Rabu, 29 April 2020

Mahasiswa kehilangan gregetnya - (Ramadhan Menulis #06)

“Mahasiswa hari ini kehilangan gregetnya” begitulah apa yang di sampaikan oleh pemateri dalam diskusi interaktif refleksi 20 tahun reformasi kala itu. Sebenarnya sangat menarik ketika kita berbicara tentang mahasiswa dan hakikatnya. Karena bagiku sebagai mahasiswa juga kita dihadapkan pada masalah-masalah yang kompleks. Dari masalah kuliah sampai dengan bobroknya negara hari ini. 
Ketika ruang-ruang diskusi semakin sedikit, ketika sudut-sudut kampus hanya diisi dengan para mahasiswa berkumpul sambil memiringkan hp, atau mahasiswi yang berkumpul sambil goyang-goyang di depan hp maka disitulah mahasiswa hari ini mengalami penurunannya. Mereka kembali tidak berani membela haknya sendiri, mereka mati di bunuh ketakutannya. Ketika di awal perkuliahan dosen selalu melakukan kontrak belajar dengan harapan sistem perkuliahan yang berjalan nantinya bisa tertib dan baik, dan mahasiswa meng-iya-kan dengan menganggukan kepalanya. Salah satu aturannya batas toleransi keterlambatan adalah 30 menit dari jadwal, sehingga ketika mahasiswa telat 32 menit, maka kata-kata yang didapat dari dosenya adalah “mas, tolong di tutup pintunya dari luar ya”. tapi sebaliknya ketika dosen tidak datang, dan mengatakan “saya telat 1 jam ya” kita manut dan tunduk. Mampus kau di koyak-koyak dosen! 
Mahasiswa ditakut-takuti dengan sistem 75% kehadiran, mahasiswa di takut-takuti dengan IPK yang kecil, yang akhirnya membuat melakukan segala cara, mencari jalan pintas paling cepat untuk menghapus ketakutan mereka sendiri. Masalah absen yaa titip absen, IPK Kecil yaa nyontek dan nyontoh tugas teman aja.  dalam forum diskusi interaktif itu juga, mas eko prasetyo yang sebagai pemateri mengandaikan keadaan mahasiswa sekarang dengan mahasiswa dulu. Ketika dulu mahasiswa berani melakukan kritik terhadap dosen yang seenaknya seperti ketika mahasiswa memakai sandal di dalam ruangan, dan ketika di usir sama dosennya, mahasiswa dengan santai menjawab “yang kuliah otak saya pak, bukan sandal saya!”. Hari ini tidak ada mahasiswa yang berani seperti itu, bahkan terkesan langsung mengamini dan membenarkan segala sesuatu yang keluar dari mulut seorang dosen. mungkin kali ini harus tak akui bahwa membaca kata-kata mutiara itu bisa membangkitkan semangat juga, yaitu kata-kata mutiara dari salah satu aktivis mahasiswa yang tersohor ketika zaman pimpinan Ir Soekarno dia mengatakan bahwa “guru bukan dewa yang selalu benar, dan murid bukan kerbau”. Maka jangan merasa kecil, toh dosen hanya lebih lama hidup saja dari kita, tidak semua diketahui apalagi dengan zaman yang sudah bergerak begitu cepat, maka kita sebagai generasi milineal harusnya bisa lebih cerdas, dan mantap menjadi mahasiswa.
Kalau di tanya “apa yang dibutuhkan mahasiswa hari ini?” yaa sudah barang tentu jawabannya adalah keberanian dan nyali. Karena keberanian mahasiswa sekarang telah di belenggu oleh sistem yang saya tuliskan di atas. Mereka takut tidak hadir kuliah sehingga presensi kehadirannya kurang, sehingga menciptakan baru bahwa nantinya nilai yang didapat kecil sehingga IPK yang di dapatkan kecil, dari situ muncul lagi ketakutan bahwa ketika IPKnya kecil, maka sangat susah mendapat kerja, dan ketakutan baru lagi muncul, ketika tidak mendapat kerja, maka akan miskin dan di tindas. Yang akhirnya pendidikan hari ini malah menghadirkan ketakutan-ketakutan yang membunuh daya kritis dan nalar Mahasiswa itu sendiri. Pendidikan yang harusnya menghadirkan tanggung jawab intelektual beserta tanggung jawab kemanusiaan malah hanya menghasilkan para pekerja.

06 Ramadhan 1441 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar