Rabu, 22 Maret 2023

RAMADHAN MENULIS 3. EPS 00 : MENYAMBUT RAMADHAN DENGAN HAHA HIHI

Ini tahun ke-empat saya melakukan rutinitas menulis di bulan ramadhan. Tulisan-tulisan itu saya beri judul ramadhan menulis. Alasan saya lumayan sederhana kala itu, saya Cuma ingin ramadhan kala itu dilewati dengan banyak kegiatan. Btw, rutinitas ini lahir tahun 2020, ketika covid melanda dunia, sehingga kegiatan-kegiatan di bulan ramadhan yang biasa saya lakukan seperti tidur siang sampai sore, lalu malamnya nongkrong sampai sahur, yang mana tidak bisa saya lakukan lagi, apalagi seperti nongkrong. Alasan baiknya biar saya lebih aktif dan produktif tapi alasan eksistensialnya adalah biar keliatan keren aja. Alasan yang mulia sekali bung~

Sebagai manusia yang islam selama 27 tahun, ramadhan adalah rutinitas tahunan, setidaknya 20 tahun saya berpuasa dengan sadar dan penuh tanpa bolong, sisanya dilalui dengan menjadi anak kecil yang lucu, sepertinya~

Saya pernah menulis di ramadhan menulis jilid 2, tahun 2021, (https://www.melawansemesta.com/2021/04/prolog-ramadhan-yang-tidak-benar-benar.html)  dimana saya tuliskan bahwa sebagian dari kita mungkin tidak benar-benar menunggu datangnya bulan ramadhan, kita hanya menantikan euforianya, padahal di ceramah-ceramah biasanya para ustadz sering mengatakan bahwa bulan ramadhan adalah bulan yang paling ditunggu oleh umat muslim. Tapi mungkin kebanyakan dari kita tidak. Kita Cuma menanti euphoria buka puasa bareng, sahur on the road, jalan-jalan setelah sholat subuh, ngabuburit, nyari jodoh di antara jamaah tarawih dan euphoria lainnya. Dan kemungkinan besar kita hanya ingin kembali ke kenangan dan moment yang sudah lewat yang bagi kita indah dan menyenangkan, dan kondisi itu hanya bisa terjadi di bulan ramadhan.

Saya pun merindukan moment-moment tersebut. Bermain benteng dan kejar-kejar ketika kecil di halaman masjid, atau moment ketika mubaligh hijrah ketika di madrasah aliyah, atau moment ketika berpuasa di jogja, di temani manusia-manusia tuna asmara.

Moment di jogja adalah salah satu moment paling luar biasa dalam kehidupan bulan ramadhan yang saya pernah lewati. Saya tidak tau di daerah lain ada atau tidak, tapi di jogja kala itu, bukan hanya ada buka bersama di masjid (yang umum dilakukan di manapun), di jogja ada semacam sahur bersama. Jadi masjid-masjid menyediakan sahur untuk masyarakat. Tentunya ini sangat membantu masyarakat terkhusus para perantau dan mahasiswa untuk sahur. Bahkan ada beberapa teman yang tidak mengeluarkan duit makan selama ramadhan, ia hanya mengeluarkan duit untuk beli bensin. Ada lagi moment unik ketika di jogja, kembali lagi saya katakan, “saya tidak tau di daerah lain ada atau tidak” tapi di jogja beberapa masjid besar bahkan menuliskan menu buka puasa mereka di selebaran ramadhan yang disebarkan offline dan online. Jadi kita mahasiswa tau menu buka puasa apa yang akan disediakan oleh masjid A atau masjid B. beberapa teman bahkan sampai punya beberapa selebaran masjid yang melampirkan menu buka puasanya, yang tidak jarang teman saya mengajak saya untuk datang ke masjid tersebut dengan ajakan seperti ini “ayo ke masjid ini, buka puasanya nanti tongseng kambing”. Ah percakapan yang semoga di dengar Allah sebagai ibadah, bukan sekedar cari makan. Dan banyak moment luar biasa yang buat saya merindukan jogja. Mungkin kita semua juga begitu, memiliki moment tersendiri sehingga ramadhan menjadi salah satu waktu yang ditunggu.

Saya tidak tau konsep dibalik itu semua, gabungan moment, kenangan, dan ramadhan. mungkin ada semacam konsep filosofis dan ilmiahnya yang membuat ramadhan menjadi hal yang ditunggu bagi kebanyakan orang, walaupun beberapa orang juga sebal dengan datangnya bulan ramadhan. Tapi terlepas dari itu semua, ada baiknya kita untuk memperbaiki orientasi kita di ramadhan kali ini, tidak hanya mengejar moment dan kenangan indah secara duniawi tapi juga harus secara ukhrawi, memberi makan jiwa batin kita. Puasa memang sementara tidak memberi makan fisik kita, tapi ia memberi makan jiwa batin kita secara penuh.

Sebenarnya saya lumayan bingung ingin menyematkan kata “jilid 4” atau tidak pada judul tiap tulisan nantinya, karena tahun lalu yang harusnya jilid 3, saya tidak menulis apa-apa pada tema “ramadhan menulis”, alasan saya karena ingin menyelesaikan kisah bersambung yang berjudul “adzan maghrib yang ditunggu”. Ini juga program menulis ramadhan saya. Tapi ternyata tidak juga selesai di ramadhan tahun lalu, kemalasan lebih memihak kepadaku. Sama seperti ramadhan menulis, “adzan maghrib yang ditunggu” juga lahir tahun 2020, Cuma awalnya belum bernama “adzan maghrib yang ditunggu”, masih berjudul “ramadhan bercerita”, judulnya simple karena pemeran utamanya bernama ramadhan. Tapi tahun berikutnya, saya pikir judul “ramadhan bercerita” terlalu simple dan kurang estetik, akhirnya saya temukan judul “adzan maghrib yang ditunggu”, saya temukan judul itu karena sangat nyambung dengan ceritanya, kalau penasaran ikut saja ceritanya.

Saya berharap ramadhan kali ini bisa selesai. Sudah 3 kali puasa, 3 kali lebaran tidak selesai-selesai, kalau sampai ramadhan kali ini tidak selesai, maka “adzan magrib yang ditunggu” akan merebut tahta bang thoyib yang tidak pulang-pulang dengan gelar 4 kali puasa, 4 kali lebaran tidak selesai-selesai.

keputusan akhirnya, saya sematkan jilid 3  pada judulnya, akan memalukan kalau saya menulis "ramadhan menulis 4" tapi yang ke-3 saja tidak ada. selain menciderai perjuangan orang tua saya yang mengajari berhitung, juga mencoreng nama saya sebagai alumni fakultas teknik yang tiap hari bermain-main dengan angka~

Cukup sekian prolog saya kali ini, singkat, padat, tidak jelas dan tidak filosofis. Jangan berharap ke-filosofi-an dari saya yang hidupnya cuma haha hihi, dan menonton anime di kala senggang dan sibuk. Saya ucapkan MARHABAN YA RAMADHAN!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar