Rabu, 29 Maret 2023

RAMADHAN MENULIS 3. EPS 08 : PIALA DUNIA U-20 VS KEBERPIHAKAN (PART 02)

Kemungkinan buruk lainnya dari kegagalan piala dunia u-20 ini juga berdampak pada liga nasional, misalnya dibanned oleh fifa, yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Dari dibannednya itu, tentu banyak dampak buruk, entah itu kena ke pemain bolanya sendiri, management, orang-orang yang berada dalam lingkungan sepak bola, bahkan pelaku usaha yang ikut dalam lingkaran sepak bola, seperti pengusaha sepatu, jersey tim dll. Saya setuju bahwa rejeki itu ditangan Tuhan, jadi tidak perlu takut. Setuju dan sangat setuju! tapi bukannya ini malah menutup lapak rejeki orang lain? Ajaran agama, bahkan moral, dan nilai masyarakat sangat melarang orang untuk menutup dan mencegah kran rejeki orang lain. Bukannya kita sering melihat orang saling baku hantam hanya karena saling sikut kepentingan soal rejeki.

Dalam islam, juga diajarkan bahwa Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum hingga mereka mengubahnya sendiri. Penafsirannya sangat banyak sekali, dan penafsirannya juga bisa sangat masuk ke masalah rejeki di permasalahan sepak bola. Intinya kita harus berusaha untuk dapat merubah kondisi. Bayangkan ketika kita kecil ditanya pengen jadi apa. Lalu menjawab “pemain bola”, dan gurumu berkata “bagus. Kalau begitu rajinlah berlatih dan berlatih”. Dan ketika besar akan mengikuti ajang sepak bola, malah terhenti.

Ungkapan “rejeki ditangan Tuhan, jangan takut” tidak segampang membalikkan telapak tangan, bahkan bisa sangat sulit apabila syaraf tangan kita sedang bermasalah. Misalnya Indonesia terdampak banned dari fifa, sehingga berdampak buruk bagi perekenomian sepak bola dan lingkarannya, tidak segampang bilang “yaudah kalau dibanned, cari pekerjaan lain aja, rejeki datang dari mana aja”, tidak segampang itu men. Mereka para pemain bola sudah menghabiskan bertahun-tahun untuk sepak bola. Uang, waktu, tenaga, bahkan menumpahkan keringat, darah dan air mata. tentunya mereka tidak sekedar bermimpi bermain sepak bola karena kecintaan saja, mereka juga meyakini bahwa dengan bermain bola bisa mendapatkan rejeki untuk hidup. Omong kosong menurutku orang yang bermimpi bermain bola secara professional hanya untuk memuaskan hasrat kecintaan akan hobinya saja.

Mereka sudah mencurahkan semua waktunya untuk sepak bola, sehingga untuk focus kepada hal lain, mungkin sangat tidak mungkin, walaupun tidak menutup kemungkinan ada yang seperti. Sehingga tidak gampang bilang “cari pekerjaan lain aja” sedangkan keahlian mereka adalah mengolah si kulit bundar. Kecuali, ingin kerja di depan computer, menunggu perintah pimpinan untuk mengetik, atau foto copy dokumen, dan sisanya bermain zuma.

Banyak dilemma yang terjadi, termasuk di kepala saya. Beberapa argumentasi orang yang ingin tetap piala dunia u-20 jalan, adalah seperti “biarkan Israel datang, ketika mereka datang kita serang secara psikis di lapangan, kita kibarkan bendera palestina dan lain sebagainya serang psikis di lapangan” terlepas ada yang mengatakan bahwa mengibarkan bendera atau membawa pesan-pesan politik di lapangan bisa di denda, dan dihukum, karena saya toh tidak mengerti aturan itu, tapi kita harus melihat lebih luas lagi. Ternyata serangan psikis, pengibaran bendara tidak efektif sama sekali, Israel masih tetap membombardir palestina.

Lihat saja perhelatan di Qatar kemarin. Maroko, juara 4 piala dunia, setiap bermain selalu mengibarkan bendera palestina, atau para wartawan Israel yang habis-habisan diejek oleh para penonton piala dunia, bukan hanya para pendukung Negara islam, atau Negara arab, tapi Negara lainnya, seperti pernah ada warga jepang yang menolak di wawancara, lalu ada juga warga brazil, dan beberapa yang lainnya. bahkan pernah ada berita seorang pemain bintang seperti Cristiano Ronaldo tidak mau berjabat tangan dengan pemain Israel karena kejahatan mereka. Atau yang terbaru ketika swiss mengalahkan Israel, dimana pendukung swiss mengibarkan bendera palestina. Menurutmu apakah Israel akan sadar? Bagiku tidak. Malah mereka menganggap itu hanya sekedar perang psikis di lapangan, setelah selesai pertandingan, maka selesai pula perang tersebut.

Maka ada kebenaran dalam aksi penolakan dan pemboikotan Israel. Setidaknya aksi itu menggambarkan sikap politik Indonesia, yang sayangnya Indonesia bukan Negara kuat,malah bisa disebut Negara kelas dua. Sehingga sikap politiknya kurang diperhitungkan. Yang mana menimbulkan ketakutan masyarakat seperti pengkucilan oleh Negara-negara lain atas sikap Indonesia.

Ada lagi argument dari para pendukung piala dunia u-20 tetap jalan “setidaknya kalau jadi tuan rumah, harus menerima Negara apapun, karena itu konsekuensinya menjadi tuan rumah piala dunia u-20”. Masuk akal bukan? Saya tidak tau analogy ini cocok atau tidak, tapi coba saya paparkan. “misalnya kamu dan kelompokmu ingin naik sebagai pimpinan di kampusmu, tapi kamu tidak suka dengan kelompok lain, sehingga kamu berharap mereka tidak ikut, tapi aturan mengatakan siapa aja boleh mendaftar sebagai calon pimpinan selama ia mahasiswa kampus situ dan menaati aturan-aturan yang ada. Apa yang harus kamu lakukan? Ada dua, yang pertama, kalahkan mereka dalam pertarungan tersebut. Yang kedua agak brutal, ubah aturan tersebut.

Dalam kasus piala dunia u-20, tentunya kita Cuma punya satu pilihan yaitu bertarung, kita tidak bisa  menggunakan opsi kedua, yaitu mengubah aturan, karena kita tidak punya kuasa untuk kesana.

Dibalas “bagaimana dengan Russia yang dibanned?”, makanya saya bilang tadi, kata kuncinya adalah kuasa. “yang membanned Russia adalah Negara-negara penguasa dunia, Negara-negara besar yang berdiri di puncak, sehingga ketika mereka membanned Russia, Negara lain tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi ketika fifa menyetujuinya.

Saya setuju barat standard ganda, mereka selalu melakukan itu. Apalagi ketika kepentingan mereka yang terluka. Mereka marah besar ketika kepentingan mereka yang diserang, tapi mereka kadang lupa telah menyerang kepentingan yang lain. Tapi men, siapa sih orang yang cukup bodoh untuk menyerang dirinya sendiri yang sangat mungkin menjatuhkan harga dirinya? Siapa orang yang cukup bodoh tetap diam ketika kepentingannya diserang?

Sebenarnya masih sangat banyak argument yang bisa dipaparkan, lalu dibantah atau dikuatkan. Segala argumentasi selalu akan kuat bila punya sisi teoritis dan prakteknya. Entah mereka yang memegang prinsip untuk menolak, ataupun mereka yang tetap ingin lanjut. Walaupun ketika tulisan ini terbit di blog ini, keputusan fifa sudah bulat untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah.

Jujur saya sangat dilemma dalam kondisi ini, saya lumayan bimbang dalam mengambil keputusan untuk diri saya sendiri. Saya adalah fans soekarno, ketika mahasiswa dulu, kamar kos saya pernah terpampang muka soekarno sangat besar dengan kata-kata mutiara disampingnya. Saya selalu bangga ngefans dengan beliau, walaupun banyak juga keburukan yang ia buat. Tenang, saya bukan fans konservatif, dan kolot. Saya lumayan moderat untuk ngefans dengan sesuatu atau seseorang.

Pun saya adalah pecinta bola sejati, walaupun sangat tidak pandai bermain bola. kadang kala teman-teman dulu sering bilang “kamu ini dari papua, tapi gak jago main bola”, maklum kala itu persipura adalah raksasa liga, sehingga mereka berpikir semua orang papua dan yang tinggal di papua jago main bola. Kebiasaan generalisasi masyarakat yang buruk. 

Ketika kecil sampai lulus smp, salah satu permainan yang sering dimainkan adalah sepak bola, dimanapun itu. Di depan rumah yang halaman kecil dan tidak rata, atau di halaman rumah orang lain yang berbentuk tanjakan, yang kau tidak perlu usaha untuk menendang bola, tinggal digelindingkan, bola akan otomatis berjalan ke gawang. Walaupun sempat perhatian saya terhadap bola berkurang karena masuk di asrama madrasah, sehingga kehilangan akses, ditambah ketika mahasiswa s1, saya disibukkan dengan dunia organisasi, yang semakin membuat kendor. Kembali serius mengikuti sepak bola ketika piala dunia Qatar lalu. Apalagi ketika sang kuda hitam maroko melaju jauh, dan argentina juara. sebenarnya saya bukan pendukung argentina, saya sudah cukup sakit hati mendukung belanda di piala dunia 2010. Saya lebih senang mendukung para kuda hitam seperti jepang, korea, maroko, arab dll. Makanya kabar arab mengalahkan argentina kala itu sangat menggetarkan hati, atau ketika jepang mengalahkan jerman yang saya tonton sendiri. Di piala dunia Qatar, jujur saya hanya ingin melihat messi mengangkat piala dunia, makanya saya senang dengan kemenangan argentina, messi menjadi idola ketika kami kecil dulu. Ketika teman saya “menggocek-gocek bola”, selalu saja dibilang begini “messi, messi, masih messi”. Messi menjadi icon pemain handal yang jago mengolah bola.

Makanya saya lumayan dilemma dengan kondisi ini, maka saya putuskan untuk menyimpan keberpihakan saya rapat-rapat dan tidak menyampaikannya disini. Tidak mengapa saya disebut pecundang dan pengecut sekaligus bedebah karena tidak menyampaikan keberpihakan, karena terlalu banyak sekali pikiran yang berputar-putar di kepala saya dan tidak bisa dibendung. Toh apalah saya, keputusan dan keberpihak dariku bukan sesuatu yang penting, bahkan tulisan-tulisan ramadhan menulis yang saya tuliskan, dibaca tidak lebih dari 100, jangankan 100, 50 saja tidak tembus. Jadi tak mengapa juga menjadi pecundang kali ini.

Sebagai penutup saya ingin bercerita tentang “guru online” saya, pak fahruddin faiz, ketika ditanya soal keberpihakan terhadap suatu isu. Pak faiz dalam kesempatannya di ngaji filsafat pernah bilang begini “saya bukanlah orang yang ahli dalam isu tersebut, walaupun saya sudah punya pandangan sendiri. Tapi terlepas dari itu, pandangan saya buat apa, saya bukan siapa-siapa. Jadi buat apa juga pandangan saya” bijaksana sekali pak~

ADZAN MAGHRIB YANG DITUNGGU : MALAM UNTUK MELAUT (EPS 08)

 “bu, hari ini rama makan sahur di rumah Imam”

“lah kok di imam?”

“iya bu, lagi ada kumpul juga sama anak-anak”

“ya kan bisa pulang waktu sahur ram?”

“gak enak bu, udah di ajak soalnya”

“yaudah deh kalau begitu. Jangan aneh-aneh ya”

“Siap perintah, Laksanakan!”


Hari ini ramadhan hari ke-3 (tiga), tidak terasa tinggal 26 hari lagi. 

Jadi malam ini AKU dan teman-teman akan ngumpul di tempat imam, untuk main, ngobrol dan sampai nanti sahur bareng. Kita berenam bersepakat untuk ada hari dimana rumah masing-masing di antara kita akan di pakai tempat untuk ngumpul, ngobrol sampai dengan sahur dan subuh datang. Dan hari ini waktunya imam yang menjadi tuan rumah

Seperti kuceritakan di awal, imam ini laki-laki berperawakan kurus, tinggi dan berkacamata. Walaupun badannya kurus tapi dia tergolong orang yang berani, bahkan ketika ada ribut dan kerusuhan, dia selalu berdiri paling depan untuk menjaga ataupun menantang lawan. Dia punya tiga adik, satu laki-laki dan dua perempuan. Semuanya masih duduk di bangku sekolah, yang laki-laki kelas tiga SMA, yang perempuan satunya kelas satu SMA, satunya lagi kelas dua SMP.

Karena kebutuhan yang banyak, Imam akhirnya memilih untuk tidak lanjut kuliah dan membantu bapak ibunya mencari nafkah. Padahal Ia tergolong anak yang cerdas dan pintar. Bahkan bisa dibilang kecerdasannya melebihi kita berlima. Dia mungkin menerapkan ilmu padi, “semakin tinggi, maka semakin merunduk”. Semakin dia berpengetahuan dan berwawasan, semakin merasa tidak tau apa-apa. Dia sangat tidak menampakkan kecerdasannya. 

Ada yang bilang sebab dia pakai kacamata adalah karena rajinnya ia membaca buku, bahkan di tengah malam. Maka pantas kalau dia cerdas dan pintar. 

.

Sampai juga di rumahnya

“yang lain mana mam?” tanyaku mengambil posisi duduk di kursi yang sudah disediakan

“lagi jalan kesini mungkin” balasnya sambil mengunyah gorengan

“bapak, ibu dan adik-adikmu di dalam?”

“iyaa, pada nonton tv” balas imam sambil menunjuk ke dalam rumah

Aku memerhatikan rumahnnya, tidak ada perubahan, kecuali warna cat rumahnya. 

Ketika lagi memerhatikan rumahnya, Aku terganggu oleh barang-barang melautnya yang berantakan. “itu kok di taruh di situ mam?” tanyaku sambil menunjuk barang-barang melautnya

“oh kan emang disitu aku narohnya” balasnya

“ohhh gitu. Kirain” balasku mengangguk-ngangguk

“kirain apa?” tanya imam

Baru mau kujawab, tiba-tiba muncul harry, dion, bagas dan adit dari jauh. Dan kebiasaan harry dan dion, teriak-teriak sambil memanggil nama orang yang disapanya. Mereka tidak paham kalau ini malam, waktunya istirahat. Aku yang duduk di kursi plastik itu segera berbalik badan dan menatap mereka. 

“bisa gak, datang gak teriak-teriak!” kataku menatap tajam mereka berdua

“ya gimana lagi ram, udah kebiasaan” kata harry membela diri

“kebiasaan sih kebiasaan, tapi tau keadaan dong. Udah malam ini waktunya orang istirahat. Kirain ini desa punya nenekmu” balasku sedikit emosi 

Bagaimana tidak emosi, teriaknya bisa membuat perkumpulan kita didatangi warga.

“kenapa ram, sensitif amat” ejek dion

Mereka tertawa.

“ini rantang yang kamu suruh bawa mam” kata adit sambil menyerahkan rantang tersebut ke imam

“untuk apa rantang itu mam?” tanyaku melihat rantang bertingkat itu. sedikit mecurigakan.

“nanti juga tau. Aku masuk dulu bentar” balas imam

Kami di tinggal berlima di luar

“kira-kira untuk apa itu rantang ya?” tanya dion ke kami semua

“bodoh kali kau yon, ya untuk makanan lah, apalagi” balas harry penuh senyum

“giliran makanan cepat kali kau yaa. Lama-lama ku sobek-sobek itu lambungmu” balas dion dengan khas tatapan tajamnya

Kami tertawa.

.

“Nah sudah siap” kata imam yang keluar dari rumah. Sudah dengan dua rantang di tangannya, dan bajunya yang telah berganti

“Ram, kau bawa itu dayung” kata imam sambil menunjuk dayung kayu

“Kau harry, bawa itu jaring-jaring ikan” suruh imam lagi

“kau yon, bawa itu alat-alat pancingan. Ada 5 itu, jangan kurang loh” kata imam sambil menunjukkan isyarat 5 jarinya

“dan kamu dit, bawa itu jirigen isi bahan bakar” kata imam sambil menunjuk jirigen di belakang kursiku

“yuk berangkat!”

“lah, mau kemana mam?” tanyaku bingung. Bukannya kita akan nongkrong di rumahnya, kenapa tiba-tiba diajak pergi gini, dan di suruh bawa barang-barang melautnya lagi

“iya mam mau kemana, buat apa pergi makan-makan bawa jaring ikan sih?” tanya harry yang juga ikut kebingungan. 

“mau kemana mam?” tanya bagas

“Kita pergi melaut dong” kata imam dengan santainya

Kami semua kaget. 

“gak usah kaget gitu. Yuk lah, berangkat, itu barang bawaannya di bawa” kata imam sambil berjalan menjauh

Segera kami berlima mengambil barang Yang tadi di tugaskan. Di tengah jalan kami terus memprotes imam

“lah gak bilang kalau mau melaut kamu mam” ucapku protes. dari awal harusnya aku bertanyakan lebih dalam lagi kenapa alat melautnya terbongkar begitu saja di depan rumah

“iya ini. Besok aja lah ngelautnya mam” kata dion

“gak bisa kalau besok, keluargaku makan apa entar” balas imam yang tetap berjalan meninggalkan kami

“yaa kalau gitu kenapa gak bilang sih, biar kita atur ulang jadwalnya” ngoceh dion mengejar imam

“sekali-kali lah kalian melaut. Kenali laut, laut itu indah” balas imam

“iya tau, laut itu indah, tapi kan gak gini juga dong” balasku jengkel

Imam berhenti berjalan, lalu mendekati dan merangkulku “ram, kamu sebagai orang kota harus dibiasakan hidup gini, biar gak lupa sama kehidupan sebenarnya” katanya, lalu melepas rangkulannya dan lanjut berjalan.

Saya dan dion terus mengoceh sedangkan bagas dengan ciri khasnya diam saja, dan adit dengan kesantaiannya berjalan tenang, sedangkan harry pun begitu, aku yakin yang di kepalanya Cuma makanan yang ada di rantang yang dipegang imam. 

Lumayan lama kami berjalan, sekitar 30 menitan, belum juga melaut, aku sudah kecapekan, berbeda dengan mereka berlima yang masih juga kuat. 

“begitulah orang kota, jarang olahraga, kerjanya depan komputer, hirupnya  asap knalpot dan polusi udara. Jalan segini aja udah ngos-ngosan” kata dion mengejek. tampangnya cukup menjengkelkan. segera ingin kubalas, tapi nafasku saja belum teratur dengan baik

“ini baru juga 30 menit ram” tambah harry. Harry pun masih kuat, walaupun badannya besar, tapi dia kuat dan sehat. 

“tapi tadi banyak tanjakannya har, makanya capek!” kataku coba membela diri

“buktinya harry gak capek, kamu aja yang lemah” balas dion lagi

Aku sudah tau, pasti jawabannya begitu. Aku menyerah berargumen.

Kami berjalan mendekati sebuah kapal yang lumayan besar.

“kenapa melautnya harus malam sih mam! Di laut kan gelap, gak ada lampu” tanya dion

“alah, sok jagoan. Giliran gelap, takut juga” balasku. akhirnya aku punya amunisi untuk membalasnya

“karena nelayan memanfaatkan angin darat yon” jelas bagas. Nah, kalau bagas sudah menjelaskan berarti itu sudah pasti penting, walaupun yang lebih pantas menjelaskan adalah imam sebagai nelayan aslinya.

“trus kenapa kalau angin darat?” tanya dion

“bodoh kali kau rupanya. SMP dulu kerjaanmu Cuma gangguin orang terus sih, sampai angin darat saja tidak tau” samber harry

“macam tau aja kau har” balas dion sambil menunjuk tajam harry

“ya tau lah, begitu mah kecil. Jelaskan gas” kata harry

Hahaha, kami tertawa, tapi dion tidak

“intinya angin darat itu terjadi di malam hari, dimana angin dari darat itu berhembus ke laut. Nah angin itulah yang di gunakan nelayan untuk melaut” jelas bagas

“oh begitu toh, tapi masa Cuma itu doang. Kan ada mesin yang bisa menjalankan perahu, tidak perlu pakai kekuatan angin” kata dion mengangguk

“setauku Cuma itu yon” jawab bagas

“masih ada lagi alasannya kenapa malam” kata imam yang lagi sibuk menaikkan barang ke atas perahunya

“apaan mam?” tanya dion

“karena malam itu terjadi proses konduksi, yaitu perpindahan kalor dengan zat penghantar yang tanpa disertai perpindahan bagian-bagian zat itu, sedangkan malam hari, di laut terjadi proses Konveksi, yaitu perpindahan kalor dengan zat penghantar yang disertai perpindahan bagian-bagian Zat itu. Air laut paling bawah energi kalornya lebih tinggi dari air laut paling atas, sehingga energi kalornya berpindah ke atas, dan plankton-plankton juga ikut ke atas. Nah, plankton itu kan makanan ikan, jadi pastinya ikan juga ikut naik ke atas. Itulah yang memudahkan nelayan untuk dapat ikan. Dan juga jaring ikan kan tidak bisa menjangkau laut yang dalam, makanya ikan harus naik ke atas biar lebih mudah di tangkap” jelas imam yang begitu panjang.

Kami berlima Cuma mengangguk sok mengerti. 

“Paham gak yon?” tanyaku

“di paham-pahamkan sajalah ram. Sakit kepalaku mikir begitu” kata dion sambil ketawa. Kamipun ikut tertawa.

“dan lagi yon, sambung ke omongannya bagas tadi soal angin darat, ketika pagi, nelayan memanfaatkan angin laut, yaitu angin yang berhembus dari laut ke darat, inilah yang membantu nelayan kembali ke daratan. Makanya banyak pasar ikan itu pagi, karena baru dari laut, dan pasti hasil tangkapannya segar-segar” tambah imam lagi.

Lagi lagi kami Cuma mengangguk sok mengerti.

“segitu detail amat jelasinnya mam” kata adit yang daritadi duduk di atas pasir pantai

“haha. Iya dit. Biar kalian makin percaya dengan saya, kalau saya bisa melaut. Saya tidak hanya menunjukkan pengalaman dan praktek, tapi juga paham teorinya. Bukan begitu ram? Orang kota kan begitu, teori dan praktek harus sama! Padahal tidak semua teori selalu sama dengan realitas di lapangan” kata imam.

Gila ini orang, cerdas parah. Pikirannya lebih modern dari orang modern. Dia berkali-kali menghantam saya dengan pikiran majunya. Saya yang kuliah saja merasa rendah sekali. 

“yuk naik” kata imam.

Aku berjalan mendekati imam dan berkata sambil sedikti berbisik “keren banget mam teorinya”

Mendengar kataku, imam memberhentikan langkahnya untuk naik perahu, dan Memandangku, lalu berkata “barusan aku liat di blog orang. Bukannya mahasiswa kebanyakan gitu ya, mencari jawaban di blog saja, padahal belum bisa dipertanggung jawabkan kevalidannya”.

cih, dia selalu tidak lupa dengan sindiran "orang kota" dan "mahasiswa”nya kepadaku.

.

Imam segera naik ke atas perahu, begitu juga denganku dan adit yang segera menyusulnya

“woi bantulah” kata harry

“makanya diet-dietlah sedikit, berat kalipun kalau kau ku angkat” kata dion yang membantu harry naik

“tidak usah banyak bicara. Cepat dorong lah” kata harry

“ini sudah ku dorong har, ini juga perahu pake goyang-goyang segala lagi” keluh dion

“iyalah bodoh, laut ini pasti goyang. Kalau mau tenang di daratan saja” kata balas harry

“tidak usah banyak cakap kau. Cepat naik. Kau juga gas, jangan Cuma liat, sini bantu” kata dion sedikit marah. Segera bagas berjalan membantu dion. Akhirnya harry naik juga di atas kapal

“oh ini ada tangga ternyata” kata imam di tengah ngos-ngosan dion dan bagas di bawah

Dion dengan mata melotot memandangi imam dan berkata “awas ya kau mam. Otak memang pintar, tapi kelakuan kayak setan. Udah mau patah rasanya tulang ini angkat harry, trus baru kau turunkan itu tangga”. Kami tertawa melihat emosi dion, dan dion tidak, dia masih berusaha mengatur napasnya.

“cepatlah yon” kata imam lagi

“iya iya. Ini juga lagi naik” balas dion

Perjalanan melaut kami pun dimulai, mencari ikan untuk hidup esok hari. 

RAMADHAN MENULIS 3. EPS 07 : PIALA DUNIA U-20 VS KEBERPIHAKAN (PART O1)

Israel dan piala dunia u-20. Rumit sekali. Dua kepentingan yang saling bertabrakan, satunya membahas prinsip yang satu membahas kemajuan sepakbola Indonesia. jujur sangat membingungkan memilih diantara keduanya.  pertempuran gagasan yang mungkin tidak akan berhenti sampai waktu yang tidak ditentukan juga kapan~


Semua argumen punya dalil kuat, dan sama-sama bisa dipertahankan. Yang menolak Israel, berpegang teguh pada prinsip kenegaraan “penjajah di atas dunia harus dihapuskan” dan berpegang teguh pada prinsip lama salah satu founding father Indonesia yaitu soekarno tentang palestina dan Israel. Walaupun ada beberapa yang disangkutpautkan dengan islam dan kemanusiaan Sedangkan mereka yang ingin tetap piala dunia u-20 lanjut juga punya argument kuat, seperti kemajuan sepak bola Indonesia, kemungkinan timbulnya keburukan yang lebih parah seperti dibanned oleh fifa, mengubur mimpi banyak anak muda yang hidup dari sepak bola dan lain-lain. Sebuah dilemma bukan?

Saya selalu percaya bahwa orang yang memegang prinsip hidupnya akan bisa membawa hidupnya dengan baik dan teratur (setidaknya sesuai prinsip hidupnya), malah sangat berbahaya bila manusia terlalu gampang terombang-ambing karena tidak terlalu yakin dengan prinsip dan tidak memperjuangkannya. Saya coba berprasangka baik bahwa mereka yang menolak datangnya Israel dalam piala dunia u-20 murni sebagai pemegang prinsip. Mencoba berprasangka baik memang susah. Saya lebih percaya dengan orang-orang yang berdasar agama yang menolak datangnya Israel dibanding orang-orang yang menolak berdasar prinsip kenegaraan, apalagi mereka “berpakaian” politik. Setidaknya, mereka berdasar keyakinan mereka, tidak ada intrik untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Mereka menolak karena Israel telah membombardir habis-habisan palestina yang notabenenya di kenal Negara islam, bahkan palestina dulu menjadi kiblat pertama umat muslim, bagaimana mungkin umat muslim tidak geram. Orang-orang dan media menggambarkan palestina sebagai Negara islam, walaupun ada masyarakatnya yang non muslim, masyarakat yang menolak karena merasa bahwa saudara seagamanya diperlakukan sangat buruk. Pun berita-berita yang memperlihatkan masyarakat palestina yang ketika sholat malah diserbu, atau dilarang menggunakan masjid Al-aqsha, dan berita-berita yang menyulut kemarahan umat islam. Ataupun beberapa ayat dalam al-quran yang menggambarkan kaum yahudi sebagai musuh umat muslim jaman dulu. Seperti yang saya katakan, setidaknya mereka memperjuangkan keyakinan mereka tanpa intrik pribadi.

Juga mereka yang menolak atas dasar kemanusiaan. Sangat jelas terlihat bahwa Israel banyak sekali melanggar kemanusiaan, walaupun tidak ada tindakan yang pasti dari dunia internasional. Sehingga beberapa orang yang menolak Israel juga adalah bentuk protes terhadap Israel dan kejahatan kemanusiaan yang mereka lakukan.

Dibanding alasan kemanusiaan atau keagamaan, para penolak yang berdasar undang-undang dan “berpakaian” politik susah untuk dipercaya. Sangat sulit untuk berprasangka baik terhadap orang “berpakaian politik”. Banyak sekali informasi yang berputar-putar dan terdengar masuk akal di kepala kita. Seperti misalnya mereka (politisi pribadi ataupun kelompok (partai politik)) yang menolak Israel, disangkutpautkan dengan keingin mereka untuk mendapat suara dari kelompok islam, karena memperjuangkan palestina selalu identic dengan kelompok islam. Tidak hanya itu, penolakan juga disangkutpautkan dengan keinginan mereka untuk memperkuat posisi mereka di mata para nasionalis, tentu memperjuangkan undang-undang dasar Negara, prinsip kenegaraan, dan mempertahankan keyakinan founding father adalah pusatnya para nasionalis. Kalau berbicara politik, memang sangat susah untuk menggunakan logika umum, kita harus menggunakan logika tingkat tinggi, atau bisa menggunakan logika manipulative.

Saya tidak bilang bahwa penolakan atas dasar prinsip kenegaraan yang dilontarkan para politisi dan partai politik itu manipulative, tapi di dunia politik kita tidak pernah tau apa isi aslinya sebuah keputusan dan kebijakan. Pernah dengan meme begini “anda sopan kami curiga”, ini adalah sindiran keras untuk politik, bahwa mencari sesuatu yang murni di ranah politik itu susahnya luar biasa. Saya akan berusaha untuk berprasangka baik!

Tapi dari penolakan itu, tentunya banyak lagi kerugian yang menghampiri Indonesia beserta rakyatnya. Yang sekarang ramai di media social adalah para pemain sepak bola tanah air yang begitu kecewa, apalagi mereka yang harusnya ikut ajang perlombaan dunia tersebut. Yang paling keras terdengar di telinga kita adalah frasa “mengubur mimpi anak bangsa”. Frasa ini keluar dari seorang pemain timnas, ia merasa kecewa terhadap keputusan tersebut. Dan memang menyakitkan. Tersebar foto para pemain timnas yang menangis dan wajah mereka yang sangat sedih dan kecewa, mungkin juga menahan marah. Saya yang melihatnya pun lumayan sakit dan terpukul.

Saya pernah dengar ungkapan begini “cita-cita terbesar seorang pemain sepak bola professional adalah bisa berlaga di piala dunia dan bonus terbesarnya adalah menjadi juara dunia tersebut”. Saya sangat setuju dengan ungkapan itu. Semua orang yang bermimpi pada satu profesi pasti sangat memimpikan berdiri pada puncak profesinya. Mereka yang menjadi anggota polisi setidaknya bermimpi bisa menjadi jendral tertinggi polisi, mereka yang menjadi pekerja di perusahaan setidaknya bermimpi menjadi direktur di perusahaan tersebut, begitupula dengan pemain bola. Puncak tertinggi para pemain bola adalah berlaga di piala dunia. Kenapa? Karena kalau dibandingkan dengan liga, ia masih bisa terus main setiap tahunnya, ataupun liga champions yang sangat bergensi, ia masih bergulir tiap tahunnya. Tapi piala dunia berbeda, karena perhelatan yang berkala, dan skalanya satu dunia. Bayangkan kita adalah beberapa orang yang terpilih tampil diantara jutaan pemain bola, bahkan kita menjadi orang terpilih diantara anak bangsa. Dan tentunya menjadi pusat tontonan dunia.  Men, gilaaa! Pemain bola mana yang tidak mau mendapat kesempatan itu.

Walaupun banyak juga orang yang mengatakan kalau “tidak perlu berbangga, kita masuk Cuma lewat jalur khusus, jalur tuan rumah. Kalau gak jadi tuan rumah juga gak bakal masuk”. Saya tidak mau mengomentari sikap pesimis, tapi saya selalu meyakini begini, bahwa “dalam segala urusan, memulai itu adalah hal yang sangat susah”. Ini adalah garis start, awal kita memulai ikut andil dalam ajang dunia, maka menjadi permulaan yang luar biasa, terlepas nantinya hasilnya baik atau buruk. Seperti Qatar di pialau dunia lalu, mereka harusnya berbenah bahwa banyak yang perlu ditambal seiring dengan hasil buruk mereka di piala dunia.

Yang perlu dilakukan manusia dalam hidupnya adalah berdiri di garis start. Bagaimana kita bisa mengikuti sebuah “pertandingan” kalau kita tidak berdiri di garis start. Sebagai seorang wibu saya selalu menonton anime yang dalam serialnya ada membahas soal garis start, mereka meyakini bahwa yang berdiri di garis start adalah awal yang luar biasa, sisanya adalah berjuang sepenuhnya.

Memulai adalah kunci. Langkah pertama adalah kunci. Sama dengan semua tulisan-tulisan yang saya tuliskan. Kadang saya selalu terhenti di “apa yang harus saya tuliskan di awal”. Perlu sekitar 30 menitan sampai 1 jam untuk akhirnya mendapat kata dan kalimat pertama, setelah semua itu saya dapatkan, akhirnya mengalir begitu saja.

Dan saya rasa piala dunia u-20 adalah garis start Indonesia untuk berlomba di ajang dunia, tidak hanya berputar di lingkaran asia tenggara yang bahkan tidak tuntas-tuntas. “makanya dituntaskan dulu baru melaju ke dunia”. Masuk akal, tapi tidak keren. Mungkin yang aktif di medsos pernah nonton video influencer yang bilang soal ngopi di lobi hotel dengan harga 80 ribu, dan kamu akan lihat kehidupan orang kaya. Argument itu tidak sepenuhnya salah, setidaknya ketika disangkutpautkan dengan masalah sepak bola ini. Toh di asia tenggara, kita bukan tim papan tengah ibarat sebuah liga, kita adalah tim papan atas, selalu mendapat posisi puncak, walaupun selalu runner-up, setidaknya bisa disebut sudah tuntas walaupun belum sempurna. Tapi mengikuti ajang piala dunia adalah hal yang berbeda juga luar biasa. Seperti minum kopi 80 ribu di lobi hotel,  bagi penafsiranku, si influencer ingin membuat kita “tertampar” bahwa begitulah cara orang kaya berpikir dan bekerja”. Sama halnya dengan piala dunia tadi, kalau hasilnya buruk, Indonesia harusnya “tertampar” bahwa mereka masih sangat jauh untuk berdiri dengan Negara lain  meraih puncak, harus banyak berbenah. kalau hasilnya bagus, lebih bagus lagi. Ternyata kita sudah lumayan untuk tingkat dunia, tinggal lebih memperbaiki secara maksimal. 

ADZAN MAGHRIB YANG DITUNGGU : SAHUR PERTAMA BERUJUNG PERSIDANGAN (EPS 07)

 “Rama! bangun, sahur”

“iya bu”

“ayoo. Iya iya terus”

“ini udah bangun bu"

yaudah berdiri dari tempat tidurnya"

"ini udah berdiri bu"

"kalau udah berdiri, jalan sini."

"iya bu"

"iya iya terus dari tadi kamu ini!!"

"ini juga lagi jalan bu”

“yaudah sini makan”

“oke bu”

walaupun umurku sudah seperempat abad, dibangunkan seperti anak kecil dengan penuh omelan adalah hal yang menyenangkan. ya walaupun aku memang tergolong orang yang susah bangun juga, apalagi ketika kondisi lagi dirumah, udara sejuk  yang masuk lewat celah-celah jendela membuat kamar dan kasur begitu nyaman untuk ditiduri.

Kegiatan yang sudah lama tidak saya lakukan, sahur pertama di bulan ramadhan bersama keluarga. tujuh kali Ramadhan berlalu dengan kesendirian. begitulah kalau menjadi anak rantau. Bang toyib tiga kali puasa, tiga kali lebaran gak pulang-pulang. Lah aku dua kali lipatnya bang toyib, harusnya ada penyanyi yang sudi membuatkan lagu untukku kehebatanku tidak pulang-pulang

Yang paling dirindukan bukan ketika makan sahurnya, tapi setelah itu. Ngobrol-ngobrolnya. Kegiatan makan kami dilewati dengan cepat, tanpa ada obrol-obrolan, tapi setelah itu baru ada percakapan-percakapan.

“gimana sahur pertama hari ini ram?” tanya bapak yang baru saja memakan potongan terakhir tempenya. Tumbem sekali beliau bertanya seperti itu, bapak bukanlah orang yang seperti itu, basa-basi dan sebagainya. 

“ iya pak. Alhamdulillah tahun ini bisa di rumah” jawabku sambil menatap bapak. berbeda denganku, bapak tidak membalas menatapku, beliau masih asik memakan tempenya sambil merapikan sendok dan garpunya

“biasanya sama siapa disana?”

“sama teman-teman pak. Di dekat kos dulu ada masjid yang siapin sahur kok” balasku

“oh iya, baru tau kalau ada masjid yang menyediakan sahur juga” kata bapak. kali ini bapak menoleh melihatku, sepertinya sebuah masjid yang menyediakan sahur adalah informasi yang baru baginya. ya memang sangat jarang masjid yang menyediakan sahur, kecuali di 10 hari terakhir bulan ramadhan

“disana banyak masjid yang seperti itu pak. Disana kan banyak mahasiswa dan perantau” jelasku antusias. walaupun bukan asli dari sana, tapi saya lumayan bangga pernah hidup di tempat kuliahku dulu, entah kekuatan magis apa yang membuatku lumayan bangga, senang dan antusias ketika berbicara soal daerah tempatku kuliah

“oh begitu yaa. Baik juga orang-orang disana” sambung ibu yang lagi mengupas pepaya. di keluarga kami, buah di konsumsi setelah makan berat, walaupun kata banyak orang itu terbalik, harusnya makan buah dulu baru makan berat, aku juga tidak tau kebenarannya, dan tidak merasa punya urgensi untuk mengetahui informasi itu.

“iya bu. Kampus juga sering bagiin sahur kok, tapi stoknya Cuma sedikit, jadi banyak yang tidak dapat. Sehingga nyari di masjid lain. Kalau gak yaa makan di warung bu” jelasku

“kenapa gak belanja di warung aja?” tanya fitri yang duduk tepat di depanku

“kalau ada yang gratis, buat apa bayar fit” balasku sambil mengangkat bahu. benar kan? kalau ada yang memberi secara gratis, kemana kita harus mengeluarkan uang lagi. hidup hemat itu penting, walaupun hemat dan pelit beda tipis memang. seperti yang sering dibilang orang-orang 'kalau ada yang mudah, kenapa harus yang susah', masuk akal bukan?

.

“aku juga mau nanya dong bang” kata suci mengacungkan tangan, dia pikir sedang melakukan seminar sampai perlu mengangkat tangan

“nanya apaan? Emang saya apaan ditanya-tanya” balasku dengan muka kesal. sebenarnya aku tidak sepenuhnya kesal, cuma kadang-kadang pertanyaan yang keluar dari mulut adik kecilku ini diluar nalar.

“abang gak pernah sahur dengan pacar?” tanya suci dengan muka antusiasnya

“pertanyaan macam apa itu, sangat tidak penting untuk dijawab” jawabku protes

“yaelah bang, gak papa sih pengen tau” pinta suci dengan muka memelasnya

“aku juga pengen tau bang” tambah fitri sambil mengacungkan tangan. mereka pikir meja sahur ini seminar 

“iya ram, ibu juga. Udah umur dua puluh lima, masa belum ada?” tambah ibu sambil menatapku

“belum ada apaan bu? Sudah ada kok” kataku menatap balik ibu

“wah beneran bang, bawa ke rumah dong” balas suci yang kali ini terlihat sangat senang, 

“apa sih. Bahas yang lain aja” protesku sambil membuang muka. melihat wajah adik perempuanku yang begitu senang, malah membuatku jengkel

“iyaa bang. Aku setuju sama suci. Kalau gak di bawa, setidaknya namanya aja deh” tambah fitri menggoda. fitri bukanlah orang yang pengen tau, kalau bahasa gaulnya kepo, tapi kalau yang mulai adalah suci, fitri jadi ikutan kepo.

“iya kan bu? Masa bang rama gak ngasih tau kita sih” ucap suci ke ibu dengan senyum lebarnya.

“iyaa. Kabar bahagia mah harus di bagi-bagi” timpa ibu yang beres memotong dadu pepaya tadi

“apa-apaan ini. Kok malah ngomongin aku sih. Kebiasaan banget ya ibu-ibu ini, kerjanya ngerumpi. Bulan ramadhan ini, berhenti gosip dulu” balasku dengan wajah yang kubuat seperti orang marah. aku tidak tau apakah ekpresi itu akan membuat mereka berhenti bertanya soal itu atau tidak, tapi sedikitnya mereka menangkap sinyalku soal ketidaknyamananku ditanya soal pacar atau pasangan

“iya bu. Pelit amat dah bang rama” Kata fitri cemberut

“heh ibu-ibu. Ini udah mau subuh. Tolong untuk berhenti gosip yaa. Nanti puasa anda-anda sekalian tidak diterima. Iya kan pak ya?” kataku menunjuk satu-satu mereka, setelah itu menatap bapak untuk mendapat dukungan pada forum aneh ini

“iya ram. Ibu kamu bener. Bapak juga pengen tau, kamu udah punya belum?” jawab bapak yang sekali lagi tidak melihatku tapi asik menatap pepaya diatas piringnya

Lah, bapak ternyata ikut-ikutan juga. Sahur pertama bukannya senang, malah di sidang di meja makan, dan dicerca pertanyaan yang tidak penting, sebenarnya penting, tapi menjawab pertanyaan itu tidak segampang membalikkan telapak tangan.

“Nah, bapak aja setuju kok bang. Cepetan ih” paksa suci menatapku tajam

“gak ada suci!” balasku mendorong kepalanya yang berusaha mendekatiku

“emang gak ada, karena bang rama kan belum move on dari mba rani” timpa fitri dengan santainya, dia tidak sadar kalau sedang memperkeruh keadaan.

“heh apaan, jangan ngawur” balasku melotot. informasi yang tidak harusnya keluar di forum keluarga

“loh kok ibu gak tau kalau rama pernah sama rani?” tanya ibu dengan wajah penasarannya.

Mulut fitri memang bikin masalah, jadi melebar kemana-mana, harusnya saya bilang dari tadi saja, ini malah melebar ke rani segala

“emang gak ada bu, fitri ini ngomong sembarang aja” koreksiku segera

“ibu gak nanya kamu kok ram, ibu nanya fitri. Kapan itu fit?” kata ibu menyuruhku diam dengan jari telunjuknya. aku hanya garuk-garuk kepala. 

“sudah lama bu, tapi cintanya bertepuk sebelah tangan sih” jelas fitri “iya kan bang?” tambahnya mengkonfirmasi

“gak, ngawur aja” balasku membuang muka.

“yaudah, kenapa gak sama rani lagi aja. Rani udah sendiri itu” kata ibu menggoda

“apaan sih bu” balasku “aneh-aneh aja, iya kan pak?” tambahku. Untuk memperkuat posisiku di meja makan ini, aku harus ada bekingan yang kuat, bapak contohnya. Walaupun bapak tadi setuju dengan obrolan yang lalu, tapi untuk pembahasan rani, saya yakin bapak berpihak padaku

“iya bener ram” balas bapak

Nah sudah saya bilang juga apa, bapak pasti beprihak padaku, walaupun di kubu sebelah 3 orang, ibu suci dan fitri, tapi kalau di pihakku ada bapak, bahkan 100 orangpun juga kalah.

“apanya yang benar pak?” tanya ibu menatap bapak

“ya bener lah bu. Mumpung rani masih sendiri, kenapa gak. Rama juga keliatan cocok dengan rani kok” kata bapak yang asik mengunyah pepaya

Allahuakbar, ternyata saya sudah skakmat. Maju kena, mundur kena, belok kiri nabrak, belok kanan ditabrak. 

“emang ibu punya duit untuk saya dan rani?” tanyaku. sengaja pertanyaan ini keluar untuk membungkam mereka, setidaknya saya tau bahwa kami bukan orang yang punya banyak uang untuk menikah dengan gampang

“wah bang rama mau nikahin mba rani, beneran?” tanya suci penuh antusias. kembali ia memajukan kepalaku mendekatku

“kamu ini ya, kalau masalah cinta-cintaan cepat amat. Masih kecil juga” kataku sambil mendorong pelan kepalanya

“iih apaan sih bang ram. Aku nanya beneran kok. Iya kan bu?” kata suci

“emang kalau ibu ada uang, kamu mau nikah dengan rani?” tanya ibu balik sambil melipat tangan dan menatapku tajam

Pertanyaan apa ini, aku tidak berharap pertanyaan ini yang muncul. Darimana juga ibu punya uang untuk membiayai pernikahan, apalagi rani kan orang yang dipandang, tidak mungkin nikah modal ke KUA aja.

“kayak ibu ada uang aja!” kataku menyerang balik. Tenang, kami kalau bertemu sering begini kok. Ini bukan praktek menjadi durhaka seorang anak pada ibunya

“ibu ada, kalau Cuma 200 juta mah punya. Iya kan pak?”

“iya bu. Ada beberapa tanah yang bisa di jual kok” tambah bapak

Apa-apaan ini, jangan-jangan obrolan ini sudah disiapkan jauh-jauh hari.  

“hayooo bang rama. Itu ibu udah ada uangnya. Kita langsung sahkan saja” tembak fitri

“Sial, sial, sial” Umpatku dalam hati. Mau menyerang malah di serang balik. 

“gimana ram, abis puasa yaa. Bulan syawal bagus loh” tanya ibu lagi

“gimana apanya bu. Bulan syawal memang dari dulu bagus kok” jawabku panik. Kenapa malah jadi sudah berbicara teknis sih. Aku belajar organisasi bertahun-tahun, kalau mau buat acara, konsep acaranya dulu digarap sampai matang baru bicara teknis, ini konsepnya belum jelas, udah ngomong teknis aja

“asiik. Bulan syawal aku punya kakak perempuan” teriak suci sambil berdiri membuat meja makan kami bergetar

Segera aku tarik suci duduk dan menjitak kepalanya

“iiiih sakit bang!” kata suci cemberut memegang kepalanya

“gak usah aneh-aneh lah bu” balasku

Ternyata suara adzan menyelamatkanku, kalau tidak, bisa dihakimi terus. terima kasih ya Allah, Engkau memang baik.

“wah udah adzan tu. Yuk subuhan” kataku sambil berdiri.

Aku harus segera mengambil langkah seribu untuk meninggalkan meja makan yang telah berubah menjadi meja persidangan. sebelum melangkah pergi, bapak memberhentikanku

“Ramadhan!” 

Bapak selalu punya aura yang berbeda, apalagi kalau sudah menyebut namaku atau kedua adikku dengan lengkap.

“iya pak?” balasku yang terdiam tidak berani meninggalkan meja makan

“jadi gimana usul ibu tadi?” tanya bapak menatapku tajam. walaupun aku dalam kondisi berdiri, sedangkan bapak dalam kondisi duduk, tapi aku malah yang merasa tertekan oleh auranya. Pertanyaan yang selalu dingin dan penuh tekanan berbahaya. Jawabannya harus benar dan tidak boleh asal, atau bisa mendapat balasan yang tidak mengenakkan. 

“kayaknya saya harus keluarkan kartu as ini, untuk menyelamatkanku dari pertanyaan dingin bapak” pikirku

“gak pak, saya sudah ada kok. Beneran!” balasku

“siapa?” balas bapak lagi. Ngomong “siapa” aja kayak harimau yang mau menerkam mangsa.

“ada pak, teman KKN dulu” balasku sambil menatap suci dan fitri. aku tidak berani menatap mata bapak, matanya lebih menakutkan dari apapun

“beneran bang?” tanya suci ikut berdiri. Entah kenapa adikku yang satu ini paling suka kalau ngomong soal percintaan. Terlalu keseringan nonton drama percintaan, buat otaknya teracuni.

“siapa?” tanya bapak lagi

Lagi dan lagi, kata “siapa” penuh aura berbahaya

“April namanya pak” balasku cepat.

“beneran ram?, kenalin sama ibu sih ram” ucap ibu dengan senyum khasnya. senyum ibu selalu luar biasa bagiku

Ya pada akhirnya seperti ini. Aku akhirnya tau, kalau senjata terakhir mereka bertiga adalah bapak, karena Cuma bapak yang bisa membuatku tidak berdaya.

“udah adzan bu. Nanti kapan-kapan deh rama ceritain yaa” balasku untuk segera menyelamatkan diri. Bapakpun sudah beranjak pergi dari meja makan.

“oke bang, di tunggu cerita soal mba aprilnya” balas fitri dengan penuh senyum kemenangan

“akhirnya abang aku punya pasangan” teriak suci keras.

.

Akhirnya kalah telak. Sidang di meja makan kali ini, berakhir dengan aku divonis akan menceritakan seseorang. 

Tapi tungggu dulu! April!? Apa yang harus saya ceritakan.

Ini mah bukan kartu AS, ZONK! Ternyata aku lagi mempersiapkan bom bunuh diri.