Saya sebenarnya
tidak begitu tau apa arti dari mop, tapi secara pengalaman MOP ini seperti
orang yang cerita hal lucu, hampir sama dengan stand up comedy, yang membedakan
adalah bentuknya, yangmana MOP kebanyakan adalah full Fiksi, sedangkan Stand up
comedy lebih kepada kenyataan, tapi ditambah bumbu-bumbu fiksi agar lebih lucu
dan menghibur.
Ketika saya
masih SMP, MOP seperti hal rutin yang dilakukan. Walaupun bukan saya pelakunya,
saya Cuma pendengar. Teman saya, selalu menjadi pelaku utama. Setiap beliau
datang, atau kita lagi kumpul-kumpul, pasti ada yang nyetuk “ari, MOP dulu
kah”. Dan keluarlah MOP-MOP lucu beliau. Saya tidak tau apakah MOP bisa relate dengan masyarakat jawa dan
kebaratnya lagi. Mungkin bisa lucu, ketika seseorang mendengar logatnya, tapi
belum tentu dengan ceritanya. Karena memahami sebuah cerita tanpa kita tahu
keadaan sebenarnya itu menjadi sangat susah.
Saya senang
mendengarkan dan menonton stand up comedy, dari situlah saya paham bahwa konsep
berkomedi yang paling baik adalah bercerita tentang sesuatu yang dekat dengan
kita, atau kalau tidak berdekatan dengan kehidupan pendengar, si pelaku komedi
harus membungkus komedinya dengan baik agar tersampaikan dan lucu. Salah satu
comedian atau stand up comedian yang bagi saya handal adalah Abdur Arsyad,
sebagai stand up comedy dari NTT, dia sering sekali membawakan cerita kehidupan
masyarakat NTT kepada Penonton yang notabene kala itu (ketika kompetisi)
kebanyakan adalah masyarakat Jakarta dan jawa. Tapi caranya dalam membungkus
cerita yang ciamik dan menarik membuat penonton merasa dekat bahkan hadir dalam
kehidupan abdur tersebut.
MOP yang identic
dengan papua, tentunya menggunakan pendekatan cerita yang sangat dekat dengan
masyarakat papua itu sendiri. Dulu waktu masih kecil, saya merasa bahwa MOP
hanya sekedar cerita lucu-lucuan saja, tapi makin kesini, saya yakin bahwa MOP
bukan hanya lucu-lucuan tapi berisi kritik tentang kehidupan masyarakat papua.
Saya punya
beberapa MOP, maksudnya bukan buatan sendiri, tapi saya mendengarnya, mungkin
sudah banyak juga yang mendengarkan karena sudah di parodikan dalam video,
seperti ini:
Jadi ada anak satu ini, namanya Petrus. de kuliah di
jawa. De pu teman-teman semua kalau pergi kuliah, naik mobil. Karena petrus
juga mau, akhirnya de telpon de pu bapa di kampung,
Petrus : bapa
Bapa : ada apa anak ?
Petrus : ini sa pu teman-teman kalo pergi kuliah, ada
yang naik kuda, ada yang naik kijang.
Bapak : ah iyo kah?
Petrus : iyo bapa
Bapa : tenang saja anak, nanti bapa kirim babi buat
ko.
Lanjut MOP kedua
Jadi 3 pace dong lagi nongkrong di pinggir pante. Dong
ada bicara soal foto, karena ada pace dari biak ini abis foto. Lalu dong baku
banding-bandingkan antar foto daerah-daerah
Pace Biak : wee, tadi sa habis foto ya
Pace Wamena : oh iyo kah? mantap ee
Pace biak : sa kasih tau kam e, kalau di biak foto
itu, “hari ini foto, besok baru jadi”
Mendengar itu, pace sorong tra mo kalah
Pace sorong :ah itu biasa. Kalau di sorong toh, “hari
ini foto, hari ini jadi”
Mendengar pace sorong, pace wamena satu ini de ganas,
baru de balas
Pace Wamena : aah itu juga biasa yaa. Kalau di wamena
toh, “hari ini jadi, besok baru foto”
*perbedaan nama dan daerah, saya sesuaikan dengan ingatan
saya, kalau ada pembuat cerita yang membaca ini dan saya salah menggunakan nama
atau daerah, mohon dimaafkan
Sepertinya tidak
lucu kalau sekedar dituliskan. Maafkan saya.
Tapi dalam cerita-cerita diatas ada pesan yang ingin disampaikan oleh si
pencerita.
Yang Pertama
tentunya pembangunan yang tidak merata di papua. Sampai hari ini kita masih
bisa melihat bagaimana pembangunan di pulau berbentuk burung ini masih
tertinggal masalah pembangunan. Sebenarnya bukan hanya di papua, tapi saya
ingin memfokuskan ke papua dulu. Bayangkan saja, ditengah pandemic seperti ini,
banyak sekali yang harus sekolah online. Sedangkan di daerah papua, apalagi
yang tinggal dipegunungan belum mendapatkan sinyal. Bagaimana mereka mau
belajar. Terbukti dari cerita bapak saya, yang banyak mahasiswanya tidak bisa
kuliah karena kembali ke kampung halamannya di gunung, sedangkan disana sinyal
susah, atau bahkan mungkin saja tower jaringan tidak ada disana.
Yang kedua, dari
pembangunan yang tidak merata ini, akibat yang bermunculan banyak sekali salah
satunya yaa pendidikan dan pengetahuan yang tidak merata juga. Bahkan anak SD
saja tau, bahwa kita harus foto dulu, baru bisa jadi. Tapi pace wamena dalam
mop diatas malah kebalikannya. Cerita diatas hanyalah fiksi, tapi berisi kritik
yang mendalam, bahwa di wamena pendidikan belum masuk dengan baik. Bahkan ada
yang mengatakan bahwa mop “3 pace berbicara soal foto”, disesuaikan dengan
tingkat kemajuan daerahnya. Sebenarnya saya tidak terlalu ingat antara biak dan
sorong mana yang lebih maju, atau mungkin malah bukan daerah itu, tapi saya
gunakan saja biak dan sorong, dan yang saya paling ingat adalah daerah wamena.
Karena kala itu (atau masih sampai saat ini) wamena selalu mendapat posisi
paling tertinggal dalam hal kemajuan dan pengetahuan. Sekali saya tegaskan itu
cerita fiksi yang saya dengarkan dari orang lain. Tapi itu penuh dengan kritik
keras bagi pembangunan Negara Indonesia ini.
Seolah-olah si
pencerita ingin menyampaikan bahwa “kok bisa ada orang yang berpikir seperti
pace wamena ini ditengah pembangunan yang terus berjalan seperti ini? Kok bisa
ada orang yang berpikir seperti pace wamena ini ditengah derasnya era
globalisasi?
Pada akhirnya
MOP sebagai sebuah kebiasaan anak-anak papua harus terus dilakukan. MOP harus
terus diceritakan diantara kerumunan orang berkumpul, diantara bapak-bapak yang
lagi jaga malam, dan dimanapun. Karena MOP bukan hanya berisi lucu-lucuan, tapi
berisi banyak gagasan akan kehidupan masyarakat papua.
MOP harus terus
dilestarikan bahkan kalau bisa di-nasional-kan bagusnya lagi di-dunia-kan, agar
suara-suara minor yang jarang didengar, bisa didengar, diperhatikan dan diambil
tindakan, tapi jangan melalui pendekatan militer dong~
Bagi saya yang
hanya lahir, dan besar selama 15 tahun di papua, saya selalu berharap agar
papua selalu baik-baik saja, damai, sejahtera, dan mendapatkan keadilan yang
seadil-adilnya. Dan segera bisa pulang ke sana lagi. Hehe
tulisan ini pernah di upload juga di website Pucukmera.id