Senin, 12 April 2021

RAMADHAN MENULIS 2. EPS 01 : MOP. SEBUAH TRADISI ANAK PAPUA YANG HARUS TERUS DILAKUKAN


Saya sebenarnya tidak begitu tau apa arti dari mop, tapi secara pengalaman MOP ini seperti orang yang cerita hal lucu, hampir sama dengan stand up comedy, yang membedakan adalah bentuknya, yangmana MOP kebanyakan adalah full Fiksi, sedangkan Stand up comedy lebih kepada kenyataan, tapi ditambah bumbu-bumbu fiksi agar lebih lucu dan menghibur.


Ketika saya masih SMP, MOP seperti hal rutin yang dilakukan. Walaupun bukan saya pelakunya, saya Cuma pendengar. Teman saya, selalu menjadi pelaku utama. Setiap beliau datang, atau kita lagi kumpul-kumpul, pasti ada yang nyetuk “ari, MOP dulu kah”. Dan keluarlah MOP-MOP lucu beliau. Saya tidak tau apakah MOP bisa relate dengan masyarakat jawa dan kebaratnya lagi. Mungkin bisa lucu, ketika seseorang mendengar logatnya, tapi belum tentu dengan ceritanya. Karena memahami sebuah cerita tanpa kita tahu keadaan sebenarnya itu menjadi sangat susah.

Saya senang mendengarkan dan menonton stand up comedy, dari situlah saya paham bahwa konsep berkomedi yang paling baik adalah bercerita tentang sesuatu yang dekat dengan kita, atau kalau tidak berdekatan dengan kehidupan pendengar, si pelaku komedi harus membungkus komedinya dengan baik agar tersampaikan dan lucu. Salah satu comedian atau stand up comedian yang bagi saya handal adalah Abdur Arsyad, sebagai stand up comedy dari NTT, dia sering sekali membawakan cerita kehidupan masyarakat NTT kepada Penonton yang notabene kala itu (ketika kompetisi) kebanyakan adalah masyarakat Jakarta dan jawa. Tapi caranya dalam membungkus cerita yang ciamik dan menarik membuat penonton merasa dekat bahkan hadir dalam kehidupan abdur tersebut.

MOP yang identic dengan papua, tentunya menggunakan pendekatan cerita yang sangat dekat dengan masyarakat papua itu sendiri. Dulu waktu masih kecil, saya merasa bahwa MOP hanya sekedar cerita lucu-lucuan saja, tapi makin kesini, saya yakin bahwa MOP bukan hanya lucu-lucuan tapi berisi kritik tentang kehidupan masyarakat papua.

Saya punya beberapa MOP, maksudnya bukan buatan sendiri, tapi saya mendengarnya, mungkin sudah banyak juga yang mendengarkan karena sudah di parodikan dalam video, seperti ini:

 

Jadi ada anak satu ini, namanya Petrus. de kuliah di jawa. De pu teman-teman semua kalau pergi kuliah, naik mobil. Karena petrus juga mau, akhirnya de telpon de pu bapa di kampung,

Petrus : bapa

Bapa : ada apa anak ?

Petrus : ini sa pu teman-teman kalo pergi kuliah, ada yang naik kuda, ada yang naik kijang.

Bapak : ah iyo kah?

Petrus : iyo bapa

Bapa : tenang saja anak, nanti bapa kirim babi buat ko.

 

Lanjut MOP kedua

 

Jadi 3 pace dong lagi nongkrong di pinggir pante. Dong ada bicara soal foto, karena ada pace dari biak ini abis foto. Lalu dong baku banding-bandingkan antar foto daerah-daerah

Pace Biak : wee, tadi sa habis foto ya

Pace Wamena : oh iyo kah? mantap ee

Pace biak : sa kasih tau kam e, kalau di biak foto itu, “hari ini foto, besok baru jadi”

Mendengar itu, pace sorong tra mo kalah

Pace sorong :ah itu biasa. Kalau di sorong toh, “hari ini foto, hari ini jadi”

Mendengar pace sorong, pace wamena satu ini de ganas, baru de balas

Pace Wamena : aah itu juga biasa yaa. Kalau di wamena toh, “hari ini jadi, besok baru foto”

 

*perbedaan nama dan daerah, saya sesuaikan dengan ingatan saya, kalau ada pembuat cerita yang membaca ini dan saya salah menggunakan nama atau daerah, mohon dimaafkan

 

Sepertinya tidak lucu kalau sekedar dituliskan. Maafkan saya.  Tapi dalam cerita-cerita diatas ada pesan yang ingin disampaikan oleh si pencerita.

Yang Pertama tentunya pembangunan yang tidak merata di papua. Sampai hari ini kita masih bisa melihat bagaimana pembangunan di pulau berbentuk burung ini masih tertinggal masalah pembangunan. Sebenarnya bukan hanya di papua, tapi saya ingin memfokuskan ke papua dulu. Bayangkan saja, ditengah pandemic seperti ini, banyak sekali yang harus sekolah online. Sedangkan di daerah papua, apalagi yang tinggal dipegunungan belum mendapatkan sinyal. Bagaimana mereka mau belajar. Terbukti dari cerita bapak saya, yang banyak mahasiswanya tidak bisa kuliah karena kembali ke kampung halamannya di gunung, sedangkan disana sinyal susah, atau bahkan mungkin saja tower jaringan tidak ada disana.

Yang kedua, dari pembangunan yang tidak merata ini, akibat yang bermunculan banyak sekali salah satunya yaa pendidikan dan pengetahuan yang tidak merata juga. Bahkan anak SD saja tau, bahwa kita harus foto dulu, baru bisa jadi. Tapi pace wamena dalam mop diatas malah kebalikannya. Cerita diatas hanyalah fiksi, tapi berisi kritik yang mendalam, bahwa di wamena pendidikan belum masuk dengan baik. Bahkan ada yang mengatakan bahwa mop “3 pace berbicara soal foto”, disesuaikan dengan tingkat kemajuan daerahnya. Sebenarnya saya tidak terlalu ingat antara biak dan sorong mana yang lebih maju, atau mungkin malah bukan daerah itu, tapi saya gunakan saja biak dan sorong, dan yang saya paling ingat adalah daerah wamena. Karena kala itu (atau masih sampai saat ini) wamena selalu mendapat posisi paling tertinggal dalam hal kemajuan dan pengetahuan. Sekali saya tegaskan itu cerita fiksi yang saya dengarkan dari orang lain. Tapi itu penuh dengan kritik keras bagi pembangunan Negara Indonesia ini.

Seolah-olah si pencerita ingin menyampaikan bahwa “kok bisa ada orang yang berpikir seperti pace wamena ini ditengah pembangunan yang terus berjalan seperti ini? Kok bisa ada orang yang berpikir seperti pace wamena ini ditengah derasnya era globalisasi?

Pada akhirnya MOP sebagai sebuah kebiasaan anak-anak papua harus terus dilakukan. MOP harus terus diceritakan diantara kerumunan orang berkumpul, diantara bapak-bapak yang lagi jaga malam, dan dimanapun. Karena MOP bukan hanya berisi lucu-lucuan, tapi berisi banyak gagasan akan kehidupan masyarakat papua.

MOP harus terus dilestarikan bahkan kalau bisa di-nasional-kan bagusnya lagi di-dunia-kan, agar suara-suara minor yang jarang didengar, bisa didengar, diperhatikan dan diambil tindakan, tapi jangan melalui pendekatan militer dong~

Bagi saya yang hanya lahir, dan besar selama 15 tahun di papua, saya selalu berharap agar papua selalu baik-baik saja, damai, sejahtera, dan mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Dan segera bisa pulang ke sana lagi. Hehe

tulisan ini pernah di upload juga di website Pucukmera.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar