Rabu, 29 Maret 2023

RAMADHAN MENULIS 3. EPS 07 : PIALA DUNIA U-20 VS KEBERPIHAKAN (PART O1)

Israel dan piala dunia u-20. Rumit sekali. Dua kepentingan yang saling bertabrakan, satunya membahas prinsip yang satu membahas kemajuan sepakbola Indonesia. jujur sangat membingungkan memilih diantara keduanya.  pertempuran gagasan yang mungkin tidak akan berhenti sampai waktu yang tidak ditentukan juga kapan~


Semua argumen punya dalil kuat, dan sama-sama bisa dipertahankan. Yang menolak Israel, berpegang teguh pada prinsip kenegaraan “penjajah di atas dunia harus dihapuskan” dan berpegang teguh pada prinsip lama salah satu founding father Indonesia yaitu soekarno tentang palestina dan Israel. Walaupun ada beberapa yang disangkutpautkan dengan islam dan kemanusiaan Sedangkan mereka yang ingin tetap piala dunia u-20 lanjut juga punya argument kuat, seperti kemajuan sepak bola Indonesia, kemungkinan timbulnya keburukan yang lebih parah seperti dibanned oleh fifa, mengubur mimpi banyak anak muda yang hidup dari sepak bola dan lain-lain. Sebuah dilemma bukan?

Saya selalu percaya bahwa orang yang memegang prinsip hidupnya akan bisa membawa hidupnya dengan baik dan teratur (setidaknya sesuai prinsip hidupnya), malah sangat berbahaya bila manusia terlalu gampang terombang-ambing karena tidak terlalu yakin dengan prinsip dan tidak memperjuangkannya. Saya coba berprasangka baik bahwa mereka yang menolak datangnya Israel dalam piala dunia u-20 murni sebagai pemegang prinsip. Mencoba berprasangka baik memang susah. Saya lebih percaya dengan orang-orang yang berdasar agama yang menolak datangnya Israel dibanding orang-orang yang menolak berdasar prinsip kenegaraan, apalagi mereka “berpakaian” politik. Setidaknya, mereka berdasar keyakinan mereka, tidak ada intrik untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Mereka menolak karena Israel telah membombardir habis-habisan palestina yang notabenenya di kenal Negara islam, bahkan palestina dulu menjadi kiblat pertama umat muslim, bagaimana mungkin umat muslim tidak geram. Orang-orang dan media menggambarkan palestina sebagai Negara islam, walaupun ada masyarakatnya yang non muslim, masyarakat yang menolak karena merasa bahwa saudara seagamanya diperlakukan sangat buruk. Pun berita-berita yang memperlihatkan masyarakat palestina yang ketika sholat malah diserbu, atau dilarang menggunakan masjid Al-aqsha, dan berita-berita yang menyulut kemarahan umat islam. Ataupun beberapa ayat dalam al-quran yang menggambarkan kaum yahudi sebagai musuh umat muslim jaman dulu. Seperti yang saya katakan, setidaknya mereka memperjuangkan keyakinan mereka tanpa intrik pribadi.

Juga mereka yang menolak atas dasar kemanusiaan. Sangat jelas terlihat bahwa Israel banyak sekali melanggar kemanusiaan, walaupun tidak ada tindakan yang pasti dari dunia internasional. Sehingga beberapa orang yang menolak Israel juga adalah bentuk protes terhadap Israel dan kejahatan kemanusiaan yang mereka lakukan.

Dibanding alasan kemanusiaan atau keagamaan, para penolak yang berdasar undang-undang dan “berpakaian” politik susah untuk dipercaya. Sangat sulit untuk berprasangka baik terhadap orang “berpakaian politik”. Banyak sekali informasi yang berputar-putar dan terdengar masuk akal di kepala kita. Seperti misalnya mereka (politisi pribadi ataupun kelompok (partai politik)) yang menolak Israel, disangkutpautkan dengan keingin mereka untuk mendapat suara dari kelompok islam, karena memperjuangkan palestina selalu identic dengan kelompok islam. Tidak hanya itu, penolakan juga disangkutpautkan dengan keinginan mereka untuk memperkuat posisi mereka di mata para nasionalis, tentu memperjuangkan undang-undang dasar Negara, prinsip kenegaraan, dan mempertahankan keyakinan founding father adalah pusatnya para nasionalis. Kalau berbicara politik, memang sangat susah untuk menggunakan logika umum, kita harus menggunakan logika tingkat tinggi, atau bisa menggunakan logika manipulative.

Saya tidak bilang bahwa penolakan atas dasar prinsip kenegaraan yang dilontarkan para politisi dan partai politik itu manipulative, tapi di dunia politik kita tidak pernah tau apa isi aslinya sebuah keputusan dan kebijakan. Pernah dengan meme begini “anda sopan kami curiga”, ini adalah sindiran keras untuk politik, bahwa mencari sesuatu yang murni di ranah politik itu susahnya luar biasa. Saya akan berusaha untuk berprasangka baik!

Tapi dari penolakan itu, tentunya banyak lagi kerugian yang menghampiri Indonesia beserta rakyatnya. Yang sekarang ramai di media social adalah para pemain sepak bola tanah air yang begitu kecewa, apalagi mereka yang harusnya ikut ajang perlombaan dunia tersebut. Yang paling keras terdengar di telinga kita adalah frasa “mengubur mimpi anak bangsa”. Frasa ini keluar dari seorang pemain timnas, ia merasa kecewa terhadap keputusan tersebut. Dan memang menyakitkan. Tersebar foto para pemain timnas yang menangis dan wajah mereka yang sangat sedih dan kecewa, mungkin juga menahan marah. Saya yang melihatnya pun lumayan sakit dan terpukul.

Saya pernah dengar ungkapan begini “cita-cita terbesar seorang pemain sepak bola professional adalah bisa berlaga di piala dunia dan bonus terbesarnya adalah menjadi juara dunia tersebut”. Saya sangat setuju dengan ungkapan itu. Semua orang yang bermimpi pada satu profesi pasti sangat memimpikan berdiri pada puncak profesinya. Mereka yang menjadi anggota polisi setidaknya bermimpi bisa menjadi jendral tertinggi polisi, mereka yang menjadi pekerja di perusahaan setidaknya bermimpi menjadi direktur di perusahaan tersebut, begitupula dengan pemain bola. Puncak tertinggi para pemain bola adalah berlaga di piala dunia. Kenapa? Karena kalau dibandingkan dengan liga, ia masih bisa terus main setiap tahunnya, ataupun liga champions yang sangat bergensi, ia masih bergulir tiap tahunnya. Tapi piala dunia berbeda, karena perhelatan yang berkala, dan skalanya satu dunia. Bayangkan kita adalah beberapa orang yang terpilih tampil diantara jutaan pemain bola, bahkan kita menjadi orang terpilih diantara anak bangsa. Dan tentunya menjadi pusat tontonan dunia.  Men, gilaaa! Pemain bola mana yang tidak mau mendapat kesempatan itu.

Walaupun banyak juga orang yang mengatakan kalau “tidak perlu berbangga, kita masuk Cuma lewat jalur khusus, jalur tuan rumah. Kalau gak jadi tuan rumah juga gak bakal masuk”. Saya tidak mau mengomentari sikap pesimis, tapi saya selalu meyakini begini, bahwa “dalam segala urusan, memulai itu adalah hal yang sangat susah”. Ini adalah garis start, awal kita memulai ikut andil dalam ajang dunia, maka menjadi permulaan yang luar biasa, terlepas nantinya hasilnya baik atau buruk. Seperti Qatar di pialau dunia lalu, mereka harusnya berbenah bahwa banyak yang perlu ditambal seiring dengan hasil buruk mereka di piala dunia.

Yang perlu dilakukan manusia dalam hidupnya adalah berdiri di garis start. Bagaimana kita bisa mengikuti sebuah “pertandingan” kalau kita tidak berdiri di garis start. Sebagai seorang wibu saya selalu menonton anime yang dalam serialnya ada membahas soal garis start, mereka meyakini bahwa yang berdiri di garis start adalah awal yang luar biasa, sisanya adalah berjuang sepenuhnya.

Memulai adalah kunci. Langkah pertama adalah kunci. Sama dengan semua tulisan-tulisan yang saya tuliskan. Kadang saya selalu terhenti di “apa yang harus saya tuliskan di awal”. Perlu sekitar 30 menitan sampai 1 jam untuk akhirnya mendapat kata dan kalimat pertama, setelah semua itu saya dapatkan, akhirnya mengalir begitu saja.

Dan saya rasa piala dunia u-20 adalah garis start Indonesia untuk berlomba di ajang dunia, tidak hanya berputar di lingkaran asia tenggara yang bahkan tidak tuntas-tuntas. “makanya dituntaskan dulu baru melaju ke dunia”. Masuk akal, tapi tidak keren. Mungkin yang aktif di medsos pernah nonton video influencer yang bilang soal ngopi di lobi hotel dengan harga 80 ribu, dan kamu akan lihat kehidupan orang kaya. Argument itu tidak sepenuhnya salah, setidaknya ketika disangkutpautkan dengan masalah sepak bola ini. Toh di asia tenggara, kita bukan tim papan tengah ibarat sebuah liga, kita adalah tim papan atas, selalu mendapat posisi puncak, walaupun selalu runner-up, setidaknya bisa disebut sudah tuntas walaupun belum sempurna. Tapi mengikuti ajang piala dunia adalah hal yang berbeda juga luar biasa. Seperti minum kopi 80 ribu di lobi hotel,  bagi penafsiranku, si influencer ingin membuat kita “tertampar” bahwa begitulah cara orang kaya berpikir dan bekerja”. Sama halnya dengan piala dunia tadi, kalau hasilnya buruk, Indonesia harusnya “tertampar” bahwa mereka masih sangat jauh untuk berdiri dengan Negara lain  meraih puncak, harus banyak berbenah. kalau hasilnya bagus, lebih bagus lagi. Ternyata kita sudah lumayan untuk tingkat dunia, tinggal lebih memperbaiki secara maksimal. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar