Senin, 22 April 2024

Keputusan Yang Terprediksi

Tidak ada yang mengagetkan dari hasil putusan MK hari ini. saya sudah mengira bahwa keputusannya akan menolak. Adanya peraturan 90 di MK saja sudah menjadi petunjuk bahwa hasil sidang MK soal sengketa pilpres tidak akan mengeluarkan keputusan yang mengejutkan. Saya menulis ini bukan sok menenangkan diri, jauh sebelum itu, saya sudah mengira itu.

03 april 2024, saya menghubungi salah satu teman dari jurusan hukum, alasan saya menghubunginya karena ada senior organisasi kami yang saya liat bertengger di dalam gedung MK, makanya saya tanya, jadi apa senior kami di sidang MK kala itu. di akhir percakapan, beliau chat begini ke saya “pie siap pemilu ulang??”. Tanpa pikir panjang, langsung saja saya jawab “mungkin po terjadi pemilu ulang?”. Balasan ini adalah pertanyaan pesimis. Selama saya di jogja, penggunaan kata “po” dalam kalimat pertanyaan, entah kenapa bagi saya selalu bernada pesimis ya, artinya kemungkinan terjadinya sangat kecil karena factor lain yang membuatnya tidak terjadi, lebih besar.

Saya bukan anak hukum yang paham mendalam soal konsep hukum dan segala tetek bengeknya. Dan sengketa pilpres ini terlalu abu-abu bagi saya untuk dinilai dengan kacamata kepastian hukum. Misalnya seperti pembagian bansos, dikatakan kalau bansos tidak mempengaruhi suara, tapi dibagikan ketika semasa kampanye, dan langsung dibagikan oleh presiden yang mana anaknya lagi ikut pemilu, dan parahnya beredar video beberapa menteri mengkampanyekan anak presiden  melalui perangkat bansos. “ini dari jokowi, maka harus berterima kasih kepada jokowi” dan “ini dari jokowi. Dan Gibran anak jokowi, makanya kalau mau lanjut harus pilih gibran” adalah dua kalimat yang keluar dari mulut dua menteri yang videonya tersebar. Saya sih gak papa kalau beneran pake uang mereka sendiri, lah ini pake bansos loh.

Belum lagi penggunaan perangkat desa untuk mendulang suara, banyak cerita tekanan dari perangkat desa, bahkan sempat berada foto perangkat desa di temanggung melakukan kumpul untuk membahas pemenangan 02. Dirty vote sudah merangkum dengan baik  semua keculasan yang dilakukan. Yang paling menggemparkan adalah putusan 90 yang meloloskan Gibran kemarin, yang akhirnya diputuskan melanggar etik. Dalam kepastian hukum, sependek pengetahuan saya, hal etik seperti ini susah dibuktikan.

Saya tidak ingin berpendapat banyak soal hukum dan kepastiannya, ilmu saya dangkal. Tapi ada yang menarik bagi saya dalam hasil putusan sidang MK ini. pertama, MK memutuskan “pencalonan Gibran sebagai cawapres bukan tindakan nepotisme serta tidak ada intervensi presiden dalam pencalonannya”. Setelah membaca berita ini dari twitter, saya langsung membalas dengan kutipan tweet seperti ini “sepertinya definisi nepotisme di kepala saya memang harus direvisi”. Entah kenapa saya merasa definisi nepotisme di kepala saya langsung salah karena MK yang punya kuasa hukum membatalkan konsep nepotisme itu.

Setelah membaca berita juga, otomatis saja tangan saya bergerak membuka google di gawai untuk mencari definisi nepotisme. Hasil penelusuran saya soal definisi nepotisme pun bermuara pada argument hariyanto dalam jurnal biro organisasi dan kepegawaian departemen sosial RI berjudul priayisme dan korupsi kolusi nepotisme (KKN) :studi status group di kabupaten sleman provinsi DIY, “mengatakan bahwa nepotisme adalah kecenderungan untuk mengutamakan sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan dan pangkat di lingkungan pemerintahan atau tindakan memilih kerabat atau sanak keluarga sendiri untuk memegang pemerintahan” (Sumber :detik.com).

saya suka penjelasan Rocky gerung di channel Rocky Gerung Official, pada diskusi FNN, Bung Rocky mengatakan begini soal nepotisme itu tidak ada karena Gibran itu dipilih bukan ditunjuk, “poinnya apa itu? Tentu saja dia dipilih setelah ditunjuk, oleh bapaknya, kepada pamannya. Ini MK buta huruf, jumlah kedunguannya kalau ditambah-kurangkan tetap dungu. Karena nepotisme itu adalah istilah politik untuk menyebut fungsi kekuasaan di dalam mempengaruhi hukum, itu masalahnya. Bukan hukumnya yang dilihat, tapi fungsi kekuasaan. Kalau Gibran disebut bukan hasil dari nepotisme berarti Gibran bukan keponakan dari paman usman, artinya usman bukan pamannya Gibran, artinya jokowi bukan bapaknya Gibran, artinya usman itu bukan iparnya jokowi. Jadi tidak ada nepotisme kalau usman bukan iparnya jokowi, dan tidak ada nepotisme kalau Gibran bukan anaknya jokowi. Hakim ini betul-betul dungu, nepotisme itu artinya penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi hukum, itu masalahnya”.

Inilah yang sering dibilang bang pandji pragiwaksono sebagai “bermain di wilayah abu-abu”. Permainan yang dimainkan selalu di wilayah abu-abu, tidak jelas benar salahnya. Bansos dibilang sudah tepat, tapi dikeluarkan jor-joran menjelang pemilu yang mana salah satu peserta pemilu adalah anak presiden, lalu putusan MK 90 yang sah secara hukum, tapi kenyataannya ketua MKnya adalah paman si calon. Inilah hasil dari nepotisme, yaitu wilayah abu-abu, dan yang tentunya menimbulkan konflik kepentingan.  

Yang kedua soal disetting opinion oleh 3 hakim MK. Ada 3 hakim yang berbeda pandangan soal sengketa pilpres ini, dimana 3 hakim ini menyakini bahwa ada kecurangan yang terstruktur dalam pilpres kali ini. salah satu ungkapan yang menarik adalah dari hakim saldi isra, beliau mengatakan begini “dulu jaman orba juga pemilu sesuai prosedur kok, tapi cara curang”. Artinya hakim saldi isra ingin mengatakan kalau pilpres kali ini sesuai prosedur tapi prosesnya curang. Saya jadi ingat soal rukun sholat dan diterimanya sebuah sholat, saya tidak tau ini bisa apple to apple atau tidak, tapi di dalam islam, secara prosedur ketika kita sholat sesuai rukunnya, secara ilmu yang dipelajari sholat kita sah, tapi masalah diterima atau tidak itu balik ke yang diatas, mungkin saja dalam hati kita tidak khusu’, atau sholat hanya untuk riya, sholat hanya karena terpaksa dan lain-lain.

Yang menarik dari disetting opinion ini adalah muncul dua kubu, kubu pertama adalah mereka yang skeptic. mereka meyakini kalau para hakim yang melakukan disetting opinion cuma akal-akalan saja, mereka pura-pura berbeda pendapat untuk menjaga agar marwah MK masih terlihat baik, padahal sebenarnya mereka tidak benar-benar beda pendapat. Kubu yang kedua adalah mereka yang optimis. mereka meyakini adanya disetting opinion adalah secercah cahaya dalam hiruk pikuk kegelapan demokrasi, karena berani melakukan tindakan yang progresif soal keputusan MK. Bahkan mantan ketua MK, mahfud MD mengatakan ini adalah sejarah baru, yang mana sengketa pilpres dulu tidak pernah terjadi, selalu saja semua hakim punya suara bulat, tapi kali ini ada 3 hakim yang berbeda pendapat.

Mana yang benar, saya tidak tau juga, walaupun sebenarnya saya ingin meyakini kubu yang kedua, karena sebaiknya kita memang butuh secercah cahaya dalam kegelapan ini, butuh sebuah dorongan semangat, pantikan api kecil untuk menyalakan api besar. Kalau secercah cahaya saja tidak ada, kalau pantikan api saja tidak ada, maka kita akan membiarkan kejatuhan demokrasi terus berjalan tanpa hambatan.

Saya hanya berharap Negara ini baik-baik saja, jangan sampai hal seperti nepotisme ini malah menjadi barang biasa dan normal di masyarakat, dan semoga demokrasi kita segera membaik. Politik tanpa identitas ala partai politik Indonesia ini sungguh menjengkelkan bagi saya. Semoga kita dan Negara kita baik-baik saja kedepannya. Qobul!

Minggu, 21 April 2024

Berada di Barisan Perubahan

Tulisan ini untuk menyongsong hasil sidang MK yang akan diumumkan. Saya dedikasikan untuk segala perjuangan remeh temeh yang sudah saya lakukan, yang saya anggap tepat dan benar. Saya tidak mengikuti sedikitpun sidang MK kali ini, entah kenapa saya pesimis dengan hasilnya. Yang saya tau dari sidang MK ini cuma permohonan dari kubu 01 dan 03, selebihnya cuma lihat dari berita yang lewat dari timeline medsos, tidak mengikuti secara mendalam

Beberapa hari setelah pencoblosan 14 februari lalu, beberapa pendukung 01 menumpahkan kekecewaannya akan hasil quickcount di media sosial dengan mengatakan seperti ini “tidak apa kami kalah, tapi kami kalah dengan terhormat”. Bagi saya kalah terhormat itu tidak ada. kalah ya kalah. Dalam “medan perang”, diksi kalah tidak bisa ditambahkan kata terhormat,. setidaknya untuk kubu yang saling berseteru. kata terhormat hanya bisa disematkan untuk sesama kubunya, sedangkan kubu lain tidak mungkin bilang gini “kami menang, kalian kalah dengan terhormat”, karena kalimat itu akan membuktikan kalau mereka menang secara tidak terhormat. Orang bisa mengatakan dirinya terhormat ketika dia tau bahwa lawannya bermain curang, sedangkan si lawan tidak mungkin mengakui tindakan curangnya, apabila dia benar curang.

Selain kalimat “kalah terhormat’, ada kalimat yang lebih saya suka yaitu “saya bangga berada di barisan ini”. saya sendiri sangat bangga berada di barisan perubahan kemarin. baru kali ini saya mengikuti pesta demokrasi, pemilu dengan antusias, dari menyebarkan informasi dan kampanye lewat media sosial sampai menyempatkan berdiskusi dengan beberapa teman yang bertanya.

Saya adalah orang yang suka dengan narasi dan gagasan, setiap kali mengikuti kontestasi politik untuk mendapatkan jabatan, saya adalah orang yang memegang teguh prinsip “apa gagasanmu kedepan?” didahulukan baru kita hitung-hitungan suara. Dari jaman di IMM Cabang ARF Kota yogya sampai di tingkat Provinsi. Sampai saat ini saya adalah orang yang idealis, yang mungkin akan diludahi oleh para oportunis dan realistis karena terlalu berbusa-busa berbicara narasi dan gagasan daripada kepentingan dan hitung-hitungan. Tapi itulah salah satu nilai yang saya pelajari dan coba terus saya pegang ketika menghadapi kontestasi politik.

Dari ketika di IMM ARF, ada beberapa calon ketua yang bertemu dengan saya, dan yang pertama saya tanyakan kala itu adalah apa tawaran gagasannya untuk IMM ARF kedepannya, saya tidak tertarik punya pemimpin yang kosong, walaupun pada akhirnya kekuatan senior dan permainan belakang tidak terbendung, orang lain yang terpilih, yang bahkan tidak pernah saya temui sebelum musyawarah untuk menanyakan gagasannya. Sampai ketika pemilihan DPD IMM DIY, dimana saya bersama teman-teman angkatan 2014 berkumpul dan menyusun gagasan bersama untuk DPD IMM DIY kedepannya. Saya masih ingat masa-masa itu, kami menyusunnya di warung kopi teko di belakang kampus, yang menghasilkan 20an lembar gagasan bersama angkatan 2014 untuk DPD IMM DIY kedepannya. ya walaupun saya dan beberapa teman 2014 tidak punya kuasa besar untuk mengatur strategi politik praktisnya, tapi setidaknya saya dan teman-teman 2014 punya ikhtiar untuk membangun IMm dengan berbasis narasi dan gagasan.

Kembali ke pemilu, Tawaran gerakan yang diberikan 01 kemarin itu menggugah selera politik saya secara tidak sengaja, dimana adu narasi, perdebatan, menguji gagasan, menelisik rekam jejak dan mendesak calon menjadi tombak kampanye politik. Beberapa orang bilang 01 membuat suatu hal baru dengan menciptakan politik dua arah, diskusi dan dialog. yang mana kita tau dari dulu, kampanye politik itu selalu satu arah, si calon yang berorasi berjam-jam, para pendukung cuma berteriak ketika ditanya, dan ditambah dengan iringan music. Bagi saya, 01 kemarin sudah mengangkat derajat pemilu ke arah yang lebih baik, dan itu yang saya inginkan. Tidak perlu saya jelaskan panjang lebar kenapa saya memilih anies, karena sudah saya tulis di RAMADHAN MENULIS 4. EPS 04 : KENAPA ANIES BASWEDAN?https://www.melawansemesta.com/2024/04/ramadhan-menulis-4-eps-04-kenapa-anies.html

Saya berharap kedepannya pemilu kita seperti ini, adu gagasan, berdebat, berdiskusi, kontra narasi, dan segala model kampanye dua arah (bukan debat formal dari kpu yang pertanyaannya bisa saja bocor kemana-mana. Saya bukan anti debat KPU, gak papa debat KPU, tapi debat dan diksusi dengan masyarakat secara langsung itu lebih baik, karena suduh pandangnya sangan kualitatif kalau di masyarakat, sedangkan debat formal KPU itu sudut pandang kuantitatif). Salah satu alasannya karena bangsa kita adalah bangsa yang pelupa. Kita kadang lupa dengan apa yang pernah kita lihat dan kita dengar, bahayanya lagi adalah apalagi yang kita dengar dan kita lihat tidak lengkap, sehingga kedepannya bisa dipelintir kemana-mana. Contohnya adalah ide makan gratis, yang memang terngiang di kepala, tapi konsep awalnya tidak ada, yang membuat masyarakat bertanya, dan bisa berbahaya kedepannya karena tidak ada obrolan di awal dengan masyarakat, misalnya darimana dana itu diambil, bagaimana konsep pembagiannya, lalu bagaimana konsep proyeknya.

Kalau ditarik ke pemilu sebelumnya pun banyak omongan yang lalai, seperti menyelesaikan pelanggaran HAM, yang bahkan dipakai salah satu calon untuk kampanye dan menjatuhkan lawannya dengan mengatakan “kami tidak punya beban masa lalu, catatan pelanggaran HAM”, yang bahkan malah tidak ada titik terang dari kasus pelanggaran HAM ini. penguatan KPK, demokrasi dan kebebasan berbicara sampai ide revolusi mental yang saya tidak tau apa hasilnya. Adanya kampanye dua arah ini selain menarik simpati masyarakat, kedepannya bisa membuat masyarakat berpartisipasi dalam pembentukan kebijakan, misalnya pemerintah ketika berjalan keluar jalur dari yang pernah ia jelaskan dalam kampanyenya, maka masyarakat mengingatkannya (ya walaupun kenyataan yang sudah-sudah, masyarakat tidak di dengar), tapi setidaknya masyarakat paham konsepnya dan memberi masukan.

Pada akhirnya saya bangga berada di barisan perubahan, tidak mengapa kalau akhirnya putusan MK menolak permohonan. Bagi saya, berada pada jalan kebenaran yang kita pilih secara ideal, tanpa ada embel kepentingan, hitung-hitungan atau asas menang kalah sekalipun adalah sebuah kebanggaan. Tidak mengapa juga kalau akhirnya cap anak abah melekat di jidat saya, walaupun saya tidak pernah sedikitpun menyematkan kata "abah" ketika menyebut Anies baswedan, saya lebih nyaman menggunakan "pak" anies. disebut sok agamis, politik agama, sok intelek, imigran yaman, angin tidak punya ktp, dan sebagainya, saya menikmati semua label tersebut. Tapi ada satu fenomena menarik, entah kenapa setiap ada yang mengkritik pemerintah hari ini, selalu saja dianggap anak abah atau pendukung 16%, jadi apakah pendukung genap tidak akan mengkritik, soalnya kalau mengkritik nanti malah dibilang anak abah atau pendukung ketua bokep lagi. Menarik juga narasinya ya

Selasa, 09 April 2024

RAMADHAN MENULIS 4. EPS 09 : EPILOG YANG SINGKAT

Akhirnya ramadhan menulis sampai di akhir ramadhan 2024. Ramadhan menulis kali pun sangat sedikit tulisan yang saya tulis, dari dulu selalu full, setiap satu hari ada tulisan yang di upload, turun menjadi 10 tulisan dalam satu bulan ramadhan, dan ramadhan kali ini saya Cuma bisa menulis 9 tulisan saja.

Ada factor yang mempengaruhi saya dalam memproduksi konten tulisan ini yaitu, kesehatan. Menjelang puasa hingga hari ini, kesehatan saya tidak baik-baik saja, saya dilanda batuk berkepanjangan yang beneran mengganggu. Selain menyakiti tenggorokan, tentu bisa menyebar menyakiti kepala yang membuat pusing. Saya beneran tidak focus, mau menulis sedikit, tiba-tiba batuk yang menyakitkan. Mau mikir dikit, batuk lagi. Memang agak lebay, tapi begitulah yang saya rasakan.

Alasan lainnya karena saya lagi rajin membaca untuk memenuhi amunisi tesis saya. Saya masih ketinggalan jauh dari para teman-teman yang ketika s1nya linier, sehingga menambah amunisi adalah jalan terbaik untuk siap bertarung. Tentu desakan untuk membuat proposal lebih menekan lagi. Hahaha.

Alasan lainnya lagi adalah di kepala saya yang terngiang-ngiang masih soal pemilu dan politik, takutnya tulisan saya malah menyakiti orang lain, sehingga saya mengurungkan niat menulis soal politik, tetap pada berapa tulisan saya yang soal politik, tapi tidak banyak. Padahal dari awal saya berpikir saya akan menulis banyak tulisan politik di ramadhan menulis kali ini, tapi saya urungkan saja, rasa mala situ datang, apalagi nanti yang baca Cuma bilang “gak mau kalah”, padahal yang dikritik jokowi, tapi yang kesenggol satu koalisi. Aneh

Pada akhirnya saya ingin menutup ramadhan menulis kali ini dengan mengucapkan maafkan atas kesalahan saya, sebagai manusia biasa, atas perkataan, perbuatan sampai tulisan di medsos yang mungkin menyakiti, semoga kita semua masih bisa dipertemukan pada ramadhan selanjutnya, dan ramadhan menulis saya selanjutnya, semoga amal ibadah kita di bulan puasa ini diterima dengan baik, dan meningkatkan ketakwaan kita dalam menjalani hidup setelah ramadhan dengan taat penuh kepada Allah SWT. dan doa saya semoga ramadhan menulis selanjutnya saya tidak menulis sendirian, tapi bareng istri. Amiiin paling serius!

RAMADHAN MENULIS 4. EPS 08 : LEPAS KERUDUNG

Ada aja yang bahas orang Indonesia, lebih tepatnya netijen Indonesia. Baru-baru ini lagi ramai soal anak seorang ridwal kamil yang mengumumkan diri akan melepaskan hijab karena sedang pencarian diri, zara namanya. Saya dari dulu tidak pernah mengikuti kegiatan artis apalagi pejabat terlebih keluarga pejabat. Tapi berita tentang zara ini muncul terus di timeline twitter/X saya. Karena penasaran, saya baca beritanya dan baca juga postingan anak ridwal kamil. Dalam postingannya itu memang betul ia akan melepaskan hijab, salah satu alasannya adalah pencarian. Dia ingin penggunaan hijab di kepalanya itu datang dari dirinya sendiri bukan dari paksaan manapun.



Secara logis pikiran ini luar biasa. Harus diapresiasi. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mengikuti ajaran islam sekedar ikut saja, manut apa kata bapak, ibu dan guru ngaji. Ketika kita ditanya, mungkin kita juga bakal kelabakan menjawabnya. Banyak komentar miring tentang keputusan tersebut, dari membahas kewajiban berhijab, didikan orang tua sampai pengaruh kuliah di luar negeri.

Sekali lagi saya tidak kenal siapa beliau yang lepas kerudung, tapi saya ada pesan yang sering saya dengar dari pak fahruddin faiz, yang selalu saja beliau sampaikan kalau pembahasan sampai ke konsep “pencarian jati diri”. Pak faiz sering cerita kalau banyak mahasiswanya yang tidak sholat, ketika ditanya, para mahasiswa itu menjawab “sedang pencarian pak”. Bukan filsuf namanya kalau kata-katanya tidak nyekit, walaupun pak faiz kalau bicara mah lembut pisan, pak faiz bilang gini “kalau benaran pencarian, okelah. Ini kerjaannya gitaran, merokok, nongkrong tidak jelas, kok alasannya pencarian”. Pak faiz ini menyampaikan bahwa kalau emang sedang pencarian, maka beneran dicari, jangan Cuma jadi alesan aja. Jaman saya kuliah juga, dulu alasan saya bolong-bolong sholat karena alasan pencarian dan mempertanyakan Tuhan, padahal sebenarnya males aja. Haha

Semoga anak ridwal kamil itu beneran mencari ya. Inipun bukan untuk anak ridwal kamil aja, yang masih belum berhijab dengan baik pun begitu, tapi ini bagi mereka yang menyakini hijab itu wajib tapi masih bimbing segala macam. kalau emang gak percaya hijab wajib mah bebas aja udah.

Ada keunggulan dari kerudung yang saya pahami, ketika orang menggunakan hijab/kerudung/jilbab, cara berpakaian mereka juga akan secara otomatis tertutup, walaupun masih ada yang ketat, tapi setidaknya di kepala mereka terlintas bahwa “kalau saya pakai kerudung gak mungkin saya pakai crop top atau rok mini”. Tapi ketika kerudung itu dilepas, banyak kemungkinan untuk menggunakan pakaian yang lebih terbuka lagi. Karena sejauh ini batas yang benaran membatasi cara berpakaian wanita adalah kerudung, walaupun tadi yang saya bilang, masih ada yang ketat sangat.

Sebenarnya ada beberapa kalimatnya yang memang bikin orang pengen komen, misalnya “aku tidak suka membohongi orang lain karena akupun tidak suka dibohongi”, kalau membaca kalimat ini, asumsi saya membaca kalau pemahaman soal kerudungnya selama ini adalah hasil dibohongi. Atau saya yang salah menerjemahkan ya?

terus ngapain sih harus diumumin kayak gini, jadinya malah heboh? Atau karena public figure ya jadi harus diumumin segala. Berat amat jadi public figure, selain harus minta maaf dan minta ijin pada keluarga, harus juga ke para netijen.

Saya doakan semoga menemukan jawabannya. Mau pake kerudung atau tidak itu bebaslah, wong dosa dan pahala ditanggung masing-masing kok

RAMADHAN MENULIS 4. EPS 07 : FAHRUDDIN FAIZ

Bukan twitter namanya kalau tidak ada kehebohan. Kali ini ada seorang yang menulis bahwa belajar statistic dan melatih softskill itu lebih penting daripada menghafal Al-qur’an. Tentu tweet ini mendapat banyak sekali respon luar biasa, dari yang beneran paham sampai yang Cuma emosi aja dengan tweet tersebut. Bagaimana tidak heboh, beliau membandingkan sesuatu yang harusnya tidak perlu diperbandingkan, apalagi yang ganjarannya berbeda, satunya ganjaran dunia satunya ganjaran akhirat, malah para penghafal juga dapat ganjaran dunia sih, seperti beasiswa tahfidz sampai menjadi imam masjid dengan bayaran super gede

Karena penasaran, saya mencari perdebatan yang menarik dari tweet ini, hingga saya menemukan ada akun lain yang membalas tweet tersebut, tapi bukan tweet balasan ini yang menarik, tapi balasan dari si penulis tweet kontroversial terhadap balasan tweetnya. Intinya dia bilang gini “filsafat itu banyak bentuknya. Makanya belajar filsafat itu jangan hanya dari fahruddin faiz, habib ja’far atau henry manampiring”. Ketika membaca ini, saya terkejut dan tersindir, ternyata 3 tokoh ini, Cuma kelas rendah kalau mau belajar filsafat ya menurut beliau. Wow, tinggi sekali ilmu beliau ternyata.

Saya ketika mahasiswa s1 memang rajin dicekoki soal filsafat oleh para senior di organisasi, dari disuruh baca dunia shopie sampai zarathusranya Nietzsche. Dari mengkaji tokoh awal filsafat, Socrates sampai tokoh sekaliber karl marx. Dulu ketika belajar sendiri emang terasa beratnya, bahasanya yang jelimet membuat ilmu susah terserap dengan baik, butuh berulang kali memahaminya.

Pada akhirnya saya menemukan ngaji filsafat yang dibimbing pak fahruddin faiz, yang membuat filsafat itu menjadi menarik untuk dikaji dan lebih mudah diserap oleh akal pikiran. Banyak sekali pikiran para filsafat yang disampaikan pak fahruddin faiz yang terserap di kepala saya, bahkan beberapa tokoh besar filsafat dan pemikir yang baru saya tau namanya karena pak fahruddin faiz. Walaupun saya tidak pernah sekalipun bertemu beliau, saya sangat berasa dekat dengan beliau, (bagaimana tidak dekat, setiap mendengar semua kajian beliau saya pakai headset yang langsung di gendang telinga. Serasa dibisikan secara langsung oleh pak faiz. Haha).

Makanya banyak sekali opini-opini yang saya tulis, yang mengutip dari perkataan pak faiz, yang sebenarnya pak faiz juga mengutip dari para tokoh-tokoh. Pak faiz itu selalu merendah, beliau pernah bilang begini “bukan saya yang cerdas, tapi para tokoh, saya Cuma menjelaskan saja”. Padahal bagi saya, beliau juga sangat cerdas, bisa memeras dan menyederhanakan semua ide gila para filsuf yang sehingga dinikmati bahkan dicintai para pendengarnya.

Kalau membaca opini dalam tweet tersebut “…makanya jangan baca filsafat hanya dari fahruddin faiz…” emang terlihat menganggap remeh pak faiz, tapi emang ada benarnya. Bayangkan pak faiz mengkaji karl marx hanya 2-3 pertemuan, sekitar 4-6 jam paling lama, sedangkan beberapa teman saya butuh berbulan-bulan untuk paham dan mengerti buku das kapitalnya si karl marx, maka belajar filsafat dari pak faiz mungkin memang bukan langkah yang tepat. Tapi bagi saya tepat, pak faiz memang bukan guru pembimbing terus menerus, beliau adalah pemantik api. Ketika beliau sudah memantik api filsafat dalam diri kita, ya tinggal kita yang mencarinya lebih dalam lagi. Pak faiz pun sering bilang gitu kok dalam ngaji filsafatnya. “…kalau kalian tertarik lebih dalam, silahkan baca-baca lagi…” ini kalimat tidak keluar akhir-akhir ini aja, tapi sudah dari awal-awal ngaji filsafat dimulai, artinya pak faiz emang mengakui kalau beliau Cuma pemantik bagi jiwa yang awam.

Ternyata beliau yang ngetweet itu melihat dari sudut pandang yang berbeda. Yah aneh juga sih ada orang yang berpikir belajar filsafat dari dengerin orang bisa langsung tahu. Setidaknya saya faham kalau belajar filsafat kalau Cuma mendengar tidak akan efekti, kita harus mencari sendiri, membaca dan mendebatnya dalam kepala kita, mengharap paham soal gadamer dalam 2 jam ngaji filsafat adalah ketidaktepatan. Yang anehnya ada yang membandingkan pembelajaran murni dan pembelajaran model pemantik ala pak faiz.

Yang selanjutnya, saya melihat beliau ini seperti merendahkan banyak cara pandang dan cara pikir orang, ada beberapa yang mendebatnya, dan ujungnya malah di katai tolol. Luar biasa. Sependek pengetahuan saya, dan serendah ilmu saya, karena belajar dari pak fahruddin faiz, bahwa ujung dari filsafat bukannya luas wawasan, pandai menyusun kata, atau pintar mempidatokan ide, tapi kebijaksanaan sejati. Kalau anda belajar filsafat tingkat tinggi, bahkan sampai merendahkan habib ja’far, fahruddin faiz sampai henry manampiring, saya gak tau anda beneran menemukan filsafat atau tidak. Setidaknya itu yang saya tangkap dari begitu banyaknya ngaji filsafat pak faiz.

Bayangkan saja dari tokoh satu ke tokoh yang lain kadang kala saling bertolak belakang idenya, tapi pak faiz menyampaikan seolah kedua-duanya sama baiknya, bagaimana cara kita menyikapinya coba? Intinya pak faiz selalu bilang begini “belajar filsafat itu seperti mempersiapkan senjata. Dipakai ketika membutuhkan, karena kadang kala filsafat satu dan lainnya terdengar sama baiknya, tapi ternyata ada yang bisa dipakai, tapi ada yang tidak. Maka bijaksanalah. Ujung pangkal filsafat kok malah pandai menghakimi dan menjelekkan ilmu lainnya. Saya kasih saran kalimat lebih baik agar jiwamu tidak gampang menghukum ilmu pengetahuan lainnya, “Itu bukan jelek, Cuma tidak berguna aja bagi dirimu, atau kamu yang tidak sampai menuju kesana”.

beliau adalah guru online saya, yang sangat ingin saya temui kemudian hari, dan kalau bisa sih saya ketemu pak faiz sama istri, biar saya kasih tau istri saya, kalau beliau, pak faiz adalah salah satu orang yang berpngaruh di hidup saya. ngimpi aja dulu 


RAMADHAN MENULIS 4. EPS 06 : RASA TAKUT

Tidak pernah saya mendalami pemilu sedalam pemilu 2024 kali ini. 2014 saya masih anak bawang, jadi ngikut saja. 2019 saya lebih focus main dan ngopi dengan kawan-kawan. Tapi pemilu 2024 ini menarik saya begitu dalam. Saya mengikut semua berita, lini masa media sosial, sampai membuat akun tiktok yang tujuannya Cuma mengupload video-video kampanye. Kenapa membuat akun tiktok terasa special? Ya karena saya tidak punya akunnya, dan tidak pernah tertarik main tiktok juga, tapi karena katanya salah satu medan perang paling besar disana, ya ikutan nimbrung. Lain episode kita bahas soal tiktok ini.

dalam keasikan saya menelusuri timeline twitter, menjelang pencoblosan, tiba-tiba ramai seorang influencer yang mengangkat isu agama yang menyangkut 01, terutama anies baswedan. Intinya tweetnya adalah ketakutan beliau akan para pendukung anies yang katanya brutal, apalagi tragedy 212 cukup membekas. Saya larut dalam perdebatan dengan beberapa netijen lainnya, maksudnya saya Cuma membaca, malas kalau ikut nimbrung debat juga sih.. Banyak netijen yang memberi komen yang baik dan adem, tapi tidak sedikit yang menyindir juga. Salah satu logika medsos adalah menanggapi yang kiranya akan mendatangkan exposure. Dari begitu banyak komen yang baik, influencer ini selalu saja menanggapi/retweet kutipan komen yang kontroversi, yang akhirnya menambah besar apinya.

Hampir lebih 2 hari pembahasan itu terus dibicarakan, dan influencer tersebut masih tetap saja menanggapi yang kontroversi. di hari kedua ini, muncul obrolan dari netijen, kalau isu agama ini sengaja dinaikkan lagi, sama seperti dulu yang dilakukan oleh jasmev. Jujur pertama baca jasmev, saya gak tau itu apa, sampai saya cari infonya. Dari sinilah pembahasan itu mulai meredup kembali, bahkan bukan Cuma islam saja, beberapa netijen yang non muslim pun mewanti-wanti kemungkinan gerakan penyelundup ini.

Sebenarnya saya ingin memberi argumentasi saya ke si influencer ini, tapi karena malas di “ruang terbuka”, saya inisiatif mau DM, tapi ternyata perlu berlangganan dulu, akhirnya saya urungkan niat. Yang saya ingin kirimkan ke dia, kurang lebih seperti ini “Setelah saya membaca semua argumentasi dan balasan-balasanmu, saya memaklumi kondisi itu. takut dan khawatir adalah sifat natural manusia, manusia takut akan A, takut akan terjadi sesuatu B, dan lain sebagainya.  Dalam sebuah serial anime dr. stone, ketika senku dan chrome ingin mengambil sebuah zat kimia yang sangat beracun, ia mengajak seorang teman bernama ginro, sebagai penunjuk jalan dan pengawal (yak arena setidaknya fisiknya lebih baik dari dua karakter lainnya, senku dan chrome).. Dalam penelusuran pertama, mereka melihat begitu berbahayanya zat kimia ini, akhirnya senku memutuskan membuat alat bantu pernapasan bersama seorang pengrajin bernama kaseki.. Tapi ginro ketakutan dan memilih untuk tidak ikut. Ketika senku dan chrome pergi, kaseki ini melihat wajah ketakutan seorang ginro, kaseki menghampirinya dan berkata “ginro, saya juga adalah orang yang penakut. Dan takut itu manusiawi. Ketakutan adalah cara untuk tetap berumur panjang ginro” singkatnya akhirnya ginro terinspirasi dan pergi menyusul senku”. Saya mengambil dari ungkapan kaseki tadi, bahwa ketakutan itu wajar, dan cara untuk tetap berumur panjang. Wajar seorang influencer itu takut akan kejadian buruk, apalagi tragedy 212 itu menyasar seorang yang double minoritas, yang sama dengan si influencer tersebut, melihat track record, bukan tidak mungkin ada demo besar seperti itu lagi, dan bisa membahayakan si influencer tersebut.

Saya ingin bilang ke influencer tersebut, kalau ketakutan itu manusiawi, dan yang bisa menghapusnya ya diri kita sendiri. Maka carilah informasi, wawasan, sejarah yang mungkin atau tidak mungkin ketakutan itu datang lagi, teruslah mencari kebenaran tersebut. Tapi ketika kamu terus mencari, dan masih tetap takut, ya mau diapain lagi. Kalau menyangkut pilpres kemarin ya “kalau sudah mencari rekam jejaknya, tapi tetap masih takut, jalan paling akhirnya adalah tidak memilih beliau”. soalnnya ternyata bukan influencer non muslim saja yang takut, ternyata ada teman saya yang juga takut. itu beneran takut atau cuma cari pembenaran? semoga beneran takut dan cari jawaban

RAMADHAN MENULIS 4. EPS 05 : KENAPA BUKAN YANG LAIN?

Kenapa saya tidak memilih 02 atau 03? Setelah saya menulis alasan saya kenapa memilih anies, saya akan menjelaskan juga kenapa sayas tidak memilih 02 dan 03, walaupun tidak tau ini informasi yang penting atau tidak. Tapi seperti namanya, Ramadhan menulis, ya saya menulis sesuatu yang saya suka dan pikirkan aja. dan ini penjelasan saya secara menyeluruh, kalau mendetail, kapan-kapan kita diskusi aja biar lebih enak

Pertama, kenapa saya tidak pilih 03, ganjar dan mahfud? Alasan paling mendasarnya adalah partainya. Bagi saya partainya tidak cocok dengan cara saya berpikir, semua tindak tanduknya sangat menjengkelkan bagi saya. Satu contohnya adalah ketika pemilu kali ini ganjar mengucapkan kalimat “kami tidak ada potongan dictator, pelanggar ham dan beban masa lalu” tujuan kalimat ini adalah untuk menyerang 02, prabowo sebagai yang sering dituduh andil dalam pelanggaran HAM Indonesia. Kalimat itu sebenarnya pernah digunakan jokowi ketika pemilu dulu, untuk menyerang pak prabowo juga 2014, dan 2019. Yang saya masalahkan adalah kenapa partai dan para petingginya membiarkan dua kader partainya (walau yang satu gak jelas status kekaderannya) mengucapkan itu, sedangkan dulu, 2009, ketumnya berpasangan dengan pak prabowo. Luar biasa culas sekali, menggunakan HAM sebagai alat politiknya.

Partai inipun selalu melabeli dirinya sebagai partai wong cilik, mendukung wong cilik, tapi ketika presiden, yang notabenenya masih kadernya, dibiarkan mengeluarkan undang-undang yang memberatkan orang kecil, dari UU ITE sampai omnibus law. Mereka senyap tak bersuara, padahal banyak wong cilik yang terdesak. Apa produk dari UU ITE? Banyak aktivis yang akhirnya terjerat kasus pencemaran nama baik, terbaru adalah aktivis lingkungan yang mengkritik tambak illegal di karimun jawa.

Selanjutnya adalah perilaku ketumnya yang terlalu berlebihan. Bagi saya banyak tindak tanduknya yang berlebihan,, seperti mengatai orang pengajian, lalu mempertanyakan orang antri minyak, kan bisa direbus sampai mempertanyakan kontribusi anak muda. Diperparah dengan ucapan-ucapannya yang bisa diartikan merendahkan presiden. Saya tidak tertarik punya presiden yang dipermainkan seperti kemarin. mereka ini oportunis sejati, terbaru mereka melempem soal hak angket, padahal ganjar sendiri yang melempar isu hak angket itu duluan. Konspirasinya ada kasusnya keluarga bu puan di tangan presiden, yang membuatnya dalam bahaya kalau sampai membiarkan hak angket itu lolos. Sekarang mereka seolah lepas tangan atas keculasan pak presiden, kalian memang luar biasa sekali.

Kenapa tidak 02? Terlalu panjang kalau ingin dijelasin. Program kerja yang tidak jelas, anti-intelektualis yang sangat terasa, minim dialog, pengerahan narasi di medsos yang sangat tidak mencerdaskan, dan Yang paling menjadi masalah adalah pelanggaran etik MK ketika aturan baru itu terbit. kedua bantuan bansos yang terindikasi memberi dukungan, kalaupun nanti tidak terbukti, bagi saya tidak segampng itu. pandji pragiwaksono sering bilang, kalau memang mereka sedang main di wilayah abu-abu, nanti kalau ditanyakan, tinggal bilang aja emang sudah dirancang, dianggarkan, padahal ada bukti video zulhas dan airlangga yang tersebar. Inilah kenapa nepotisme itu dilarang, bukan melarang orang untuk ikut pemilu, tapi bisa sangat terjadi konflik kepentingan, yang mana menimbulkan kecurigaan. Bijaknya memang Gibran itu kalau mau naik, tunggu periode depannya, bayangkan bapaknya masih menjabat dan anaknya pengen naik, mana pasangannya adalah lawannya dulu. Gak masuk akal nepotismenya.

Ada yang pernah dengan berita PSI mengkritik AHY dan disebut politik dinasti? PSI ini gencar menolak politik dinasti, padahal waktu itu SBY sudah tidak ada jabatan apa-apa, tapi PSI rajin mengucapkan politik dinasti tersebut. Eh ndilalah sekarang menjadi batu pijakan untuk menopang para pelaku politik dinasti, luar biasa partai berideologi jokowisme ini. ini juga salah satu alasan saya tidak mau mendukung 02, karena ada PSI di dalamnya. Partai bersimbol anak muda, yang mana ada muda selalu disimbolkan sebagai pemberontak, sekarang malah beneran mengekor pada kekuasaan. Ya pada akhirnya parpol di Indonesia memang bukan ingin menyebar ideologinya lewat pemerintahan, tapi memang pengen dapat jabatan aja.

RAMADHAN MENULIS 4. EPS 04 : KENAPA ANIES BASWEDAN?

“Kenapa Anies?” kayaknya lagi trend ya soal pertanyaan “kenapa” ini. sependek pengetahuan saya, tren ini naik karena ada dua pemuda yang buat video dialog tentang “kenapa bandung?”. Salah satu pemuda dalam video tersebut juga sebenarnya pernah viral dengan videonya yang menggemparkan dunia maya karena disebut percakapan dua filsuf, dengan ungkapan paling ikoniknya “lo punya duit, lo punya kuasa. Taiiiik!”. Jadi saya tertarik ikut trend ini walaupun lewat tulisan, soalnya saya tidak pede juga harus tampil di video, kalaupun berani, nanti malah diserang buzzer lagi. Takuuuut.

KENAPA ANIES? Saya tumbuh besar dari Rahim aktivisme. Dunia aktivisme mengajarkan saya untuk membiasakan diri berisik ketika melihat kebijakan yang dikeluarkan oleh pengelola Negara. Membiasakan skeptic adalah salah satu yang sering kami lakukan, ketika kebijakan itu baik dan pro rakyat, ya bagus tapi tetap kaji mendalam dulu, dan ketika kebijakan itu buruk dan malah banyak merugikan rakyat, itu yang menjadi bahan kritik dan suara kami. Demo adalah salah satu jalan paling ampuh untuk menyuarakan sesuatu, apalagi untuk mahasiswa yang tidak punya kuasa apapun untuk mengubah selain ribut di jalan dan di sosmed.

Rakyat ketika melakukan demonstrasi, selalu dengan tujuan mepertanyakan sesuatu kebijakan dan aturan yang keluar. tentu harapan dari demonstrasi ini adalah pemimpin negara datang, berbicara dengan rakyat dan memberi penjelasan, sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pemimpin. bukannya menghampiri pendemo atau mengajak perwakilan pendemo, pemimpin negara ini acuh terhadap kehebohan yang terjadi di depan istananya dan istana pada legislator, malah beberapa kali melakukan kunjungan kerja, yang membuat masyarakat berasumsi bahwa pemimpinnya kabur. sialnya lagi para pendemo bukannya didengar, malah mendapat kekerasan seperti digebuk, dikejar-kejar, ditembakkan gas air mata, sampai diintimidasi lewat medsos-medsos oleh para buzzer peliharaan 

Kenapa anies? Salah satu jawabannya adalah karena beliau adalah orang yang mau menjelaskan dan mempertanggungjawabkan semuanya ke depan rakyatnya. Beberapa kali ketika memimpin Jakarta beliau menunjukkan itu, banyak videonya tersebar di media sosial. Kalau tidak pernah percaya, silahkan menuju ke aplikasi youtube, dan ketika “ANIES KETEMU PENDEMO” di kolom searchnya. Disana kita bisa menemukan begitu banyak aksi bapak anies menemu para pendemo, mendengar, berbicara, berdialog dan beberapa video memperlihatkan anies di desak oleh para pendemo dengan nada tinggi. mungkin pak anies ini terbiasa juga berada dalam tekanan gitu ya, apalagi beliau lahir juga dari dunia aktivisme mahasiswa dulu

“kalau sekedar bicara dan menemu pendemo,semua bisa”, tidak! Tidak semua bisa melakukan itu, terbukti dari begitu banyak pemimpin yang tidak mau muncul ketika pendemo itu datang, terlebih presiden kita hari ini. beberapa waktu sempet beredar video seorang ibu-ibu yang membentangkan banner kecil, bertulisan harapan hidup layak ke presiden di sebuah pasar, beberapa detik kemudian, muncul seorang dari belakang ibu-ibu tersebut berusaha untuk mengambil banner itu. dan apa yang pak presiden lakukan atas tindakan di depan matanya itu? tidak ada. beberapa waktu kemudian banyak yang bilang kalau seorang yang mencoba merampas itu bukan paspampres. Maksudnya saya, buat apa klarifikasi itu? seorang presiden sedang blusukan (kegiatan yang beliau populerkan sendiri), yang tujuannya menunjukkan kepedulian, tapi ketika ada yang mendapatkan perlakuan tidak baik, tidak ada tindakan apapun, kalaupun memang bukan suruhan presiden, setidaknya hentikan tindakan tersebut, beliau kan punya kuasa yang luar biasanya katanya.

Saya suka ungkapan abdur arsyad, seorang standup comedian, di podcast ngabdur bareng cing abdel soal kenapa anies baswedan, beliau mengatakan seperti ini kira-kita, “saya jatuh hati sama pak anies baswedan, karena beliau itu gentle, ia tidak menghindari masalah. Dia tipikal “ada sesuatu, dia jelaskan, dia tidak lari. Saya butuh pemimpin yang kayak gitu, bayangkan kita punya pemimpin, yang ada apapun masalah, kita tanya ke dia, dia mau jawab. Bukan yang kayak “yo ndak tau kok tanya saya”, atau suruh menterinya jawab. bayangkan kita punya pemimpin yang kalau ditanya apapun, dia mau jawab, mau mempertanggung jawabkan itu di depan rakyatnya, tidak lari”. Argument abdur itu tidak mungkin lahir dari ruang kosong, ia lahir dari pengalaman bernegara, setidaknya satu periode belakangan ini. beliau memperbandingkan kondisinya.

Kenapa Anies? Alasan lainnya adalah “kacamata” yang beliau gunakan untuk melihat kondisi, kebijakan dan sebagainya. Beliau selalu menggunakan kacamata masyarakat  untuk menjelaskan dan menentukan langkah kebijakannya. Sangat banyak langkah yang beliau tunjukkan ketika di Jakarta yang mana kebijakan itu dibentuk atas dasar kepentingan orang banyak, tidak hanya pemilik modal. Saya memang bukan orang Jakarta, tapi saya mendengar dan melihat banyak dari media. Salah satu adalah soal penjual di trotoar, saya lupa di jalan mana, tapi cing abdel mempertanyakan soal kenapa jalan …blablabla… itu yang dulunya tidak boleh ada penjual, sekarang malah ada kembali, tapi diberi waktu. Pak anies menjelaskan bahwa ada uang yang berputar besar disitu, dan uang itu berputar di masyarakat kecil, daripada dihentikan mending dibikin regulasinya. (silahkan nonton wawancandanya cing abdel dan anies baswedan di podcast abdel universe).

Satu kalimat luar biasa yang terngiang-ngiang di kepala saya adalah “membesarkan yang kecil, tanpa mengecilkan yang besar”. Sebuah kalimat paling membuktikan bahwa beliau melihat dengan menggunakan kacamata yang berbeda dengan kebanyakan pejabat hari ini.

pernah ada yang bilang gini “dulu juga pak jokowi gitu, sok merakyat, tapi gini juga ujungnya, apa jaminannya pak anies tidak begitu?”. Saya dan mungkin banyak orang lainnya tidak bisa menjamin, tapi setidaknya saya bisa menyakini pak anies tidak akan begitu, karena beliau itu pernah merubah kondisi (pakaian, cara bicara, cara makan dll) hanya untuk dibilang merakyat, pak anies tetap menjadi dirinya, beliau tetap sadar bahwa ia berada di kelas sosial yang berbeda, tapi tetap berusaha merakyat dan menggunakan “kacamata” rakyat tadi. Malah menurutku ini adalah langkah yang tepat, daripada berkamuflase menjadi orang lain, tapi diujung berubah, mending tunjukkan aja jati diri sebenarnya, tapi tetap bisa melihat dengan sudut pandang yang banyak, makanya ada yang namanya empati dan simpati. Masalah diterima atau tidak itu kembali ke masyarakatnya.

Kenapa anies? Alasan lainnya lagi adalah saya melihat secercah harapan ilmu pengetahuan yang berkembang ketika beliau menjabat (ya walaupun beliau gagal menang secara perhitungan kemarin). selama kampanye, beliau menunjukkan kehidupan masyarakat yang terbuka, mau diskusi, mencerdaskan bangsa, dan itu yang ingin saya liat. produk semacam desak anies adalah salah satu produk kampanye yang diluar nalar hari ini. ketika para calon cuma pidato satu arah, anies dkk membuat kampanye dua arah, yang kemungkinan blundernya sangat besar. Saya punya mimpi menjadi dosen dan peneliti, maka saya butuh pemimpin yang melihat pemimpin yang menghargai intelektual secara terhormat. Mungkin berlebihan, tapi ketika kita ingin maju, maka kita harus mencontoh jaman abasiyah, para intelektual, ilmuan, dan guru disejahterakan, dibayar dengan luar biasa untuk ilmu dan penemuannya, dan dari itu semua akar masyarakat terbentuk. Pak fahruddin faiz sering bilang gini “di era manapun, yunani, islam, ataupun eropa, peradaban itu maju ketika sainsnya maju pesat”. Ucapan itu bukan omong kosong, yunani, islam dan eropa itu adalah bukti kemajuan peradaban datang dari kemajuan ilmu pengetahuan

Dan saya melihat anies punya semangat seorang khalifah jaman abasiyah, punya semangat harun ar-rasyid, seorang pemimpin yang mau belajar kemanapun dan siapapun. Dan saya tidak melihat itu di calon lain, bahkan ada calon dan tim yang menuduh para guru besar itu partisan, dan begitu banyak tindak tanduk yang sangat anti intelektual, dan anti moral.

kenapa anies? ide dan gagasannya yang luar biasa ini yang membuat saya tertarik. ide 40 kota setara jakarta yang membawa semangat kesetaraan yang sesungguhnya, bukan sekedar simbolik, lalu contract farming yang melambangkan kepastian, pendidikan gratis sebagai lambang keseriusan menjalanan konstitusi negara yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa", sampai ide cuti 40 hari untuk suami yang istrinya habis melahirkan, yang menyimbolkan komitmen membangun rumah tangga yang baik bagi rakyatnya.

Mungkin segitu dulu saja, kalau soal keagamaan jangan ditanya, beliau luar biasa, bahkan beberapa pendukung sampai menyebutnya pembawa kunci surga dan imam Mahdi, yang malah menjadi gorengan lawannya. Tapi tak apa, selama pak anies tidak mengiyakan dukungan berlebihan para pendukung mah, buat apa didengar.  kondisi-kondisi diatas itu yang menjadi jawaban saya kenapa anies?. Banyak para pendukungnya yang bilang “bangsa ini menyianyiakan pemimpin yang bagus seperti beliau”, mungkin tampak berlebihan, tapi bagi saya tidak, mungkin memang kita sedang menyianyiakan ada pemimpin bagus, setidaknya itu menurutku, kalau menurutmu tidak ya bebas saja. Tabik!

RAMADHAN MENULIS 4. EPS 03 : MEMBICARAKAN POLIGAMI

Episode sebelumnya saya membahas soal revisi Al-quran dan gak relevannya islam. Ada orang yang ingin merevisi islam karena merasa tidak pas dengan jaman, salah satu yang beliau gunakan adalah kasus poligami, yang bagi mereka bisa menyakiti sisi perempuan. Maka kali ini saya ingin membahas contoh kasus poligami ini dalam analisis cetek saya sendiri melihat poligami.

Poligami, bnyak orang yang protes soal firman Allah, An-Nisa : 03, mereka merasa islam membiarkan seorang berpoligami, dan malah menyakiti perempuan. Emang benar dalam firman Allah tsb diizinkan untuk poligami, tapi dalam ayat tersebut dikatakan syarat dan ketentuan yang berlaku juga. (giliran ada diskonan, tulisan “syarat dan ketentuan berlaku” sekecil apapun dibaca, giliran ayat Allah malah tutup mata, wadidaw). Syaratnya adalah harus berlaku adil, kalau tidak bisa adil mending nikah satu saja, karena itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.

Artinya adalah kalau seorang tidak bisa berbuat adil, maka jangan nikah lebih dari satu. Bagian ini yang harus didalami oleh kita masyarakat awam dan dijelaskan oleh para alim ulama, agar masyarakat tidak sembarangan melakukan. Saya adalah orang yang susah mendefinisikan adil dalam pernikahan lebih dari satu, makanya saya lebih condong ke “tidak” pada poligami. Tidak bukan berarti menafikkan ayat Allah, tapi karena syarat dan ketentuannya kemungkinan yang sangat besar tidak bisa saya jalani.

Adil dalam pernikahan bagi saya sangat susah sekali. Muncul pertanyaan di kepala saya, bagaimana sebenarnya bentuk adil tersebut? Ia berbentuk fisik atau berbentuk ghoib?

Maksud dari adil fisik ini adalah suami adil itu ketika ia memberi istri pertama sesuai kebutuhan dan juga istri kedua sesuai kebutuhan. Adil itu bukan semua dapat 1, tapi memenuhi sesuai kebutuhan, kalau misal istri pertama kebutuhannya 2 karena anaknya Cuma 1, ya dikasih dua. kalau istri kedua anaknya ada 4 ya dikasih 5, jangan dikasih 2, itu malah tidak adil. Atau contohnya pak faiz  yang saya suka, yaitu soal hak ranjang, kalau istri pertama sudah tua, hanya kuat diranjang 1 kali seminggu ya dipenuhi kebutuhannya sekali seminggu. sedangkan istri kedua, karena masih muda maka kuat 4 kali seminggu, ya dipenuhi juga. Jangan disamaratakan, bisa saja istri pertama yang kelelahan dan menyakitinya atau istri kedua yang tidak terpenuhi kebutuhannya.

Tapi ada satu pertanyaan di kepala saya yang membuat poligami itu tidak bisa dilakukan, setidaknya untuk umat jaman sekarang, lebih khusus lagi diri saya sendiri, adalah bagaimana dengan adil dalam bentuk ghoib. Ghoib ini maksudnya bukan setan atau sebangsanya ya tapi soal jiwa dan perasaan. Mungkin kita bisa menunjukkan keadilan kita dalam bentuk fisik, tapi apakah bisa dalam bentuk perasaan? Misalnya kita menyakini kalau istri pertama butuh kasih sayangnya 1, dan istri kedua butuh kasih sayangnya 3, tapi kenyataan yang dirasakan di istri malah lebih dari satu, mungkin 2, 3 atau bahkan 5. Sedangkan istri kedua karena masih muda, masih ada jiwa mudanya sehingga kasih sayangnya masih banyak juga terbagi dengan teman dan keluarganya dulu, sehingga ternyata tidak butuh 3, tapi Cuma butuh 2. Susah memprediksi dan menghitung perasaan itu/ belum lagi kalau si suami dalam hatinya ternyata punya kecintaan yang lebih terhadap istri kedua dari pada pertama, bisa karena kasih sayang, sentuhan sampai karena kecantikan. Lalu dimana letak adil tersebut?

“lah itu kan memang tidak bisa dilihat, makanya tidak perlu dipikir?” ya karena tidak bisa dilihat itu, maka perlu dipikirkan. Dan itulah yang membuat saya tidak cocok dengan poligami. Keadilan itu harus menyeluruh, baik fisik ataupun yang ghoib. Makanya An-nisa:03 itu harus dimaknai menyeluruh, bukan Cuma perizinan Allah, tapi juga syarat dan ketentuannya. Bahkan diujung ayat dikatakan, menikah satu lebih baik kalau tidak bisa adil, karena itu lebih dekat untuk tidak berlaku zalim. Artinya jangan poligami kalau kamu berbuat zalim. Zalim itu apa? Ya menyakiti hati istri. Sayangnya orang tidak membaca syarat dan ketentuan serta ujung ayat tersebut, sehingga tidak sedikit para istri yang marah dan mengamuk ketika mendapati suaminya nikah lagi. Membaca hal semacam ini memang yang dibutuhkan adalah pikiran dan bimbingan para alim ulama, jangan malah dibenarkan poligami kalau ternyata tidak sanggup adil, dan sebenarnya cuma pengen memuaskan hawa nafsu. Sudah egois, zholim lagi ke orang lain. Poligami yang zalim tidak hanya berefek ke istri dan anak saja, tapi ke keluarga perempuan dan laki-laki, bahkan ke tetangga.

Makanya kalau poligami itu dipikir dalam, kalau tidak bisa adil dalam bentuk fisik dan ghoib mending gak usah deh, karena yang ditimbang di akhirat nanti bukan saja dosa dan pahala fisik, tapi jugu pahala dan dosa ghoib seperti iri, dengki, tidak adil dalam pikiran dll.  

RAMADHAN MENULIS 4. EPS 02 : MEREVISI AL-QUR'AN

Semenjak rajin berkunjung ke timeline twitter, selalu saja nemu orang dengan pemikiran yang luar biasa. Baru-baru ini saya nemu pemikiran yang luar biasa lagi. Kali ini membahas soal islam, syariat islam dan Al-qur’an sebagai Kitab umat islam. Twitter kalau pemikirannya tidak luar biasa mah emang jangan disebut twitter deh



Jadi ada akun namanya kokokribow, ia menanggapi salah satu akun twitter yang menuliskan seperti ini”polygamy is one of the reasons why the sharia in particular and islam in general need a reformation, in my opinion”. Kokokribow membalas dengan mengatakan “kalo ngomonginnya islam sih se-quran-nya musti direvisi/tulis ulang”.  Seperti kebanyakan postingan soal islam yang kontroversi, pasti banyak argument balasannya. Akhirnya si akun ini saling berbalasan lagi dengan orang lain, dan ujungnya saya nemu komen tweet paling pamungkasnya, sebenarnya tweet ini yang membuat saya tau ada pembahasan luar biasa ini, jadi si kokokribow ini bilang gini “bukan gw yang butuh islam untuk berubah. Kalau islam gak berubah juga lama-lama bakal makin gak relevan dengan zaman dan makin ditinggalkan. We’ll see”. Bayangkan kalau kamu membicarakan ini di public tanpa panggung, bisa ramai banget pasti.

Yang jadi pertanyaan sebenarnya adalah islam mau berubah dalam bentuk yang seperti apa? Kalau penafsiran yang direvisi saya setuju, bahwa al-qur’an itu benar, tapi pikiran manusia itu beragam yang menciptakan tafsiran-tafsiran tersebut. Tapi kalau Al-qur’an yang direvisi itu ceritanya macam apa? Direvisi sesuai kebutuhan jaman? Direvisi sesuai dengan golongan tertentu? Kalau kayak gitu mah bukan lagi firman Tuhan, tapi fatwa para penganut.

Saya jadi berpikir gimana ya perubahan yang diinginkan orang-orang terhadap islam? Misalnya yang sering dikritik adalah poligami. Padahal jelas disitu ketentuannya yaitu harus adil, kalau tidak bisa adil jangan. Pun kalau kita baca konteks ayat tersebut adalah pengangkatan derajat wanita yang dulu seperti property yang diwariskan, bahkan seorang lelaki bisa punya istri lebih dari sepuluh, sekarang dibatasi 4 dan bahkan ditambah syarat adil. Atau mengizinkan perilaku lgbt dalam Qur’an karena kita harus memanusiakan manusia? Atau gimana sih kadang-kadang bingung juga.  Padahal islam dan Qur’an itu sudah lengkap sebagai petunjuk hidup, tinggal bagaimana kita merepresentasikan dalam hidup kita saja.

Sayangnya kita selalu bilang “itu Cuma cocokologi aja”. Padahal cocokologi itu tidak ada salahnya juga, asalnya punya dasar ilmiah dan agama yang jelas aja. Kalau kata pak fahruddin faiz, pengetahuan itu bertaut, saling terhubung, mungkin dengan ilmu cocokologi lah kita menemukan kebenaran tersebut.

Yang menarik lagi dari tweet tersebut adalah “…kalau islam gak berubah juga lama-lama bakal makin tidak relevan dengan zaman dan makin ditinggalkan…”. Sebenarnya islam sudah membuktikan kerelevannya dengan banyaknya orang yang konversi agama ke islam di benua biru. Benua yang selalu dikatakan benua rasional. Bahkan di amerika pun agama islam mengalami peningkatan. Kalau acuannya asia, takutnya dianggap tidak pas, karena asia emang coraknya rada religious dibanding benua biru dan amerika.

Tapi, dari tweet ini saya jadi ingat sebuah ayat atau hadits atau apa gitu, saya lupa, yang mengatakan bahwa di akhir jaman nanti islam akan menjadi asing, “islam datang dari ketasingan dan akan kembali dalam keterasingan”, artinya mungkin memang kita sedang dalam fase akhir jaman itu. ditambah lagi masyarakat dibuat malas mengkaji sesuatu secara mendalam, padahal dalam islam segala firman Allah itu sangat relevan sekali. Saya jadi ingat juga perkataan filsuf hegel yang saya dengar dari pak fahruddin faiz, jadi gini “dunia ini akan berjalan ke arah yang lebih rasional”. Artinya dunia itu akan mengikuti  rasionalitas manusia kebanyakan. apakah berarti islam akan tidak rasional? WallahuAlam. tapi bagi saya islam akan terus rasional. Suara mayoritas itu tidak berarti benar, Cuma mereka lebih banyak aja!