah-tengah, ataupun kaum yang menengah ke bawah memiliki pendidikan yang berbeda.
Pendidikan hari ini sudah jauh dari arti sebenarnya yang mana pendidikan itu adalah suatu usaha untuk membina kepribadian seorang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. yang pada kenyataannya pelajar dan mahasiswa sudah sangat jarang memiliki sopan santun dan nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat seperti contohnya salam, sapa diantara masyarakat, malah yang terjadi adalah salam sapa dengan orang di kenal saja. Seolah pelajar dan mahasiswa kehilangan kebudayaan dan adat sebagai seorang rakyat Nusantara.
Melihat keadaan pendidikan penulis merasa bahwa banyak sekali problematika sistem pendidikan hari ini yang benar-benar perlu untuk di perbaiki dan dituntaskan bersama. Yang pertama adalah bahwa pendidikan hari ini tidak merata untuk seluruh masyarakat Indonesia. Artinya adalah pendidikan Indonesia ini hanya dapat di nikmati oleh kaum menengah ke atas, kaum yang setidaknya memiliki modal untuk membiayai hidupnya di pendidikan. Bagaimana kita banyak melihat orang-orang yang tak punya uang hanya bisa menunggu bantuan. Problematika pendidikan yang kedua adalah biaya pendidikan yang begitu tinggi, yang mengharuskan yang berduitlah yang bisa mendapat pendidikan sedangkan yang biayanya tidak cukup hanya bisa melihat dari luar jendela sekolah bermimpi berada di bangku yang katanya sering menciptakan orang-orang besar yang memimpin negara ini. Problematika pendidikan yang ketiga adalah kualitas pendidikan di Indonesia yang kurang, di lihat bagaimana banyaknya pendidik yang mengajar bukan pada bidangnya, dan juga kejujuran dan kedisiplinan peserta didik yang masih sangat kurang. Dimana menyontek menjadi hal biasa bahkan menjadi hal yang harus di lakukan oleh peserta didik. Karena tanpa nilai yang bagus mereka mengatakan bahwa pendidikan itu gagal. Kembali pada hakekat belajar tadi yang mana belajar adalah perubahan perilaku, peningkatan kuantitas dan kualitas, mungkin bolehlah ketika ternyata itu meningkatkan kuantitas nilai karena menyontek itu, tapi apakah itu maksud dari kuantitas kemampuan? Sudah pasti bukan. Tapi bagaimana kita punya banyak kemampuan dalam kehidupan. Karena sekolah dan kuliah bukan sekedar nilai saja.  Problematika selanjutnya adalah akreditasi yang di berikan pemerintah akan hasil penilaiannya. Oke mungkin itu benar ketika penilaian itu tanpa kebohongan dan kecurangan. Sala satu masalah sekarang adalah bahwa akreditasi ini menjadi standar orang dalam mencari ilmu, menjadi standar manusia dalam menentukan masa depannya. Yang harus kita tau bahwa akreditasi ini adalah produk dan hasil dari penilaian pemerintah bukan dari masyarakat secara langsung. Contoh penilaian mereka adalah adminstrasi kampus, apakah administrasi kampus ini menjadi acuan dalam menuntut ilmu?. Penilaian selanjutnya yang menjadi acuan akreditasi adalah banyaknya mahasiswa yang lulus dari suatu sekolah atau kampus, apa ini bisa menjadi acuan? toh, mereka Cuma menghitung banyaknya yang lulus, tidak menghitung seberapa bergunanya mereka di masyarakat dan untuk bangsan dan agama. Dan banyak lagi penilaian yang tidak seharusnya menjadi acuan seseorang untuk memilih pendidikan di Indonesia ini.
Problematika selanjutnya adalah kurikulum Indonesia yang mengharuskan seluruh siswa mengerti apa yang tercantum dalam kurikulum. Kita harus tau bahwa negara finlandia adalah negara yang diakui system pendidikan yang terbaik di dunia bagaimana mereka itu mengkemas kurikulum ini disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah sehingga kemampuan di masing-masing daerah bisa benar-benar berguna. Karena kita berbicara pemeretaan maka semua harus di samakan, tapi kita sesuaikan dengan kemampuan sebuah daerah bahkan individu masing-masing. Problematika selanjutnya adalah ujian dan standar nilai yang menjadi acuan kemampuan seseorang. Kita melihat realitas sekarang bahwa nilai itu sudah jarang ada kemurnian disana, apapun cara dilakukan untuk mendapat nilai yang tinggi. Yang pada dasarnya itu jarang di pakai dalam kehidupan. Realita mahasiswa zaman sekarang adalah bahwa mahasiswa tak berani meninggalkan kuliah demi hal yang lebih baik, okelah mungkin itu sesuatu yang benar, tapi masih banyak mahasiswa yang ketika meninggalkan kelas tapi absennya ada, (titip absen) karena absen menjadi acuan nilai dosen dan masalah mahasiswa dan siswa yang sekarang adalah kejujuran dan kedispilannya dimana ketika ujian ya menyontek!!
Dari banyak sekali permasalahan di atas yang coba di ulas oleh penulis, perlu sangat rasanya sistem pendidikan yang benar-benar bisa memanusiakan manusia. Yang paling penulis sorot adalah tentang bagaimana mental dan moral seorang pelajar dan mahasiswa yang kadang melewati batas. Mungkin melewati batas karena aturan yang berlebihan atau anaknya yang berlebihan. Mungkin ini bisa mencontoh bagaimana sistem pendidikan finlandia yang benar-benar membebaskan individu atau suatu daerah untuk memilih kemampuannya. Dan lagi sekolah hari ini dengan aturan seragam menurut saya menjadi hal yang kurang pas. Pertama adalah bahwa ternyata hanya mengajarkan siswa untuk melanggar aturan yang ada. Contohnya baju harus di masukkan, tapi pada kenyataannya siswa berkeliaran dengan baju di luar, tidak menggunakan baju sesuai harinya, tidak membawa topi, dasi dan segala macam aturan tentang seragam sekolah yang membuat pelajar tertekan. Yang menurut penulis sekolah harusnya membebaskan siswanya untuk berpakaian apa aja yang penting sopan dan sesuai dengan ajaran agama dan norma-norma. Kenyataan yang pernah terjadi adalah, bahwa ada teman penulis yang akhirnya tidak memilih sekolah karena seragamnya tidak lengkap dan lebih memilih untuk berpura-pura sakit daripada harus di hukum dan malu. Rusak sudah mental anak bangsa ini, pertama menjadi anak yang penakut, anak yang pembohong, dan akhirnya akan menjadi anak yang tidak akan berani membela sesuatu yang benar.
Satu lagi adalah biarkan lah siswanya untuk bermimpi sesuai keinginan mereka. Karena hari ini kadang kita lihat pendidikan yang menurut penulis sedang membunuh karakter anak tersebut yaitu bagaimana seorang biasanya ingin menjadi atlit atau seniman yang akhirnya di larang orang tua dengan alasan yang menurut penulis tidak masuk akal, contohnya atlit itu ada kerjanya kalau ada lomba jadi uangnya sedikit, atau seniman yang kerjanya tidak lebih dari hanya melukis dan segala macamnya yang akhirnya di tujukan pada berapa banyak materi yang di dapatkan oleh seorang tersebut. Bebaskan mereka untuk bermimpi dan berkreasi karena dari situlah anak-anak penerus bangsa akan lahir.
Revolusi mental, itu mungkin kata yang cocok untuk pendidikan hari ini. Semua komponen dalam kehidupan pendidikan harus “revolusi mental” bersama tidak Cuma peserta didiknya, tapi guru-gurunya dan semuanya yang bersangkutan dengan kehidupan pendidikan tersebut. Revolusi mental disini artinya adalah bahwa mental seorang pelajar memiliki mental seorang masyarakat nusantara yang ideal
sekolah revolusi mental adalah sala satu solusinya yang mana pendidikan di dalamnya benar-benar di targetkan bagaimana menciptakan generasi-generasi yang bermental Indonesia banget. Dimana sekolah tanpa seragam tapi dengan menggunakan pakaian yang sopan dan rapi sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang telah di ajarkan oleh norma-norma dan agama. Disini benar-benar diajarkan kepada peserta didik bagaimana sebenarnya berpakaian yang pantas di dalam masyarakat yang sebenarnya karena dengan seragam menurut penulis hanya menimbulkan aturan kedisiplinan semu saja. Sekolah yang mengajarkan bahwa nilai bukan segalanya tapi bagaimana proses menuntut ilmu lah yang penting. Contohnya dengan ketika di berikan soal cerita untuk diselesaikan maka apa nilai yang di berikan dari apa yang di jawabnya, bagaimana anak itu berimajinasi dan berkreasi dalam menjawab pertanyaan tersebut sehingga mereka tidak berpikiran untuk melakukan salin jawaban atau mencontek teman sebelahnya tapi benar-benar dari apa yang ada di kepalanya. Yang paling penting juga adalah pengembangan kemampuan yang ada pada individu tersebut yang mana sekolah revolusi mental ini benar-benar menujukan pada pengembangan kemampuan anak sehingga bakat apa yang di miliki oleh anak itu benar-benar tidak berhenti atau bahkan sampai mati karena kurikulum dan silabus yang ternyata mengekang anak untuk bergerak maju. Tapi bukan berarti kita juga melepaskan mereka dengan pendidikan yang mereka sukai tapi juga ada suplemen-suplemen tambahan yang mungkin di miliki anak tersebut seperti dasar menghitung. Sekolah revolusi mental ini hadir dengan sajian baru bahwa ternyata keadaan mental anak Indonesia hari ini telah rusak entah itu dari lingkungan keluarganya, lingkungan pergaulan temannya, ataupun apa yang dia tonton. Tapi pendidikan ini benar-benar harus di tanamkan dari dia kecil sehingga mindset dan pola pikir anak tersebut berbeda dari kebanyakan, tapi bukan berarti sistem seperti ini tidak bisa di terapkan pada orang dewasa tapi lebih kepada kerja keras sistem pendidikan ini bekerja, karena proses pemberian pendidikan ini adalah sesuatu yang mungkin berlawanan dengan pola pikir yang telah di bangun sejak lama
Yang pada akhirnya harus kita tau adalah bahwa pendidikan ini adalah suatu usaha untuk membina kepribadian seseorang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan”. Dalam Bahasa inggris pendidikan disebut dengan education, padahal kata itu sendiri berasal Bahasa latin yaitu educare dan educere. Educare dalam Bahasa latin memiliki konotasi melatih, menjinakkan, menyuburkan yang singkatnya pendidikan adalah proses menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, membuat sesuatu menjadi jinak (dari sebelumnya liar). Yang dari sini sudah terpampang jelas bahwa problematika-problematika di atas sedikit berbeda dengan hakekat belajar dan pendidikan. Pendidikan adalah ikatan antara tanggung jawab dan proses pembelajaran serta hasil menjadi kesatuan utuh yang saling melengkapi. Proses itu dapat berlangsung seumur hidup dan pencapaian tujuan pendidikan tidak akan berhenti saat kehidupan seseorang berakhir. Tujuan pendidikan sejatinya tidaklah hanya mengisi ruang-ruang imajinasi dan intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk mengenal Tuhan dan sesama untuk pencapaian yang lebih besar bagi kekekalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar