Minggu, 11 April 2021

PROLOG : RAMADHAN YANG TIDAK BENAR-BENAR DITUNGGU! (RAMADHAN MENULIS JILID 2)

 

Apakah kita benar-benar menanti Ramadhan? Benarkah kita senang Ramadhan datang? Seharusnya seperti itu. tapi tunggu dulu!

Kita tidak benar-benar menunggu kedatangan Ramadhan. Kita tidak benar-benar senang kedatangan Ramadhan. Kita tidak benar-benar Bahagia bertemu Ramadhan. Tidak perlu menyangkalnya, kita hanya bahagia dengan euforianya, kita hanya senang dengan ritual keagamaannya yang meriah. Kita hanya senang dengan pertemuan bersama orang yang dicintai ketika akan Lebaran. Walaupun ada aja beberapa orang yang senang secara utuh dengan kehadiran tamu yang mulia untuk umat beragama islam.



Saya baru saja membaca tafsir karya Ahmad Mushthafa Al-Maraghi dengan Judul Tafsir Al-Maraghi. Baru kali ini saya membaca tafsir Al-Quran, dan didalam buku tersebut banyak sekali pembahasan yang menarik perhatian saya. Tapi karena ini membahas soal Bulan Ramadhan dan Ibadah Puasa, maka saya membuka Tafsir Surah Al-Baqarah 183 -185. Yang membahas soal Ibadah Puasa. Bahkan banyak sekali penjelasan seperti seputar sejarah budaya puasa. Ternyata puasa ini sudah dikenal jauh ketika jaman mesir kuno, orang-orang yang hidup di jaman mesir kuno sudah membiasakan diri untuk menahan hawa nafsunya, dan juga berhasil menyebar sampai ke yunani dan romawi.

Bahkan dalam beberapa tafsir ini berisikan soal bagaimana manfaat dan rahasia diwajibkannya ibadah puasa ini. puasa bagi kebanyakan orang adalah suatu ibadah yang berat, tidak bisa makan dan minum di pagi sampai sore, padahal waktu-waktu itulah waktu dimana manusia menghabiskan energinya dengan mencari nafkah, berbeda dengan penggangguran yang menghabiskan energinya dengan mencari lowongan kerja di internet. Lanjut. Juga bagi mereka yang sudah beristri atau bersuami, kehidupan berumah tangga, seperti hubungan suami istri menjadi terbatasi. Makna dari semua ini adalah melatih mental seorang manusia untuk bisa menahan diri dari segala godaan duniawi. Ketika mental manusia sudah naik tingkat, maka kehidupannya pun gampang diatur oleh dirinya sendiri.

Sebuah hadits Shahih menyebutkan bahwa “Puasa itu adalah sebagian dari sabar”. Tentu sangat benar sekali. Manusia yang bahkan tidak bisa mengendalikan sabarnya tidak akan pernah menang melawan godaan hawa nafsunya. Di seri-seri yang akan datang saya ingin membahas soal kekuatan Sabar dan surah Al-Baqarah : 45.

Bahkan ketika jaman dulu, kaum watsani meyakini bahwa puasa adalah ibadah untuk menangkal murka dari pada dewa. Mereka percaya bahwa dewa akan mengabulkan permintaanya apabila mereka menyiksa, membunuh dan meniadakan nafsu syahwatnya.

La’allakum tattaqun” agar kamu bertakwa. Ada beberapa sisi yang membuat puasa menjadi jalan paling dekat untuk sampai pada ketaqwaan pada Allah SWT.

Pertama, dengan puasa kita melatih untuk selalu takut akan hadirnya Allah dimanapun kita berada dan bersembunyi. Sebab ketika puasa tidak ada satu orangpun yang berhak menjadi pengawas kecuali Allah SWT. Seseorang bisa saja mengatakan dia masih berpuasa, tapi ternyata dia sudah makan, sudah minum bahkan sudah berhubungan badan dengan istri/suaminya beberapa jam yang lalu. Manusia bisa dikelabui, Tapi Tuhan yaitu Allah SWT tidak bisa,  sepintar dan secerdas apapun manusia itu. manusia yang sudah sampai pada tahap berhasil meninggalkan keinginan duniawi ketika ramadhan seperti makanan enak, minuman segar, bahkan pasangan yang menggoda, sudah membudayakan ketaqwaan kepada sang pecipta. Dan tentunya budaya ini menghasilkan Rasa malu kepada Allah yang tanpa henti mengawasi segala tindak tanduk manusia di dunia.

