Jumat, 06 Oktober 2017

Manusia Akhir Zaman yang terbaik!

Perkenalkan saya bagas, saya adalah mahasiswa tingkat akhir di sala satu universitas negeri. Kehidupan menjadi mahasiswa adalah salah satu bagian kehidupan yang tidak akan pernah bisa saya lupakan, karena pada titik inilah saya mendapat sesuatu yang selama ini saya cari-cari. Jati diri dan hakekat kenapa manusia itu hadir di dunia ini. Ya memang jelas dikatakan bahwa kita di ciptakan oleh Allah SWT untuk beribadah, Tapi apakah hanya beribadah? Sholat, Puasa, Berdzikir, dan hubungan-hubungan vertikal terus yang dilakukan? Tentu tidak, menurutku sih. Karena kita adalah khalifah di muka bumi, ya jelas dong pemimpin, memang di kira pemimpin Cuma tinggal di masjid saja berdoa supaya rakyatnya sejahtera, kan tidak. Itulah yang akan kuceritakan, cerita panjang perjalananku menjadi manusia islam akhir zaman.
“gas, kamu ikutan kajian-kajian di masjid kampus ya?” tanya dedi. Dedi ini adalah teman pertamaku di kampus ini. Anak perantauan yang hidup dari keringat saudara kandungnya. Bapak dan ibunya sudah tiada. Sala satu alasan dia memilih kuliah di kota ini karena biaya hidup yang murah di banding tempatnya tinggal, bisa berbanding 3x lipat dari biaya hidup biasanya. Sehingga itu yang membuat kakaknya mengirimnya merantau kesini, bukan sekedar alasan itu aja dia di kota ini, tapi alasan kakaknya adalah supaya dedi ini bisa hidup mandiri. Aku di ceritain olehnya sebelum dia pergi merantau, pesan yang di titipkan oleh kakaknya di pelabuhan kala itu membuatku tau kehidupan keras teman satu ini, “Ded, kamu harus merantau, memahami arti kehidupan dan hakikatmu menjadi mahkluk Tuhan. Dan bisa hidup mandiri, bapak dan ibu sudah tidak ada, nanti kalau aku juga tidak ada kamu mau makan apa? Kamu mau dapat uang dari mana? Ya kamu sendirilah yang bisa menghidupi dirimu sendiri ded. Satu lagi yang paling penting, yang selalu di ajarkan oleh ibu,Ikhtiar dan Tawakkal adalah kuncinya. Ingat pasrah itu bukan ke usaha, orang apalagi benda mati tapi kepada Allah Sang Pemilik Segalanya. Maka jadilah Manusia Islam Akhir Zaman yang terbaik ded” pesan kakak dedi sebelum mereka berpisah.
“yoi, mau tobat aku ded” jawabku. Karena melihat mukaku yang sedikit lemas dan sedih, dedi segera menyambar “yaelah gas, kamu mau tobat kok kayak lemas gitu? Gak ikhlas ya tobatnya?” tambahnya. Aku bukan tidak ikhlas tapi proses perjalan menuju itu yang pasti sangat susah dengan latar belakang kehidupan kelamku di kala masih di duduk di bangku sekolah. “gak kok ded, semangat kok. Aku Cuma lapar aja ini” balasku. “hahaha, lapar toh, bilang dong ayo makan lah daripada kamu pingsan disini karena kelaparan kan” tambah dedi lagi sambil merangkulku dan mengajakku ke kantin. Kami berdua pun berjalan ke kantin. Sebelum sampai di kantin, dedi menambah kata-katanya lagi “ ingat sob, manusia akhir zaman kayak kita ini istimewa loh”, “maksudmu? Manusia Akhir Zaman?” tanyaku bingung. Tapi dedi tidak menjawab dan hanya tertawa saja sampai kami tiba di kantin. Selepas itu kata-kata manusia akhir zaman terus berputar di kepalaku, seolah menjadi racun kuat.
Dulu waktu masih sekolah, aku bukan anak yang baik-baik. Ikut tawuran, malakin anak orang, bolos sekolah dan yang paling sering adalah keluar masuk ruang BK. Entah apa yang waktu itu ada di kepalaku, tapi kehidupan kala itu begitu menyenangkan dan membahagiakan menurutku. Sampai pada titik aku harus memutar balik dan tidak bisa begini-begini saja. Kakakku yang pergi selamanya karenaku itu membuatku berpikir bahwa hidup bukan sekedar bangun, makan, senang-senang dan kembali tidur lagi. Kakakku meninggal karena di serang oleh preman, kala itu akulah yang sebenarnya harus pergi dari bumi ini, tapi kakakku menolong dan melawan mereka tapi apa daya kekuatan dan jumlah yang tidak sebanding akhirnya menjatuhkan korban, kakakku itulah korbannya. Akupun di kejar oleh preman-preman itu karena ternyata adik dari sala satu preman itu telah ku pukul dan ku mintai uangnya. Cerita yang tragis dan selalu menjadi mimpi buruk bagiku. Bagaimana tidak, aku melihat sendiri jasad kakakku sudah tidak bernyawa lagi hanya karena kelakuan nakalku itu. Walaupun itu sudah di akhir sekolahku, tapi tidak ada kata terlambat di bangku kuliahku ini, aku harus berbenah dan memperbaiki sesuatu yang sudah kurusak sendiri. Aku harus tobat!
Perjalananku di bangku kuliahpun penuh lika liku. Karena terlalu seringnya jadwal kajian yang selalu bertabrakan dengan kuliahku membuatku memutuskan untuk memilih kuliahku. Tidak menyerah sampai di situ, kalau peribahasa mengatakan banyak jalan menuju roma, maka akupun begitu, banyak kajian menuju tobat. Akhirnya ku putuskan untuk mengikuti sala satu organisasi kemahasiswaan yang membahas tentang agama. Tapi namanya organisasi kemahasiswaan ya begitu, ikut turun kejalan, aksi dan demonstrasi adalah sala satu solusi. Tapi aku tidak menyukai itu, sebenarnya aku sangat ingin untuk ikut turun ke jalan, tapi dengan sifatku yang gampang panas ini menjadi bumerang bagiku. Aku ingin tobat pokoknya itulah yang di kepalaku. Rutinitas baruku pun terbentuk. Sholat jamaah di masjid dan balik kerumah kalau mau tidur atau mandi dan segala macamnya. Hidupku di masjid terus, berdoa, berdzikir.
Siang kala itu ketika aku dan teman-teman kelas lagi kerja kelompok di lobby fakultas, datang segerombolan mahasiswa lengkap dengan pengikat kepala bertuliskan “Merdeka”, bambu yang di ujungnya di ikat bendera negara begitu pula dengan bendera organisasi, di tangan sala satu mahasiswa memegang kertas bertuliskan “Negara sudah gawat”, dan satu pemimpin tersebut memegang megaphone dan berbicara lewat benda itu “ayoo mahasiswa, kita buktikan kalau kita adalah agen of change kita berdiri bersama rakyat” teriak pemimpin gerombolan tadi. Ternyata sala satu dari gerombolan itu ada teman organisasiku juga, dan menghampiri dan mengajakku untuk bergabung “ayoo gas gabung, rakyat memanggil kita” katanya, “aku gak ikutan kalau gini-ginian, kita kan bisa minta kepada Allah untuk menyelesaikan semua ini” jawabku cepat. “hah? Kamu kira dunia ini bisa berubah begitu saja gas?” balasnya agak tinggi, terlihat dari pandangannya di sedikit tersinggung atas apa yang ku katakan. “Kun Fayakun, sob. Jadilah Maka Jadilah” jawabku dengan nada yang rendah. “Al-Quran itu ada untuk petunjuk boy, Hadits untuk memperjelas itu semua, dan yang belum jelas mari kita kaji bersama-sama. Terus kenapa Allah itu berfirman bahwa Dia tidak akan mengubah nasib seseorang sebelum orang itu yang merubahnya sendiri?”jawab dia lagi dengan kali ini dengan nada yang rendah tapi penuh ketegasan yang terpancar dengan penekanan kata-kata dan matanya. Belum sempat menjawab dia langsung pergi meninggalkanku begitu saja. Kembali sesuatu berputar lagi di kepalaku.
Tidak terasa 2 semester sudah ku lewati, semester 3 ini menjadi awal yang cukup menyedihkan, ternyata kawanku dedi harus berhenti dari kuliahnya untuk bekerja menggantikan kakaknya di kampung untuk membiaya kakak ipar dan 3 anaknya. Kakaknya meninggal karena kecelakan pada saat dia bekerja. Di akhir pertemuanku dengan dedi, dia Cuma berpesan sedikit saja “Boy, Jadilah Manusia Islam Akhir Zaman yan terbaik” kata dedi. Cuma itu saja, tapi itulah yang membuatku tau hakikat manusia beribadah Sang Pecipta.
Sore itu, ternyata aku ketiduran dan buru-buru ke kelas, ternyata dosennya sudah masuk 25 menit yang lalu. Ketika aku masuk kedalam kelas, dosen menyuruhku keluar karena terlambat “kamu tutup pintunya” kata dosenku. Aku berjalan menuju pintu dan menutup pintunya belum sampai tertutup pintunya beliau kembali berkata “eeh, tutup pintunya dari luar tapi. .” tambahnya. Tapi itu bukan menjadi penyesalan karena setelah tidak masuk kelas aku memilih untuk ikut kajian sore itu. Malah itulah titik yang selamanya di cari dan berputar di kepalaku. Manusia Islam Akhir Zaman!
Ternyata maksudnya itu aku dan seluruh manusia yang tinggal disini, yang memiliki keimanan yang kuat. Kenapa kuat? Karena kenyataannya kami hidup setelah sang Rasulullah SAW dan Membaca dan beriman kepada Al-Quran itu sendiri. Sedangkan yang hidup di zaman Rasulullah pasti sangat mudah karena selalu di dampingi bahkan arah-arahan dalam menghadapi permasahalah duniawi. Mungkin memang aku salah memahami arti dari sebuah keimanan. Karena siapa yang bisa memberi label haram atau halal pada HP, ketika HP bisa memberi manfaat tapi juga memberi banyak sekali kemudhoratan. Ya begitulah dalam proses pembacaan Al-quran disitulah kita memahami Apa yang diinginkan oleh Sang Pemilik Alam Semesta ini. Kita beribadah bukan sekedar beribadah, Arti Kata Iqra dalam AL-Quran bukan sekedar kita disuruh membaca Al-Quran saja tapi untuk membaca semuanya, buku, kejadian Alam, sampai situasi dan keadaan di sekitar kita. Juga firman tentang Mengubah nasib itu yang sangat jelas mewajibkan kita untuk berusaha dan tidak hanya pasrah, tapi tidak juga sombong dan lupa ketika mendapat hasil yang baik. Ikhtiar dan Tawakkal kata Dedi kala itu. Dan juga Ayat Allah tentang Pemimpin di bumi itu. Akhirnya aku paham apa yang mau disampaikan kakak dedi kepada dedi dan sampai kepadaku. Selepas dari Sholat isya aku berjalan dan keluar dari masjid dan tersenyum, “Manusia Islam Akhir Zaman yan terbaik ya? Hehe” kataku sendiri sambil berjalan menuju parkiran motor. Hari itu mengubah hidupku dan cara pandangku akan hakikat manusia di ciptakan.
Dari malam itu kuputuskan untuk lebih memperbaiki diri dan lebih terbuka tapi tetap selektif karena zaman yang serba modern ini dengan banyak paham, apabila tidak selektif sangat bisa untuk terbawa arusnya. Dari akhirnya aku ikut bergabung dalam keorganisasian Himpunan Mahasiswa Jurusan, sampai menjadi Orator dalam Aksi Demonstrasi di jalan, menurutku turun kejalan ini adalah sala satu cara kita sebagai pemimpin ketika melihat kedzholiman, dan cara kita mengubah nasib kita seperti apa yang di Janjikan oleh Allah SWT itu sendiri.
Mau dia anak-anak, pemuda pemuda, ataupun bapak dan ibu sekarang ini, kita adalah manusia Akhir Zaman yang sangat di rindukan Oleh Rasulullah SAW. Bukan alasan bagiku untuk mengejar hal-hal yang bersifat vertikal saja sholat, berdoa dan berdzikir terus tapi juga mengejar yang bersifat horizontal seperti hubungan kita dengan manusia di sekitar. Skill dan kemampuan juga harus selalu diasa, karena Allah tidak pernah melarang kita mengejar dunia, yang penting seimbang dengan mengejar akhiratnya.

Setelah sekian lama kuselami dan terus kucari arti kata “Manusia Islam Akhir Zaman yang Terbaik” itu, akhirnya aku sampai pada penghujung perjuanganku di bangku Kuliah S-1 ini. Mungkin disinilah apa yang ku cari selama ini akan ku dapat dan ku praktekkan dan ku amalkan. Setelah acara wisuda selesai, aku kembali lagi ke kampus sore itu, dan mencari gedung tinggi dan naik di atasnya. Menikmati semilir angin kota itu sebelum bertolak keluar kota dan berteriak sambil berdiri. Ku kepal kedua tanganku dan kunaikkan ke atas dan berteriak “ded, Manusia Islam Akhir Zaman yang Terbaikmu itu akan kucari sampai kapanku. Hahaha”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar