Kemungkinan buruk lainnya dari kegagalan piala dunia u-20 ini juga berdampak pada liga nasional, misalnya dibanned oleh fifa, yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Dari dibannednya itu, tentu banyak dampak buruk, entah itu kena ke pemain bolanya sendiri, management, orang-orang yang berada dalam lingkungan sepak bola, bahkan pelaku usaha yang ikut dalam lingkaran sepak bola, seperti pengusaha sepatu, jersey tim dll. Saya setuju bahwa rejeki itu ditangan Tuhan, jadi tidak perlu takut. Setuju dan sangat setuju! tapi bukannya ini malah menutup lapak rejeki orang lain? Ajaran agama, bahkan moral, dan nilai masyarakat sangat melarang orang untuk menutup dan mencegah kran rejeki orang lain. Bukannya kita sering melihat orang saling baku hantam hanya karena saling sikut kepentingan soal rejeki.
Dalam islam,
juga diajarkan bahwa Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum hingga mereka
mengubahnya sendiri. Penafsirannya sangat banyak sekali, dan penafsirannya juga
bisa sangat masuk ke masalah rejeki di permasalahan sepak bola. Intinya kita
harus berusaha untuk dapat merubah kondisi. Bayangkan ketika kita kecil ditanya
pengen jadi apa. Lalu menjawab “pemain bola”, dan gurumu berkata “bagus. Kalau begitu
rajinlah berlatih dan berlatih”. Dan ketika besar akan mengikuti ajang sepak
bola, malah terhenti.
Ungkapan “rejeki
ditangan Tuhan, jangan takut” tidak segampang membalikkan telapak tangan,
bahkan bisa sangat sulit apabila syaraf tangan kita sedang bermasalah. Misalnya
Indonesia terdampak banned dari fifa, sehingga berdampak buruk bagi
perekenomian sepak bola dan lingkarannya, tidak segampang bilang “yaudah kalau
dibanned, cari pekerjaan lain aja, rejeki datang dari mana aja”, tidak
segampang itu men. Mereka para pemain bola sudah menghabiskan bertahun-tahun
untuk sepak bola. Uang, waktu, tenaga, bahkan menumpahkan keringat, darah dan air
mata. tentunya mereka tidak sekedar bermimpi bermain sepak bola karena
kecintaan saja, mereka juga meyakini bahwa dengan bermain bola bisa mendapatkan
rejeki untuk hidup. Omong kosong menurutku orang yang bermimpi bermain bola
secara professional hanya untuk memuaskan hasrat kecintaan akan hobinya saja.
Mereka sudah
mencurahkan semua waktunya untuk sepak bola, sehingga untuk focus kepada hal
lain, mungkin sangat tidak mungkin, walaupun tidak menutup kemungkinan ada yang
seperti. Sehingga tidak gampang bilang “cari pekerjaan lain aja” sedangkan
keahlian mereka adalah mengolah si kulit bundar. Kecuali, ingin kerja di depan computer,
menunggu perintah pimpinan untuk mengetik, atau foto copy dokumen, dan sisanya
bermain zuma.
Banyak dilemma yang
terjadi, termasuk di kepala saya. Beberapa argumentasi orang yang ingin tetap
piala dunia u-20 jalan, adalah seperti “biarkan Israel datang, ketika mereka datang
kita serang secara psikis di lapangan, kita kibarkan bendera palestina dan lain
sebagainya serang psikis di lapangan” terlepas ada yang mengatakan bahwa
mengibarkan bendera atau membawa pesan-pesan politik di lapangan bisa di denda,
dan dihukum, karena saya toh tidak mengerti aturan itu, tapi kita harus melihat
lebih luas lagi. Ternyata serangan psikis, pengibaran bendara tidak efektif
sama sekali, Israel masih tetap membombardir palestina.
Lihat saja
perhelatan di Qatar kemarin. Maroko, juara 4 piala dunia, setiap bermain selalu
mengibarkan bendera palestina, atau para wartawan Israel yang habis-habisan
diejek oleh para penonton piala dunia, bukan hanya para pendukung Negara islam,
atau Negara arab, tapi Negara lainnya, seperti pernah ada warga jepang yang
menolak di wawancara, lalu ada juga warga brazil, dan beberapa yang lainnya.
bahkan pernah ada berita seorang pemain bintang seperti Cristiano Ronaldo tidak
mau berjabat tangan dengan pemain Israel karena kejahatan mereka. Atau yang
terbaru ketika swiss mengalahkan Israel, dimana pendukung swiss mengibarkan
bendera palestina. Menurutmu apakah Israel akan sadar? Bagiku tidak. Malah mereka
menganggap itu hanya sekedar perang psikis di lapangan, setelah selesai
pertandingan, maka selesai pula perang tersebut.
Maka ada kebenaran
dalam aksi penolakan dan pemboikotan Israel. Setidaknya aksi itu menggambarkan
sikap politik Indonesia, yang sayangnya Indonesia bukan Negara kuat,malah bisa
disebut Negara kelas dua. Sehingga sikap politiknya kurang diperhitungkan. Yang
mana menimbulkan ketakutan masyarakat seperti pengkucilan oleh Negara-negara
lain atas sikap Indonesia.
Ada lagi
argument dari para pendukung piala dunia u-20 tetap jalan “setidaknya kalau
jadi tuan rumah, harus menerima Negara apapun, karena itu konsekuensinya
menjadi tuan rumah piala dunia u-20”. Masuk akal bukan? Saya tidak tau analogy ini
cocok atau tidak, tapi coba saya paparkan. “misalnya kamu dan kelompokmu ingin
naik sebagai pimpinan di kampusmu, tapi kamu tidak suka dengan kelompok lain,
sehingga kamu berharap mereka tidak ikut, tapi aturan mengatakan siapa aja
boleh mendaftar sebagai calon pimpinan selama ia mahasiswa kampus situ dan menaati
aturan-aturan yang ada. Apa yang harus kamu lakukan? Ada dua, yang pertama,
kalahkan mereka dalam pertarungan tersebut. Yang kedua agak brutal, ubah aturan
tersebut.
Dalam kasus piala
dunia u-20, tentunya kita Cuma punya satu pilihan yaitu bertarung, kita tidak
bisa menggunakan opsi kedua, yaitu
mengubah aturan, karena kita tidak punya kuasa untuk kesana.
Dibalas “bagaimana
dengan Russia yang dibanned?”, makanya saya bilang tadi, kata kuncinya adalah
kuasa. “yang membanned Russia adalah Negara-negara penguasa dunia, Negara-negara
besar yang berdiri di puncak, sehingga ketika mereka membanned Russia, Negara lain
tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi ketika fifa menyetujuinya.
Saya setuju
barat standard ganda, mereka selalu melakukan itu. Apalagi ketika kepentingan
mereka yang terluka. Mereka marah besar ketika kepentingan mereka yang
diserang, tapi mereka kadang lupa telah menyerang kepentingan yang lain. Tapi men,
siapa sih orang yang cukup bodoh untuk menyerang dirinya sendiri yang sangat
mungkin menjatuhkan harga dirinya? Siapa orang yang cukup bodoh tetap diam
ketika kepentingannya diserang?
Sebenarnya masih
sangat banyak argument yang bisa dipaparkan, lalu dibantah atau dikuatkan. Segala
argumentasi selalu akan kuat bila punya sisi teoritis dan prakteknya. Entah mereka
yang memegang prinsip untuk menolak, ataupun mereka yang tetap ingin lanjut. Walaupun
ketika tulisan ini terbit di blog ini, keputusan fifa sudah bulat untuk
membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah.
Jujur saya
sangat dilemma dalam kondisi ini, saya lumayan bimbang dalam mengambil
keputusan untuk diri saya sendiri. Saya adalah fans soekarno, ketika mahasiswa
dulu, kamar kos saya pernah terpampang muka soekarno sangat besar dengan
kata-kata mutiara disampingnya. Saya selalu bangga ngefans dengan beliau,
walaupun banyak juga keburukan yang ia buat. Tenang, saya bukan fans
konservatif, dan kolot. Saya lumayan moderat untuk ngefans dengan sesuatu atau
seseorang.
Pun saya adalah
pecinta bola sejati, walaupun sangat tidak pandai bermain bola. kadang kala
teman-teman dulu sering bilang “kamu ini dari papua, tapi gak jago main bola”,
maklum kala itu persipura adalah raksasa liga, sehingga mereka berpikir semua
orang papua dan yang tinggal di papua jago main bola. Kebiasaan generalisasi
masyarakat yang buruk.
Ketika kecil
sampai lulus smp, salah satu permainan yang sering dimainkan adalah sepak bola,
dimanapun itu. Di depan rumah yang halaman kecil dan tidak rata, atau di halaman
rumah orang lain yang berbentuk tanjakan, yang kau tidak perlu usaha untuk
menendang bola, tinggal digelindingkan, bola akan otomatis berjalan ke gawang. Walaupun
sempat perhatian saya terhadap bola berkurang karena masuk di asrama madrasah,
sehingga kehilangan akses, ditambah ketika mahasiswa s1, saya disibukkan dengan
dunia organisasi, yang semakin membuat kendor. Kembali serius mengikuti sepak
bola ketika piala dunia Qatar lalu. Apalagi ketika sang kuda hitam maroko
melaju jauh, dan argentina juara. sebenarnya saya bukan pendukung argentina,
saya sudah cukup sakit hati mendukung belanda di piala dunia 2010. Saya lebih
senang mendukung para kuda hitam seperti jepang, korea, maroko, arab dll. Makanya
kabar arab mengalahkan argentina kala itu sangat menggetarkan hati, atau ketika
jepang mengalahkan jerman yang saya tonton sendiri. Di piala dunia Qatar, jujur
saya hanya ingin melihat messi mengangkat piala dunia, makanya saya senang
dengan kemenangan argentina, messi menjadi idola ketika kami kecil dulu. Ketika
teman saya “menggocek-gocek bola”, selalu saja dibilang begini “messi, messi,
masih messi”. Messi menjadi icon pemain handal yang jago mengolah bola.
Makanya saya
lumayan dilemma dengan kondisi ini, maka saya putuskan untuk menyimpan
keberpihakan saya rapat-rapat dan tidak menyampaikannya disini. Tidak mengapa
saya disebut pecundang dan pengecut sekaligus bedebah karena tidak menyampaikan
keberpihakan, karena terlalu banyak sekali pikiran yang berputar-putar di
kepala saya dan tidak bisa dibendung. Toh apalah saya, keputusan dan keberpihak
dariku bukan sesuatu yang penting, bahkan tulisan-tulisan ramadhan menulis yang
saya tuliskan, dibaca tidak lebih dari 100, jangankan 100, 50 saja tidak tembus.
Jadi tak mengapa juga menjadi pecundang kali ini.
Sebagai penutup
saya ingin bercerita tentang “guru online” saya, pak fahruddin faiz, ketika
ditanya soal keberpihakan terhadap suatu isu. Pak faiz dalam kesempatannya di
ngaji filsafat pernah bilang begini “saya bukanlah orang yang ahli dalam isu
tersebut, walaupun saya sudah punya pandangan sendiri. Tapi terlepas dari itu,
pandangan saya buat apa, saya bukan siapa-siapa. Jadi buat apa juga pandangan
saya” bijaksana sekali pak~