Selasa, 12 Mei 2020

Menengok konsep bercanda netijen kita dalam era medsos - (Ramadhan Menulis #20)

Saya mau bilang bahwa “betapa mengerikannya dunia digital kita hari ini”. Bagaimana tidak, hal-hal yang bersifat privasi sekarang menjadi komoditas orang banyak.

Saya akui, saya beberapa kali mengikuti akun instagram mba-mba cantik, untuk sekedar mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu indah. Dan semalam, saya menonton salah satu akun instagram mba cantik yang tidak akan saya sebutkan nama akunnya, kala itu mbanya lagi melakukan live instagram. Ketika nonton livenya, saya Cuma berkata dalam hati “Ya Allah, cantik banget”. Di tengah lagi menonton, muncul beberapa pertanyaan yang begitu menyeleneh. Hal-hal privasi yang harusnya tidak muncul di ruang publik, bahkan di ruang privasi seperti DM pun tidak harus keluar. 
Beberapa pertanyaan yang muncul ada seperti ini “ukurannya berapa mba?”, “suka diatas apa dibawah?”, “suka yang pendek atau panjang?”, “suka yang lama atau cepat?”, “ minta pap TT kalau bulan puasa, dosa gak?”, dan segala hal yang menjurus ke masalah-masalah privasi. 
Dan tentunya ini sudah masuk ke ranah pelecehan seksual. Tapi orang hari ini terlalu menganggap remeh masalah ini dengan dalih “Cuma bercanda kok”. Padahal hal-hal ini walaupun bercanda bisa memberi efek yang buruk, dan efeknya lebih kepada mereka sebagai korban. 
Manusia diwarisi dengan naluri kebuasan akan hawa nafsunya, tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan. Tapi tidak sedikit manusia yang berhasil menekan naluri kebuasannya akan hawa nafsu, walaupun masih banyak juga yang tidak bisa menekan dan melampiaskannya ke media digital. Mungkin di pikir kalau di dunia digital tidak apa-apa karena tidak bertemu secara fisik. 
Seperti yang saya bilang diatas, bahwa tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan. Kalau laki-laki mungkin kita sudah sering melihatnya dan kita pun tau Bagaimana model pelecehannya. Tapi akhir-akhir ini perempuan pun seperti ini, seperti kasus pangeran brunei yang akun instagramnya di kerumunin netijen perempuan dengan komen-komen yang jauh dari kata baik dan sopan seperti “rahim saya anget”, “kalau gini mah memek saya welcome”, dan lain sebagainya yang tentunya menjurus ke hal-hal kurang bener. 
Teknologi dan digital ternyata memang hadir untuk memudahkan urusan manusia, salah satunya dalam urusan pelecahan seksual. 
Ada komentar yang saya temukan di salah satu akun instagram seorang selebgram kontennya lucu-lucu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh dari followernya. Nah pada postingannya ketika dia menjawab pertanyaan seperti ini “bulan puasa minta pap TT ke pacar boleh gak bang?”, Dan jawaban si selebgram ini adalah marah-marah di awal, walaupun diakhirnya dia bilang “kalau malam boleh, dan jangan lupa bagi-bagi”. Memang terlihat lucu, tapi kurang pantas. dengan banyaknya kasus dimana foto-foto telanjang tersebar di dunia digital, karena motif awalnya mengirim ke pacar, dan ketika putus malah di sebarin kemana-kemana, harusnya jawaban selebgram itu bisa lebih bijak, memelintirkan jawaban dan mencari sisi lucu dari sebuah argumen tidak selalu ke hal-hal yang berbau kesitu, walaupun masyarakat terbukti suka dengan hal-hal itu. 
Ohiya, kembali ke komen yang saya temukan, komennya berbunyi seperti ini “wah sorry kalau ini jadi serius, tapi ini tidak lucu. Diluar sana banyak perempuan yang jadi korban revenge porn. Sebagian besar tidak berani melapor karena takut disalahkan. Yok yok bisa lebih pinteran dikit yok” , dan ternyata di respon sama netijen yang lain juga lebih menarik lagi yaitu, “Cuma bercanda sih, kaku amat”, “ini karena gak dikasih pap TT, makanya baperan”, bahkan ada perempuan yang berkata “ini konteksnya kan menghibur, lagian dari pihak perempuan juga gak ada yang tersinggung. Karena kita tau ini bercandaan, selow aja lagi jangan baperan”. Wadidaw. 
Seperti yang saya tulisankan di episode ramadhan menulis yang lalu-Lalu (klik disini kalau belum membaca episode yang lalu), bahwa kita terlalu sering membiasakan sesuatu yang sebenarnya tidak benar dengan mengatakan “itu mah biasa”, “itu mah bercanda”, “sudah menjadi budaya”. Memang lucu, memang funny, memang kocak tapi apakah pantas? 
Masih ingat dengan joke-joke coki pardede soal banjir jakarta dan angpao china? Bagi kebanyakan stand up comedyan, joke coki itu lucu, tapi untuk penonton-penonton tertentu, tidak bisa di samaratakan semuanya. Atau joke soal kurma dan daging babi, itupun terlihat lucu, tapi apakah dari banyaknya joke coki itu bijak untuk keluar? Tidak, untuk khayalak umum yang menonton secara luas. Seperti yang saya tuliskan di Ramadhan Menulis yang lalu-lalu (klik disini lagi kalau belum membacanya), kita bukan sensitif dan baperan, tapi kita sedikit naik tingkat. Dalam artian, kita sudah harusnya mengerti mana joke yang bisa dan tidak bisa. Bahkan akhir-akhir ini, banyak stand up comedyan yang memahami itu dan mengurangi mengeluarkan joke yang berbahaya di ranah publik tanpa batasan penonton yang jelas. Kalau kalian mau lebih jelas lagi silahkan buka spotify dan dengarkan podcastnya standupindo yang ngobrol dengan abraham tino soal dark comedy. Disitu kalian akan paham soal dark comedy seperti apa. Atau kalau kalian malas mendengar podcast kalian bisa menonton video MLI (Majelis Lucu Indonesia) yang berjudul “kita semua sampah. Debat Kusir Comeback!!” dimana coki dan muslim berbicara soal ferdian paleka dan standar ganda masyarakat indonesia. Kalau kita menganggap lucu sebuah bercandaan seksual kenapa kita tidak bisa menganggap prank paleka adalah lucu, toh tujuan prank juga adalah lucu-lucuan secara idealnya. Kita manusia selalu hidup dalam standar ganda. Menghakimi sesuatu, tapi tidak mau dihakimi. Benar kata Coki dan Muslim, kita semua sampah!
Pada akhirnya saya Cuma mau sampaikan untuk bijaklah dalam bermedia Sosial dan digital. Karena di dunia digital, kalian tidak hanya hidup sendirian dengan follower garis keras kalian, tapi juga ada penggunaan lain yang bodo amat, penggunaan lain yang sensitif, penggunaan lain yang sadar, dan jenis pengguna media sosial yang bermacam-macam.
Maaf saya memang baperan dan kaku, karena kita tidak akan tau, mungkin saja suatu hari nanti orang yang kita sayangi akan mendapat perlakuan buruk itu. Dan gunanya saya baperan dan kaku ini untuk menjadikannya sebagai alarm apabila saya mau dan akan melakukan “hal” tersebut. Saya mungkin pernah secara tidak sadar melakukan itu, tindakan pelecehan di media sosial, maka saya mau minta maaf kalau itu pernah terjadi. Dan akan lebih bijak lagi menggunakan media sosial. Maafkan!
Penutupnya, saya selalu bilang ini diakhir argumen saya ketika berbicara soal netijen, yaitu “pada akhirnya kembali lagi ini adalah ruang demokrasi, semua bebas menyampaikan pendapatnya, tapi kalian juga harus siap mendapat kritik dan sindiran keras”. 
Saya menulis ini tidak dalam maksud untuk membicarakan salah satu, atau salah dua selebgram ataupun comedyan-comedyan, tapi lebih kepada intropeksi kita secara bersama, agar lebih bijak dan baik. Semoga kehidupan kita selalu di Ridhai oleh Tuhan yang maha Kuasa.

20 Ramadhan 1441 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar