Jumat, 02 November 2018

Dosen dan Ketidakpastiannya

Matahari pagi kali ini terang sekali, menusuk masuk ke jendala kamar kos para mahasiswa perantau. Ada yang bangun karena silaunya, ada yang masih terlelap karena terbiasa tidur dalam kondisi apapun, kadang dalam kondisi berdiripun mahasiswa bisa tertidur, karena sedikitnya waktu mereka untuk istirahat. Sebenarnya tidak seperti itu juga, tapi karena manajemen diri yang buruk sehingga tidak sedikit mahasiswa seperti itu.
“kamar mandi kosong gak dik?” tanya salah seorang berambut setengah panjang, dan kumis tipisnya. Kepalanya nongol dari jendela, untuk memastikan kamar mandi bisa digunakan. “ada orang tadi mam” balas lelaki bernama dika yang sedang membawa gayung bersih segala peralatan mandinya beserta handuk yang melingkar di lehernya. “owalah. Nanti kalau udah kosong, bangunin ya. Masih ngantuk ini” balas lelaki itu lagi. Dengan muka sedikit cemberut, dan mulut di monyong-monyong dan sambil menaikkan nada, dika berkata “mam, imam. Namamu aja imam, tapi tidak mencontohkan sebagai imam. Antrilah sendiri bos. Kirain aku ini pacarmu apa, pakai bangunin segala”.
Akhirnya dengan sedikitnya motivasi dan semangat, imam bangun dan meraih segala peralatan mandinya untuk segera menuju kamar mandi. Tergolong sebagai orang yang cuek dengan penampilannya, hanya butuh waktu 15 menit dari berdiri mengantri sampai dengan sudah di atas motor, persiapan untuk berangkat ke kampus.
Kuliah pagi ini jam 9 tepat. Tapi imam datang 8.50. menjadi mahasiswa “pendalaman materi” membuat dia harus terlihat rajin di mata dosen dan lebih lagi akan malu ketika dia datang telat dan semua isi kelasnya adalah juniornya. Mau taruh di mana mukanya. Makanya semua jadwalnya sudah dia setting siang hari, Cuma hari ini saja tidak, karena telatnya membayar kuliah beserta dengan mengisi sks.
Imam bukan mahasiswa yang senior banget. Dia semester 7, yang mengulang mata kuliah semester 3. Terpaut 2 tahun untuk kawan-kawan di kelasnya. Untung kelas hari itu, imam punya kenalan juniornya yang di kenal di organisasi yang diikutinya.
*Percakapan dalam Whattshapp
Imam : Den, hari ini masuk kan?
Deni : Iya bang masuk
Imam : Oke.
Setelah yakin bahwa hari ini kelas masuk, imam melanjutkan penantian kuliahnya. Mungkin dosennya sibuk. Semakin lama di tunggu, para mahasisa yang juga ikut di kelas itu sudah mulai ramai berdatangan bahkan ada celetukan dari salah satu mahasiswa yang bilang “padahal sudah disengajain telat, eh ternyata belum masuk juga”. Sampai segitunya pikir imam. Tapi bodoh amat, untuk menghilangkan rasa bosan akan penantian dosennya, waktu di habiskan dengan membaca buku.
Setelah 50 menit berjalan lamanya, dosen tidak kunjung datang. Tapi yang mengherankan para mahasiswa itu masih setia menunggu. Hingga akhirnya imam dengan tingkat kesabarannya yang sudah habis, akhirnya pergi meninggalkan tempat duduknya tadi. Sebelum itu dia hubungi si deni juniornya itu lewat chatting, sebenarnya tidak perlu chatting karena deni ada di dekat situ, tapi karena tidak enak bercampur malu juga, maka lebih baik lewat chat saja
*Percakapan di WhatShapp
Imam : ini kok belum datang den?
Deni : gak tau juga bang
Imam : Lah, kok anak-anak yang lain tidak pada pulang?
Deni : Kita tunggu aja bang
Kesal dengan jawaban juniornya yang terlalu pasrah, chat tidak lagi dilanjutkan. Di perjalanan pulang, imam bertemu dengan temannya di lorong kampus. Ngobrollah sebentar mereka. Di sela obrolan ada hp imam berbunyi *Tiiing. Segera di raih Hpnya, ada pesan masuk dari juniiornya tadi. “Bang, ini dosennya udah datang”. chat itu menandakan berakhirnya obrolan imam bersamanya kawannya itu. Segera dia balas chat dari juniornya, sambil terus berjalan meninggalkan kampusnya.
*Percapakan di Whatshapp
Deni : Bang, ini dosennya udah datang
Imam : waduuh, saya udah pulang ee
Deni : owwalah bang, gak nunggu bentar tadi

Malam hari ini, mereka bertemu di sebuah ruang diskusi, imam yang notabenenya alumni/mantan pimpinan dahulu di minta untuk mengisi diskusi, mulailah dialektika dan saling adu argument hingga malam menjemput mereka satu persatu untuk pulang. Tidak semua pulang, masih ada yang masih melingkar dan sekedar sharing dan cerita.
“Bang, tadi kok pulang?” tanya deni menghancurkan keheningan.
“gak papa den, bagiku, itu penghinaan terhadap mahasiswa” balas imam
“tapi kan di tunggu aja”
“dosennya ada ngabari untuk nunggu?”
“gak ada bang”
“nah itu dia den. Seolah mahasiswa bisa di apa-apain oleh dosen. aku tidak bisa menoleril masalah seperti bagiku penghinaan, kecuali bapaknya sudah mengabari dari awal”
“tapi nanti abang ngulang lagi loh”
“ini bukan masalah nilai den, ini masalah pendidikan moral yang di berikan. Mahasiswa telat tidak boleh masuk, sedangkan dosen telat tetap boleh masuk. Oke masih aku toleril ketika telatnya 10-20 menitan, tapi ketika sudah hampir sejam dan tidak ada kabar, bagiku itu pelecehan dan penghinaan. Lawan saja”
“tapi kan tidak dengan meninggalkan kelas juga”
“saya tanya lagi den, seberapa sering bapak itu telat?”
“setiap pertemuan bang”
“dan menurutmu ini yang paling parah gak?”
“iya bang, sampai hampir sejam”
“Itulah den. Kadang kesabaran manusia juga ada batasnya. Dosen bukan segalanya, dan mahasiswa bukan anak bebek yang di giring, ketika keluar jalur tinggal di panggil, di kasih surat peringatan, di kasih nilai jelek, lalu di DO”
“lalu menurut abang, cara abang bisa merubah bapak itu?”
“perubahan itu terjadi ketika kita berjalan bersama. Bagaimana bisa kita menolak penindas dosen berupa ketidakpastian masuk apa tidak, tapi ada anak yang dengan anteng menunggu dosennya dan ketika ada yang mengajak pulang malah di marahin. Kita harus menggalang masa, bahkan kalau perlu kita satu kelas itu pulang. Supaya ada pembelajaran bagi bapaknya”
“aksi demonstrasi?”
“gak sampai situ juga kali den. Intinya ada bentuk perlawanan akan kesewenang-wenangan. Tak akui bahwa kita butuh dosen untuk memberi asupan ilmu. Tapi dosen tidak bisa semena-mena begitu dengan mahasiswanya”
“jadi itu penghinaan bang?”
“Bagiku jelas penghinaan”
Anak-anak yang lain serius mendengarkan percakapan mereka
“keren bang. Ajari aku pandai untuk melawan bang”
Semua yang ada lingkaran itu tertawa, pernyataannya memang lucu, begitu pula dengan imam
“oke. Tak kira malam juga masih panjang”
“siap bang, tapi jangan yang sampai parah juga lah bang, apalagi sampai di DO, nangis nanti mamakku di kampung kalau di DO aku”
Kembali lingkaran itu pecah ketawa akibat statement dari deni. Deni malah yang heran, dimana letak lucunya argumen dia itu. Baginya tidak ada yang lucu, bahkan itu sangat serius.
“akan tak buat kau menjadi mahasiswa pembangkang den. Mahasiswa melawan itu di butuhkan sama kampus yang adem ayem seperti ini”
Angin malam itu menemani cerita mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar