Rabu, 29 Maret 2023

RAMADHAN MENULIS 3. EPS 08 : PIALA DUNIA U-20 VS KEBERPIHAKAN (PART 02)

Kemungkinan buruk lainnya dari kegagalan piala dunia u-20 ini juga berdampak pada liga nasional, misalnya dibanned oleh fifa, yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Dari dibannednya itu, tentu banyak dampak buruk, entah itu kena ke pemain bolanya sendiri, management, orang-orang yang berada dalam lingkungan sepak bola, bahkan pelaku usaha yang ikut dalam lingkaran sepak bola, seperti pengusaha sepatu, jersey tim dll. Saya setuju bahwa rejeki itu ditangan Tuhan, jadi tidak perlu takut. Setuju dan sangat setuju! tapi bukannya ini malah menutup lapak rejeki orang lain? Ajaran agama, bahkan moral, dan nilai masyarakat sangat melarang orang untuk menutup dan mencegah kran rejeki orang lain. Bukannya kita sering melihat orang saling baku hantam hanya karena saling sikut kepentingan soal rejeki.

Dalam islam, juga diajarkan bahwa Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum hingga mereka mengubahnya sendiri. Penafsirannya sangat banyak sekali, dan penafsirannya juga bisa sangat masuk ke masalah rejeki di permasalahan sepak bola. Intinya kita harus berusaha untuk dapat merubah kondisi. Bayangkan ketika kita kecil ditanya pengen jadi apa. Lalu menjawab “pemain bola”, dan gurumu berkata “bagus. Kalau begitu rajinlah berlatih dan berlatih”. Dan ketika besar akan mengikuti ajang sepak bola, malah terhenti.

Ungkapan “rejeki ditangan Tuhan, jangan takut” tidak segampang membalikkan telapak tangan, bahkan bisa sangat sulit apabila syaraf tangan kita sedang bermasalah. Misalnya Indonesia terdampak banned dari fifa, sehingga berdampak buruk bagi perekenomian sepak bola dan lingkarannya, tidak segampang bilang “yaudah kalau dibanned, cari pekerjaan lain aja, rejeki datang dari mana aja”, tidak segampang itu men. Mereka para pemain bola sudah menghabiskan bertahun-tahun untuk sepak bola. Uang, waktu, tenaga, bahkan menumpahkan keringat, darah dan air mata. tentunya mereka tidak sekedar bermimpi bermain sepak bola karena kecintaan saja, mereka juga meyakini bahwa dengan bermain bola bisa mendapatkan rejeki untuk hidup. Omong kosong menurutku orang yang bermimpi bermain bola secara professional hanya untuk memuaskan hasrat kecintaan akan hobinya saja.

Mereka sudah mencurahkan semua waktunya untuk sepak bola, sehingga untuk focus kepada hal lain, mungkin sangat tidak mungkin, walaupun tidak menutup kemungkinan ada yang seperti. Sehingga tidak gampang bilang “cari pekerjaan lain aja” sedangkan keahlian mereka adalah mengolah si kulit bundar. Kecuali, ingin kerja di depan computer, menunggu perintah pimpinan untuk mengetik, atau foto copy dokumen, dan sisanya bermain zuma.

Banyak dilemma yang terjadi, termasuk di kepala saya. Beberapa argumentasi orang yang ingin tetap piala dunia u-20 jalan, adalah seperti “biarkan Israel datang, ketika mereka datang kita serang secara psikis di lapangan, kita kibarkan bendera palestina dan lain sebagainya serang psikis di lapangan” terlepas ada yang mengatakan bahwa mengibarkan bendera atau membawa pesan-pesan politik di lapangan bisa di denda, dan dihukum, karena saya toh tidak mengerti aturan itu, tapi kita harus melihat lebih luas lagi. Ternyata serangan psikis, pengibaran bendara tidak efektif sama sekali, Israel masih tetap membombardir palestina.

Lihat saja perhelatan di Qatar kemarin. Maroko, juara 4 piala dunia, setiap bermain selalu mengibarkan bendera palestina, atau para wartawan Israel yang habis-habisan diejek oleh para penonton piala dunia, bukan hanya para pendukung Negara islam, atau Negara arab, tapi Negara lainnya, seperti pernah ada warga jepang yang menolak di wawancara, lalu ada juga warga brazil, dan beberapa yang lainnya. bahkan pernah ada berita seorang pemain bintang seperti Cristiano Ronaldo tidak mau berjabat tangan dengan pemain Israel karena kejahatan mereka. Atau yang terbaru ketika swiss mengalahkan Israel, dimana pendukung swiss mengibarkan bendera palestina. Menurutmu apakah Israel akan sadar? Bagiku tidak. Malah mereka menganggap itu hanya sekedar perang psikis di lapangan, setelah selesai pertandingan, maka selesai pula perang tersebut.

Maka ada kebenaran dalam aksi penolakan dan pemboikotan Israel. Setidaknya aksi itu menggambarkan sikap politik Indonesia, yang sayangnya Indonesia bukan Negara kuat,malah bisa disebut Negara kelas dua. Sehingga sikap politiknya kurang diperhitungkan. Yang mana menimbulkan ketakutan masyarakat seperti pengkucilan oleh Negara-negara lain atas sikap Indonesia.

Ada lagi argument dari para pendukung piala dunia u-20 tetap jalan “setidaknya kalau jadi tuan rumah, harus menerima Negara apapun, karena itu konsekuensinya menjadi tuan rumah piala dunia u-20”. Masuk akal bukan? Saya tidak tau analogy ini cocok atau tidak, tapi coba saya paparkan. “misalnya kamu dan kelompokmu ingin naik sebagai pimpinan di kampusmu, tapi kamu tidak suka dengan kelompok lain, sehingga kamu berharap mereka tidak ikut, tapi aturan mengatakan siapa aja boleh mendaftar sebagai calon pimpinan selama ia mahasiswa kampus situ dan menaati aturan-aturan yang ada. Apa yang harus kamu lakukan? Ada dua, yang pertama, kalahkan mereka dalam pertarungan tersebut. Yang kedua agak brutal, ubah aturan tersebut.

Dalam kasus piala dunia u-20, tentunya kita Cuma punya satu pilihan yaitu bertarung, kita tidak bisa  menggunakan opsi kedua, yaitu mengubah aturan, karena kita tidak punya kuasa untuk kesana.

Dibalas “bagaimana dengan Russia yang dibanned?”, makanya saya bilang tadi, kata kuncinya adalah kuasa. “yang membanned Russia adalah Negara-negara penguasa dunia, Negara-negara besar yang berdiri di puncak, sehingga ketika mereka membanned Russia, Negara lain tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi ketika fifa menyetujuinya.

Saya setuju barat standard ganda, mereka selalu melakukan itu. Apalagi ketika kepentingan mereka yang terluka. Mereka marah besar ketika kepentingan mereka yang diserang, tapi mereka kadang lupa telah menyerang kepentingan yang lain. Tapi men, siapa sih orang yang cukup bodoh untuk menyerang dirinya sendiri yang sangat mungkin menjatuhkan harga dirinya? Siapa orang yang cukup bodoh tetap diam ketika kepentingannya diserang?

Sebenarnya masih sangat banyak argument yang bisa dipaparkan, lalu dibantah atau dikuatkan. Segala argumentasi selalu akan kuat bila punya sisi teoritis dan prakteknya. Entah mereka yang memegang prinsip untuk menolak, ataupun mereka yang tetap ingin lanjut. Walaupun ketika tulisan ini terbit di blog ini, keputusan fifa sudah bulat untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah.

Jujur saya sangat dilemma dalam kondisi ini, saya lumayan bimbang dalam mengambil keputusan untuk diri saya sendiri. Saya adalah fans soekarno, ketika mahasiswa dulu, kamar kos saya pernah terpampang muka soekarno sangat besar dengan kata-kata mutiara disampingnya. Saya selalu bangga ngefans dengan beliau, walaupun banyak juga keburukan yang ia buat. Tenang, saya bukan fans konservatif, dan kolot. Saya lumayan moderat untuk ngefans dengan sesuatu atau seseorang.

Pun saya adalah pecinta bola sejati, walaupun sangat tidak pandai bermain bola. kadang kala teman-teman dulu sering bilang “kamu ini dari papua, tapi gak jago main bola”, maklum kala itu persipura adalah raksasa liga, sehingga mereka berpikir semua orang papua dan yang tinggal di papua jago main bola. Kebiasaan generalisasi masyarakat yang buruk. 

Ketika kecil sampai lulus smp, salah satu permainan yang sering dimainkan adalah sepak bola, dimanapun itu. Di depan rumah yang halaman kecil dan tidak rata, atau di halaman rumah orang lain yang berbentuk tanjakan, yang kau tidak perlu usaha untuk menendang bola, tinggal digelindingkan, bola akan otomatis berjalan ke gawang. Walaupun sempat perhatian saya terhadap bola berkurang karena masuk di asrama madrasah, sehingga kehilangan akses, ditambah ketika mahasiswa s1, saya disibukkan dengan dunia organisasi, yang semakin membuat kendor. Kembali serius mengikuti sepak bola ketika piala dunia Qatar lalu. Apalagi ketika sang kuda hitam maroko melaju jauh, dan argentina juara. sebenarnya saya bukan pendukung argentina, saya sudah cukup sakit hati mendukung belanda di piala dunia 2010. Saya lebih senang mendukung para kuda hitam seperti jepang, korea, maroko, arab dll. Makanya kabar arab mengalahkan argentina kala itu sangat menggetarkan hati, atau ketika jepang mengalahkan jerman yang saya tonton sendiri. Di piala dunia Qatar, jujur saya hanya ingin melihat messi mengangkat piala dunia, makanya saya senang dengan kemenangan argentina, messi menjadi idola ketika kami kecil dulu. Ketika teman saya “menggocek-gocek bola”, selalu saja dibilang begini “messi, messi, masih messi”. Messi menjadi icon pemain handal yang jago mengolah bola.

Makanya saya lumayan dilemma dengan kondisi ini, maka saya putuskan untuk menyimpan keberpihakan saya rapat-rapat dan tidak menyampaikannya disini. Tidak mengapa saya disebut pecundang dan pengecut sekaligus bedebah karena tidak menyampaikan keberpihakan, karena terlalu banyak sekali pikiran yang berputar-putar di kepala saya dan tidak bisa dibendung. Toh apalah saya, keputusan dan keberpihak dariku bukan sesuatu yang penting, bahkan tulisan-tulisan ramadhan menulis yang saya tuliskan, dibaca tidak lebih dari 100, jangankan 100, 50 saja tidak tembus. Jadi tak mengapa juga menjadi pecundang kali ini.

Sebagai penutup saya ingin bercerita tentang “guru online” saya, pak fahruddin faiz, ketika ditanya soal keberpihakan terhadap suatu isu. Pak faiz dalam kesempatannya di ngaji filsafat pernah bilang begini “saya bukanlah orang yang ahli dalam isu tersebut, walaupun saya sudah punya pandangan sendiri. Tapi terlepas dari itu, pandangan saya buat apa, saya bukan siapa-siapa. Jadi buat apa juga pandangan saya” bijaksana sekali pak~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar