Jumat, 28 Desember 2018

Bungkam

Mulut kami dibungkam
Telinga kami ditutup
Mata kami dicabut
Tangan kami dipotong
Kaki kami dilumpuhkan
Jiwa kami dimatikan
Oleh mereka penguasa yang bertahta

Mereka tidak kuat kritik
Mereka tidak tahan kata-kata

Mereka mengatakan kami penjahat
Membunuh mereka dengan senjata
Karena memang kata adalah senjata
Lebih sakit dari pisau tajam
Lebih menyakitkan dari pistol laras panjang
Lebih menghancurkan dari meriam tentara

Mereka kira sudah menang
Karena berhasil membungkam kami
Tapi begitulah kami
Akan terus bergerilya dan berlipat ganda

Masuk kedalam sudut sempit kota
Melewati celah-celah hujan janji manismu

Menebar paku, menebar ide
Menusuk kepala para pemuda
Untuk kembali bergerak
Melawan kaki besar, yang biasa menginjak mereka yang lemah
Untuk kembali berjuang
Menghancurkan dinding besar, tempat pengaturan strategi penindas

Sekali lagi kami tidak akan mati
Bergerilya cepat
Berlipat ganda begitu banyak
Menghantui dalam kesakitan
Menakuti dalam kemunafikan

Jumat, 21 Desember 2018

Senja Kala Itu

Senja kala itu
Jingga sekali
Tidak ada cahaya lain selain jingga itu
Mewarnai indah dalam kamar itu

Senja kala itu
Di temani susunan kata dalam nada
Menenangkan jiwa yang terluka
Menyejukkan hati yang gundah

Senja kala itu
Ditemani secangkir kopi
Dan gitar tua berdebu
Kudendangkan nyanyian rindu
Padamu senjaku
Yang hilang ketika malam datang

Jumat, 14 Desember 2018

Dewi Shinta

Aku tak ingin kau menjadi cinderella
Yang pergi ketika lagi sayang sayangnya
Hilang ketika lagi cinta-cintanya
Karena itu sakit rasanya

Aku hanya ingin kamu menjadi dewi sinta
Dalam cerita wayang rama
Karena walaupun semua bisa di dapatkan
Kekayaan, kemewahan, kecantikan tapi tetap sinta setia pada rama
Karena semua yang diberikan oleh rahwana
Tak bisa membayar semua cinta yang ada pada rama

Kalaupun kau tak bisa menjadi dewi sinta
Tetaplah menjadi dirimu
Yang selalu apa adanya

Selasa, 11 Desember 2018

Perempuan di Pinggir Jalan


“kenapa mba?” tanyaku
Cewek didepanku tidak menjawab pertanyaanku dan masih saja menangis. Rasanya ingin ku tinggalkan tapi tidak tega juga. Jam sudah pukul 12 malam dan dia duduk menangis sendiri di antara lorong gang kampung.
“mba udah malam loh” tambahku lagi
Tapi lagi-lagi tidak ada jawaban dan masih tetap menangis. Fikiranku sudah lari kemana-kemana. Mungkin saja cewek ini di tinggalkan cowoknya atau jangan-jangan dia habis di perkosa oleh sekelompokan orang.
“mba, gak baik loh tengah malam gini, sendirian lagi” kataku.
Lagi-lagi dia Cuma menangis. Semakin bingung dan sempat terlintas dalam kepalaku, jangan-jangan ini setan atau kuntilanak yang sering ada di film-film. Tiba-tiba keringatku mulai bercucuran. Karena takut, ku tinggalkan saja perempuan itu
“mas” panggil perempuan itu kepadaku. Tapi aku tidak berani menoleh ke belakang. Jangan sampai ketika noleh kebelakang langsung aku di cekik kan bisa bahaya. Aku terus berjalan secepat mungkin
“mas, tunggu” katanya lagi
Semakin dia memanggilku, semakin cepat laju jalanku.
“maaaas, tunggguuuu” teriak dia kepadaku
Aku langsung berhenti, mana mungkin kuntilanak berteriak fikirku. Segera aku berbalik dan kaget melihat mukanya. Belum sempat aku ngomong tiba-tiba perempuan itu pingsan. Semakin bingung aku jadinya. Mau ku apakan perempuan ini, ku tinggalkan kasihan, ku bawa ke kost siapa tau dia kuntilanak. Dengan menghela napas panjang, segera ku angkat dia, dan akhirnya ku bawa di tempat tinggalku

“aku dimana ini?” suara itu mengagetkanku. Segera aku berbalik. Ternyata perempuan itu sudah sadar.
“mba, ini siapa ya? Kok nangis malam-malam di pinggir jalan gitu?” tanyaku
Tanpa menjawab perempuan itu mendekatiku dan memelukku begitu saja, dan lagi-lagi menangis. Semakin membuatku bingung
“mba nya kenapa ya kalau boleh tau ini?” tanyaku lagi, yang masih ada dalam pelukannya.
Tiba-tiba dia melepasku dan berkata “kamu bukan gery? Kamu siapa?”. Semakin bingung aku di buat perempuan satu ini
Segera aku berdiri dan mengambil kaca yang menggantung di dinding kamarku. “mba kayaknya cuci muka dulu deh, ini liat mukanya. Mungkin gara-gara ini, jadi pikirannya gak jernih” kataku sambil menunjukkan kaca kepadanya. Mukanya penuh dengan make up yang luntur akibat hujan dan sudah tentu air matanya
“aaaaaaah” perempuan itu teriak keras. Dan segera berlari menuju kamar mandi

“makasih ya mas” katanya setelah keluar dari kamar mandi. “namaku amelia, panggil aja amel” tambahnya lagi.
“oh iya mba amel, saya Yudha” kataku.
Segera kuberikan handuk untuk membersihkan mukanya. “mba mandi aja gimana?” kataku
“maksud masnya apa?” tanya dia
“gak maksud apa-apa mba. Kayaknya baju mba itu lepek banget, abis kena hujan gitu. Kan enak juga kalau badan basah gitu” kataku
Dia diam sejenak dan kembali berkata “tapi saya gak ada baju mas”
“tenang mba, saya punya baju kok” balasku
“baju cowok? Gak lah” katanya sambil menolak
“ini baju cewek kok mba” kataku. Segera aku berdiri dan mengambil beberapa baju cewek di lemariku
Dia terlihat heran ketika ku memberikan pakaian perempuan kepadanya
“jangan salah paham dulu mba, itu punya adikku kok” kataku menjawab keheranannya.
Segera dia berdiri dan kembali masuk kedalam kamar mandi. Begitu pula aku melanjutkan tulisanku
Beberapa menit kemudian, dia keluar dari kamar mandi.
“mas ada kantong plastik gak?” kata amel
“oh ada mba, tunggu yaa?” aku segera mengambil di satu rak milikku “ini mba”
Segera dia memasukkan baju basahnya
Kembali ku lanjutkan tulisanku lagi. Ya mungkin namanya perempuan pasti siap sedia masalah kecantikan di dalam tas kecilnya. Dia mulai menggunakan alat make upnya, mulai dari bedak, lipstik, sampai parfumnya yang begitu menyengat.
“mba, kok malam-malam gini masih make up aja?” tanyaku penasaran kepadanya
Dia berhenti dari aktifitas make upnya, dan tertawa.
“emang ada yang lucu dari pertanyaanku mba?” kataku bingung
“gak kok mas” jawabnya sambil melanjutkan make upnya kembali
Karena tidak mendapat jawaban darinya, aku kembali melanjutkan tulisanku lagi. Beberapa menit kami lewati dengan diam dan kesibukan masing-masing, aku dengan tulisanku, dan amel dengan alat make upnya.
“mas ngapain sih?” katanya memecah keheningan kami
“oh ini mba? Nulis mba” jawabku
Segera amel berdiri dan mendekatiku. “nulis apa mas?” tanyanya lagi
“nulis cerita” kataku yang masih fokus pada laptopku. “oh iya mba, aku mau nanya dong” tanyaku menghadap kepadanya
“nanya apa mas?” katanya sambil berjalan menuju sofa lagi.
“mba kok bisa ada di pinggir jalan gitu? Nangis lagi. Tadi ku kira setan loh” kataku. Sambil membalikkan badan di atas kursiku.
“makanya masnya lari ya tadi? Hahaha” katanya sambil tertawa
Segera aku berbalik 180 derajat di atas kursi untuk mendapat tempat nyaman mendengar ceritanya
“yaa gimana lagi mba, nakutin sih. Di tanya Cuma nangis doang” jawabku
“kan emang aku setan mas” katanya sambil tertawa seperti kuntilanak. Walaupun sedikit maksa sih
“iya sih mirip mba” kataku sedikit tertawa
“aku mau cerita, tapi gak usah panggil aku mba ya, kayaknya kita seumuran deh. Umurku sekarang 23 kok” katanya
“oh gitu? Sama dong aku juga 23. Terus aku panggil apa dong?” tanyaku
Dia tidak menjawab, dan berjalan mendekatiku dan mendekatiku, kepalanya menundukkan mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik “panggil sayang aja”. aku kaget dan memundurkan badan dengan cepet kebelakang, kulihat dia Cuma tersenyum kembali berjalan ke tempat duduk lagi. Dan dia tertawa melihatku.
“kamu belum pernah punya pacar ya yud?” tanyanya
“kok nanya gitu?” kataku
“yaiyalah, masa aku gituan aja kaget banget sih” balasnya lagi
“lah terus? Itu bukan hal biasa loh. Kenal kamu aja barusan loh” balasku juga
“kok kamu sih, kan aku bilang panggilnya sayang loh yud” kata dia lagi
Aku menggaruk kepalaku bingung dan dia malah tertawa
“aku bukan orang sini yud” katanya setelah capek ketawa ku kira
“lah emang dari mana gitu mba?” tanyaku lagi
Dia diam lagi, dan tiba-tiba menundukkan kepala dan menangis. Kenapa lagi ini cewek fikirku. “kenapa mba?” tanyaku. Bukan menjawab, malah tangisnya yang semakin kencang. “mba udah malam loh. Kenapa sih mba nya ini?” tanyaku lagi. Dan sial, tambah keras aja tangisnya.
Aku semakin bingung, berdiri dan segera mendekatinya, tapi bingung mau ku apain ini cewek kalau dia menangis sekeras ini. Aku hanya bingung dan menggaruk kepala di depannya. Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya dan bilang “aku gak mau lanjut cerita dan mau nangis aja” katanya, yang kulihat matanya bengkak, sebenarnya bengkak itu dari awal ku temui perempuan ini di pinggir jalan, mungkin tangisnya kali ini semakin memperbesar bengkak itu.
“yaudah deh mba, kalau gak mau lanjut cerita, tapi jangan nangis dong. Eh boleh deh nangis Cuma jangan keluar suara ya” kataku, yang sebenarnya aku pun bingung dengan kataku sendiri
“aku gak bakal nangis, asal jangan panggil mba ya” katanya. Semakin membingungkan perempuan satu ini. “kayak aku lebih tua dari kamu aja sih” tambahnya lagi
Segera aku kembali ke tempat dudukku. “terus harus ku panggil apa dong?” kataku semakin bingung
“kan tadi aku udah bilang kan ke kamu” katanya
Aku menggaruk kepala. “iya deh. Oke diam ya sayang, sekarang silahkan cerita, kok bisa kamu di pinggir jalan tadi sayang” kataku sambil masih menggaruk kepala.
Tidak lagi menangis dia malah ketawa begitu keras dan berkata “gitu dong. Kan jadi bisa ku lanjutkan ceritaku”
“yaudah lanjutkan” kataku
“sayangnya mana?” katanya
Dalam hatiku, kayaknya aku salah tolong orang ini. “iya, silahkan lanjutkan sayang” kataku.

. . . BERSAMBUNG . . .

Jumat, 07 Desember 2018

Perempuan Tangguh

Jadilah perempuan yang tangguh
Karena masih terlalu banyak masalah yang harus kau selesaikan

Jadilah wanita yang keras
Karena dunia yang akan selalu menjadi keras dan keras

Jangan cengeng
Jangan menangis

Air matamu terlalu suci untuk kau tumpahkan
Air matamu terlalu bersih untuk kau jatuhkan
Kuatlah dan tangguhlah
Wahai perempuan yang kurindukan di kala hujan yang turun dengan tenang

Selasa, 04 Desember 2018

Sekolah dan Seisinya Bercerita!


Namaku dinda, aku adalah Siswa Kelas 10 SMA Merdeka. Hari ini adalah hari pertamaku mengikuti Masa Orientasi Sekolah atau bisa di singkat MOS. Sebenarnya aku tidak tertarik dengan kegiatan semacam ini, tapi karena kewajiban dari sekolah dengan terpaksa aku mengikuti, walaupun tidak terlalu menyebalkan dari sekolah lain, yang menggunakan atribut aneh-aneh. Ada yang pakai topi dari bola, sampai pakai sepatu beda warna. Kayakanya aku datang terlalu cepat, Cuma sedikit kulihat siswa baru yang datang, yang sudah banyak kakak-kakak panitia dengan kemeja hitam biru sebagai tanda kalau mereka panitia. Sedangkan kami memakai seragam SMA, yang membedakan Cuma co-card yang kami pakai. Semua memiliki bentuk dan warna yang berbeda-beda.
“hallo, kenalin aku putri” kata perempuan yang berdiri di belakangku
Segera aku berbalik dan menyambut tangan yang dia berikan, “iya, aku dinda” balasku
Putri adalah teman pertamaku di sekolah ini, atau mungkin tidak juga. Dari kulihat laki-laki yang sekilas ku kenal tapi siapa, karena masih terlalu pagi jadi kurang jelas terlihat bagiku, hingga dia datang mendekatiku. “wiih, kamu juga sekolah disini din?” katanya, “siapa din?” tanya putri. Sebelum aku menjawab, aku menarik nafas yang panjang. “dia ini azwar put, kayaknya dia satu sekolah juga dengan kita” kataku. “kok kayak gak bersemangat gitu sih.” Kata azwar. Aku Cuma tersenyum aja. “nanti  kita ketemuan lagi ya, aku mau ketemu yang lain dulu. Dah cinta” katanya sambil berjalan pergi meninggalkan kami berdua
“oh pacarmu toh din?”kata putri. “eeh, bukan-bukan put, dia teman SMP aku kok” kataku segera meluruskannya. “tapi kok dia panggil kamu cinta sih?” tanya putri lagi. “panjang ceritanya put, kapan-kapan deh aku ceritain” kataku. Sejenak dia, lalu berkata “oke deh, aku tunggu ceritamu” kata putri. Kami berjalan berpisah mencari teman kelompok kami masing-masing.
“oke kawan-kawan semuanya. Sebelum acara pembukaan baiknya kita kenalan satu satu yaa. Kenalin saya dedi” kata kak dedi sebagai pendamping kelompok kami. Satu persatu mulai memperkenalkan diri begitu juga aku. Setelah itu dilanjutkan dengan cerita-cerita biasa sambil menunggu acara pembukaan di mulai. Yaa ini pembukaan dari panitia, karena pembukaan dari sekolah sudah dilakukan kemarin.
“semuanya dalama hitungan tiga, berbaris menurut kelompoknya masing-masing. Ketua kelompoknya paling depan cepat!!” teriak salah satu kakak kelas yang berdiri diatas panggung. Saya dan teman-teman siswa baru segera berhamburan mencari barisan.
“satuu...... Duaaaa.....Tiga....”kata kakak senior itu. “semua berhenti tidak ada yang boleh bergerak. Bagi yang belum masuk barisan segera mundur kebelakang” tambahnya lagi. Kayaknya mereka akan di hukum tapi tidak bagiku, karena aku sudah berdiri tepat di depan papan kelompokku
“din, berarti kamu ketua kelompoknya. Hehe” kata heni sambil ketawa pelan-pelan.  “kok bisa sih?” kataku bingung. “kan yang didepan ketuanya” tambah heni lagi sambil ketawa. “apa yang kalian bicarakan?” kata senior tadi, membentak kami berdua. “tidak ada kak” jawab kami berdua serentak. Segera dia pergi mengurusi orang-orang yang telat berada di barisan. Dan aku ternyata kena sial, karena harus terpilih menjadi ketua kelompok hanya karena rajin dan gesitku saja. Sementara di belakang terdengar suara teriakan yang tiada henti
“kalian ini, siapa yang suruh telat?” teriak senior berkepala botak. “saya gak telat kok kak” celetuk salah satu siswa baru yang menggunakan kaca mata. “woooy, berani juga kau nyahut yaa. Ku tandai kau yaa. Aril namamu ya” kata senior botak itu dengan nada yang tinggi. “tapi benar kak, saya tidak telat kok” tambah aril lagi. “woooyy!!” teriak senior botak tepat di depan telinganya. Segera dia tarik kerah baju aril dan menatap tajam. Aril tidak menjawab hanya tertunduk. Takut. “kau pernah dengan kalimat ‘diam adalah emas’ tidak, hah?!” kata senior itu lagi dengan nada yang tidak keras, tapi bagi kami siswa baru itu seperti suara yang menusuk masuk ke tulang-tulang. “hari ini, kalimat itu berlaku untukmu culun!” katanya sambil dia lepas tarikannya dan di dorong sampai jatuh tersungkur. “kalian semua ini, baru masuk ke sini aja sudah menjadi orang pemalas, di suruh siap siaga malah telat” kata senior botak itu, sambil berjalan melihat satu-satu siswa baru yang telat memasuki barisan.
“sekarang aku maafin kalian semua, tapi ingat!!” teriak dia begitu keras. “sampai kalian melakukan hal yang kedua kali, kalian aku tau akibatnya” tambah senior botak itu.
Segera para siswa yang telat itu berlari menuju barisan. Ketika akan di mulai, gerbang sekolah di buka, dan terlihat anak dengan seragam SMA dan menggunakan co-card peserta MOS. Tidak ingin mengganggu jalannya pembukaan, salah satu senior segera menghampirinya.
“kamu kenapa terlambat hah!?” tanya senior dengan kupluk
“maaf bang, tadi saya ada urusan keluarga yang tidak bisa di tinggal” jawab siswa baru yang terlambat itu
“urusan apa?” tanya senior berkupluk itu
“ada pokoknya bang” jawab siswa baru itu lagi
“oyy!!, gua tanya sama elu. Urusan apa? Sampai buat elu terlambat datang” teriak senior berkupluk itu
Kami semua kaget dan memalingkan kepala ke hadapan dua orang itu
“kalau gitu, elu gua hukum push-up 20 kali” kata senior berkupluk itu
“saya tidak mau bang” jawab siswa telat itu
“wooooyy boy. Mulut elu lancang juga ya” balas senior berkupluk dengan nada yang lebih tinggi dari yang tadi
“saya tidak salah bang. Ketika ada urusan yang tidak bisa di tunda maka kita mendapatkan izin atau dispensasi akan itu. Itu kemarin yang saya baca di aturan bang” kata siswa telat itu. Senior berkupluk itu Cuma diam saja. “ini benar SMA Merdeka kan bang?” tanya siswa telat itu. “iya kenapa?” jawab senior itu. “saya menolak perintah abang karena bagiku hukuman itu tidak bisa menjerat saya. Dan saya memilih untuk merdeka bang” kata siswa telat itu. Senior berkupluk itu tampak marah, terlihat dari wajahnya yang merah mendidih. “wooy bangsat! Mulut elu di jaga!” kata senior berkupluk itu dengan nada yang tinggi sekali mengalahkan teriakan keduanya tadi.
Segera senior botak berlari kecil menuju dua siswa itu. Dari situ aku tau kalau senior berkepala botak ini adalah penanggung jawab dari divisi keamanan dan kedisiplinan. Segera senior botak itu menarik siswa telat itu masuk kedalam ruangan, dan sedikit berbisik kepada senior berkupluk tersebut.
Suasana sempat hening sebelum pecah oleh teriakan kembali senior berkupluk itu. “ngapain kalian!! Fokus semua kedepan!” teriak senior itu. Segera kami semua kembali fokus kedepan. Dalam hatiku, kayaknya MOS kali ini akan begitu lama, apalagi dengan cowok culun bernama aril yang penakut tapi berani ngomong dan satu siswa yang telat yang menantang senior. Kuharap tidak bertambah lagi pengacau di acara MOS ini
“selamat pagi kawan-kawan semua” sambut pembawa acara pembukaan MOS SMA Merdeka
“pagi kakak” teriak kami serentak

. . . BERSAMBUNG . . .