Bagi siapapun yang memiliki rasa malu kepada Tuhannya, maka tindakan-tindakan seperti penipuan, kekerasan, kerusakan, korupsi, main curang, dan segala tindak kemungkaran akan ditinggalkan secara total. tapi apabila dia melakukan kemunkaran tersebut, maka dia akan langsung memohon ampun dan bertobat. Kejadian ini tertuliskan dengan jelas dalam Firman Allah Surah Al-A’raf : 201, yang artinya :

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, merekapun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (Al-A’raf : 201)

Kedua, Puasa menurunkan ketegangan dalam masalah nafsu syahwat. Dalam buku tafsir ini dijelaskan bahwa maksud dari menurunkan dan menangkal ketegangan ini  adalah menjaga kemaluan, sehingga mengurangi keinginan untuk bersetubuh dengan lawan jenis.

Ketiga, Puasa tentunya mengingatkan kita kepada orang-orang miskin yang susah makan, orang-orang fakir yang hanya bisa makan 2 hari sekali. Sehingga timbul rasa cinta, kasih dan sayang kepada sesama manusia, yang bentuk praksisnya adalah berinfak, bersodaqoh dan berzakat.

Keempat, puasa membuktikan bahwa semua manusia itu sama. Tidak ada satupun yang membedakan, apalagi hanya karena status sosial manusia. Bapak jokowi sebagai presiden tetap  harus puasa dari adzan subuh berbunyi sampai dengan adzan magrib berbunyi sama pula seperti para orang jalanan yang harus tidur di bawah kolong jembatan, mereka diwajibkan untuk puasa penuh juga. Jangan hanya karena orang-orang dengan status sosial tinggi bisa mendahului buka puasanya.

Kelima, Puasa menimbulkan keteraturan, yang termanifestasi dari kapan sahur, kapan harus berhenti sahur, dan kapan waktunya berbuka. Tidak ada yang boleh mendahului waktu berbuka dan tidak ada yang boleh melebihi batas untuk sahur.

Keenam, Puasa adalah langkah baik untuk membersih organ tubuh dan zat atau bahkan kotoran yang ada di dalam tubuh. Dia sebagai sarana yang baik untuk membersihkan raga manusia, dan itu diakui oleh banyak ilmuan dunia.

Setelah begitu banyak hal yang tertuliskan, coba kita renungkan ulang kembali. Apakah kita sudah benar-benar menunggu kedatangan ramadhan atau hanya sekedar menunggu euforianya yang meriah?

banyak orang yang berubah beriman ketika bulan ramadhan, tapi kembali lagi menjadi dirinya yang melakukan kemunkaran dan dosa setelah ramadhan. Saya tidak bilang, saya bukan orang seperti itu. selama 25 tahun saya hidup, sayapun orang brengsek yang melakukan itu, bahkan di bulan ramadhan, saya masih sempet melakukan keburukan dan dosa. Maka saya mengajak diri saya sendiri dan kawan-kawan sekalian untuk menyambut ramadhan dengan hati yang benar-benar utuh, dengan tujuan yang benar-benar mulia. Menyambut ramadhan dengan alasan euforianya pun tidak apa-apa selama itu adalah jalan menuju ketaqwaan, jangan sampai menjadi tujuan. Seperti percakapan Mas basar, mas Kabul dan pak tarya di meja makan kala itu. mereka meyakini bahwa syariat adalah jalan bukan Tujuan dari beragamaanya seorang manusia. Karena toh tujuan Nabi Muhammad di utus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Begitu kesimpulan diskusi ringan mereka bertiga di meja makan selepas sholat jum’at. (dikutip dari novel karya Ahmad Tohari, yang judulnya Orang-orang proyek).

MARHABAN YA RAMADHAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar