Jumat, 21 Juni 2024

Angkat Topi Untuk Tindakan IMM

Tolol dan Dungu. mana mungkin saya angkat topi untuk tindakan itu. kok bisa-bisanya sekelas pimpinan pusat berpikir untuk melakukan hal yang toloooooooooolll seperti itu. kok bisa muncul ide di kepala para pimpinan untuk melakukan yang wadidawadidawadidawadidawadidaw semacam itu. saya sungguh penasaran darimana landasan berpikirnya itu. saya juga penasaran bagaimana kondisi rapatnya sehingga mereka setuju untuk melakukan arak-arakan tersebut 

Mungkin saja di kepala mereka terpikir seperti ini “kami keren sekali bro. saking pedulinya kami dengan Negara, bangsa dan perpolitikannya, maka kami sampai rela mengantarkan ketum kami untuk masuk ke dalam salah satu kendaraan politik di Negara Indonesia raya tanah air beta ini. sebagai organisasi aktivisme yang sangat dekat dengan budaya demonstrasi, kami perlu untuk mengantarkan ketum kami juga dengan budaya demonstrasi itu. ayooo semuanya, berkumpul di satu titik, dan berjalan bersama menuju sebuah kantor partai sambil bernyanyi bersama agar bumi bergetar, dan langit mendengar kepedulian kita. Mari nyanyikan “ASSALAMUALAIKUM MAS KAESANG, ASSALAMUALAIKUM MAS KAESANG, IMM DATANG, NGANTAR TUM ABDUL”.”.

Pertama kali saya melihat video tersebut, saya langsung berdiri dari tempat duduk, lalu membungkukkan badan dengan kedua tangan bertumpu pada lutut, selanjutnya kepala saya melihat ke bawah, mengambil nafas yang dalam dan berteriak “buadjingaaaan, buadjingaaaan”. Hahaha, Bercanda. saya tidak se-atraktif itu untuk mengikuti seorang kakek-kakek mengamuk yang viral tsb.

Setelah saya mengupload ulang video menghebohkan “ASSALAMUALAIKUM MAS KAESANG” ke laman Story instagram, beberapa teman memberi komentar atas video tersebut, dua teman berkomentar dengan nada yang sama “Kok bisa gitu ya?”. Pertanyaan “kok bisa gitu?” ini kemungkinan terbentuk dari sebuah pola pikir yang menganggap “IMM harusnya tidak begitu”. Sebelum jauh, saya ingin mengenalkan singkat siapa dua orang ini tanpa menyebutkan siapa nama mereka, tapi menjelaskan sejauh mana mereka dididik dan menjabat di structural IMM. Pertama, seorang IMMawati seangkatanku yang bahkan tidak pernah menjabat di level komisariat sekalipun, beliau cuma jadi anggota bidang, karena sebenarnya beliau berdiaspora di level himpunan jurusan. Secara perkaderan pun, beliau Cuma sampai tingkat dasar. Seorang IMMawati yang mau belajar, kritis dan progresif. Kedua, seorang IMMawan yang pernah menjabat sebagai Kabid Hikmah di IMM Teknik UMY, tapi bukan seangkatan denganku. Laki-laki yang juga kritis, dan progresif. Walaupun baik secara pikiran, kritis dan progresif, beliau tidak maju sampai di level jabatan selanjutnya.

Maksud dari perkenalan siapa mereka ketika masih aktif di IMM untuk memperlihatkan bagaimana cara berpikir mereka, orang yang pernah mengenyam pendidikan dan menelan ideologi-ideologi ke-IMMan walaupun hanya di tingkat akar rumput. Asumsi saya, mereka mempertanyaan video tersebut karena mereka merasa ada yang salah dengan tindakan tersebut. ada yang tidak cocok dengan apa yang sering mereka dapatkan dari forum-forum diskusi dan kajian ketika mereka di IMM dulu. Atau kalau mau yang lebih kasarnya lagi, “ada yang tidak sesuai dengan doktrin-doktrin yang sudah ditanamkan di kepala mereka”.

Ada lagi salah satu teman yang membalas story instagram saya dengan tulisan ini “sepertinya kans fahmi kecewa ini haha”. Waktu itu, saya membalas dengan “bukan kecewa, ini bentuk kebahagiaan kanda”. Jawaban sebenarnya tentu kecewa. Sebagai mahasiswa yang dididik habis-habisan dari organisasi berbendera merah maron itu, tindakan para pimpinan pusat itu lumayan menyerang sesuatu yang sudah lama tidak saya bicarakan, yang tersimpan rapi dalam hati saya, “kebanggaan sebagai seorang kader IMM”. Keluarnya jawaban bercanda itu tidak lebih dari rasa malas saya untuk menuangkan rasa kesal dan kecewa ke teman yang saya yakin dia juga kecewa dengan tindakan wadidaw itu. saya pun yakin, teman saya tidak akan berpikir saya benar-benar bahagia dengan itu.

Kembali ke pertanyaan “kok bisa gitu?” yang dilontarkan teman saya tadi, saya menjawab pertanyaannya dengan menulis seperti ini “itulah realitas sebenarnya dari dunia aktivisme, hehe”. maksudnya adalah pada akhirnya beberapa mahasiswa dan/atau kader yang lahir dari dunia aktivisme akan berakhir menjadi seorang politisi. Terbukti dari beberapa mantan aktivis era orde baru yang hari ini asik menjelajah di dunia politik praktis. Mereka pun bukan orang kecil ketika menjadi aktivis ataupun ketika sekarang menjadi politisi, mereka besar di dua waktu.

Apakah menjadi seorang politisi itu salah dan buruk? Tentu saja tidak, bahkan di beberapa kondisi, menjadi politisi adalah suatu yang baik, bahkan senafas dengan idealism gerakan aktivisme, yaitu menciptakan perubahan dan kebaikan. Salah satu cara menciptakan kebaikan dan perubahan adalah melalui undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan oleh para pemangku kebijakan. Di Negara Indonesia ini, untuk mendapat jabatan-jabatan tersebut harus terlebih dahulu menaiki kendaraan yang disebut partai politik., walaupun ada beberapa orang yang tidak melalui partai politik, tapi persentase itu sangat kecil sekali, dan mereka itu orang-orang pilihan, walaupun sebenarnya mereka dekat juga dengan orang-orang partai sih.

Maka tidak salah ketika seorang aktivis yang bergeliat dari bawah sampai ke puncak tertinggi salah satu organisasi mahasiswa, memilih untuk masuk ke dalam partai politik. Mungkin dan sangat mungkin beliau punya tujuan yang baik dan mulia untuk bangsa, dan satu-satunya cara adalah lewat partai politik tersebut. Tidak salah bagi individu IMM masuk ke partai politik. Lalu apa yang membuat saya begitu kesal? Adalah karena mereka membawa-bawa nama IMM.

Memang betul, orang yang diantarkan itu kader IMM, bahkan mantan ketua umum Pimpinan Pusat, artinya pernah menjadi orang nomer 1 (satu) di IMM, tapi sangat tidak elok dan bijaksana ketika mereka mengantar bapak mantan ketum ini mengatasnamakan IMM. Bagi saya, IMM sebagai organisasi mahasiswa adalah entitas yang netral dan mandiri, tidak cocok ketika ada kecondongan pada salah satu partai politik. Adanya video tersebut tentu membuat banyak sekali tumbuh spekulasi di kader-kader bahkan sampai ditingkat akar rumput. Misalnya, “IMM secara kelembagaan telah Berpihak”, “IMM sekarang gabung PSI”, atau “IMM sekarang sudah main di ranah politik praktis”, yang paling parah “IMM sudah jadi penjilat”. Implikasi lanjutannya adalah tumbuh ketidakpercayaan kepada pimpinan pusat secara khusus oleh para kadernya karena ada video tersebut, dan ketidakpercayaan kepada IMM secara umum di masyarakat.

Adanya bidang Hikmah memang secara khusus membahas soal sosial politik dan kebijakan public, yang mana beberapa kali IMM melakukan komunikasi dan audiensi ke DPRD, DPR, walikota sampai presiden sekalipun. Tidak salah, karena disanalah bermuara kebijakan-kebijakan itu. tapi khusus untuk ke partai, beda cerita. partai masih produk mentah, mereka tidak bisa membuat kebijakan, walaupun implementasinya banyak kebijakan di kendalikan oleh partai-partai berkuasa juga, tapi tetap partai masih dalam kondisi mentah. Pun ketika ada keberpihakan terhadap salah satu partai, ada kemungkinan-kemungkinan buruk seperti, IMM hanya dijadikan ladang suara sampai ladang masa ketika suatu waktu butuh masa besar untuk demonstrasi, sedangkan IMM sendiri tidak mengkaji mendalam soal apa yang di demonstrasikan atau bahkan tidak masuk dalam blueprint gerakannya.

Mungkin kalian ingat ketika pilpres kemarin, ada pasangan calon yang tiba-tiba di datangi puluhan mahasiswa, sepertinya demonstrasi, karena berorasi dan membawa pamflet-pamflet ciri khas aksi massa. Tapi keanehannya adalah tuntutan dan tulisan di pamflet tersebut, ada tulisan gini “kami menuntut pasangan **blablabla** untuk menepati janjinya”. Dari satu pamflet itu saja sudah jelas kalau itu bukan khas demonstrasi banget. Demonstrasi selalu identic dengan menggugat aturan dan kebijakan yang menyimpang dan merugikan masyarakat, tiba-tiba ada kumpulan mahasiswa yang menuntut kepada calon pemimpin. Yap benar, calon pemimpin loh. Aneh banget menuntut ke sesuatu yang bahkan belum pasti. Kecuali udah di setting ya. Asumsi para netijen adalah untuk membuktikan paslon tersebut pro demokrasi sehingga mau menerima para demonstran. wow luar biasa. Dan bukan tidak mungkin IMM menjadi massa seperti ini, diminta demonstasi hanya untuk pencitraan, dan tidak benar-benar paham. Kasian sekali kalau itu terjadi pada organisasi mahasiswa yang besar.

Mungkin beberapa teman berpikir saya tidak setuju karena masalah partai PSI, yang mana ketika pilpres kemarin saya condong di kubu 01, tapi tidak seperti itu. partai manapun, IMM tidak layak untuk mengantar seorang kader dengan parade jalanan seperti itu, PKS, Nasdem, PKB, atau Partai Ummat sekalipun, yang mana pendirinya adalah seorang kader Muhammadiyah. Kalau memang tetap mau seperti itu, parade jalanan mengantar kader, bagaimana kalau semua kader di data yang masuk partai politik dan adakah arak-arakan untuk mereka juga, biar adil dan terbukti ingin konsisten membangun bangsa lewat dunia politik. Walaupun kalau sampai arak-arakan itu terjadi, IMM benar-benar akan kehilangan integritasnya sebagai organisasi mahasiswa kritis.

Saya Cuma kader IMM biasa yang merasa janggal dalam hati ketika melihat video tersebut. Saya tidak sehebat para pimpinan-pimpinan pusat hari ini, bahkan dengan ketum DPD IMM DIY hari ini, secara keilmuan saya sangat jauh sekali, apalagi masalah politik dan aktivisme. Saya hanya lulusan sekolah rakyat dan trapol, sebuah sekolah kader kepemilikan IMM AR Fakhruddin Yogya. Saya tidak berjalan jauh di tingkat structural, hanya sampai di tingkat kota, yang bahkan cuma mendapat bidang yang tidak menarik bagi para kader yang berburu jabatan di IMM.

Pada akhirnya, mungkin IMM akan seperti itu, bercampur baur dengan partai politik, saya sebagai kader biasa bisa apa, Cuma bisa cuap-cuap dan tulis kritik di blog gratis ini. IMM pusat silahkan seperti itu, bahkan semua DPD IMM juga boleh seperti itu, Tingkatan PC IMM manapun juga boleh, bahkan komisariat sekalipun. TAPI, ada salah dua yang tidak boleh melakukan hal wadidawadidaw itu, bahkan haram hukumnya untuk melakukan itu, yaitu IMM AR Fakhrudddin Kota Yogyakarta dan IMM FT UMY, rumah tempat saya ditempa, dan rumah tempat saya pulang nanti. “dua rumah” ini harus tetap netral, mandiri, kritis, dan progresif tanpa campur tangan siapapun, apalagi politisi dan partai politik.

Sekali lagi saya katakan, menjadi politisi dan masuk ke dalam partai politik adalah hal lazim dalam dunia aktivisme, bahkan kemampuan “ngebacot” para aktivis itu sangat berguna di dunia politik. TAPI, jangan pernah bawa “bendera” ke partai politik, apalagi sampai arak-arakan ala festival ulang tahun suatu daerah. Berhenti melakukan hal tolol seperti itu, menggunakan  identitas Muhammadiyah yaitu "1912" dalam kontestasi pilpres kemarin saja sudah wadidaw walaupun masih tidak terlalu terlihat jelas, lah sekarang malah terang-terangan nyebut nama Organisasinya. Tolol!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar