Sabtu, 15 Juni 2024

Mencintai Biru Hitam dengan Sederhana - (Jurnal Menikmati Sepak Bola #02)

Sebagai orang yang lahir dan besar di papua, sepak bola menjadi olahraga yang paling ngena bagi anak muda di papua, begitupula dengan saya. dibanding olahraga lain, sepakbola benar-benar menjadi permainan yang menyenangkan. apalagi ketika saya tinggal di papua, sepak bola papua sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, seperti Persipura, Persiwa, persiram sampai persidafon, tapi pada akhirnya masyarakat lebih mengenal Persipura jayapura

ngenal tim bola itu awalnya karena bersentuhan dengan playstation. Tahun pastinya saya lupa kapan, intinya ketika bermain playstation itulah saya tau ada yang namanya Milan, Real Madrid, Barcelona, Liverpool dll. Tulisan yang lalu saya menjelaskan kenapa saya menjatuhkan hati ke arsenal, kali ini saya ingin menceritakan bagaimana saya akhirnya memilih inter Milan menjadi jagoan saya kala itu, beserta lika-likunya.

Seperti saya tuliskan, bahwa persentuhan pertama dengan club sepak bola adalah playstation, maka saya butuh tim yang kuat untuk menang dari lawan saya ketika bermain PS. Waktu itu liga serie A yang paling bergengsi di lingkaran pertemanan saya, antara Milan, juventus, inter, atau laliga, walaupun Cuma dua yaitu Madrid dan Barcelona. Sebagai player yang mengandalkan ‘kata orang ini jago”, seingat saya, dulu real Madrid adalah peganganku. ada Ronaldo, Roberto carlos, luis figo, zidane, dan salah satu pemain yang saya ingat banget, Raul. Walaupun kalau dibanding Ronaldo, atau zidane, nama raul hari ini tidak terlalu kedengaran, tapi waktu itu raul adalah pemain yang menempel juga bagi saya, selain karena jago, saya suka namanya, keren. Terlihat lucu memang, tapi waktu itu, alasan saya menjagokan raul memang itu.

Walaupun saya menjagokan Madrid, tidak setiap saat saya memakai tim itu, beberapa teman juga menjagokan Madrid, sehingga kami ganti-gantian memakainya. Tapi tetap saya lumayan hafal para pemain real Madrid era itu, seperti Ronaldo, owen, raul, lalu lanjut ke era van nisterooy, Haji guti (bercandaan anak jaman dulu), sneijer, robinho, dan yang saya ingat banget juga adalah salgado. Kenapa salgado? Ya lagi-lagi karena namanya. Kenapa soal nama mulu ya. Tapi ini beneran, salgado menjadi melengket di benak saya karena kalau lagi baca nama salgado di layar, yang teringat di kepala saya adalah karakter Gado di game Bloody Roar. Mungkin Cuma anak game yang tau Bloody Roar ini, game fighting yang karakternya bisa berubah jadi hewan gitu, ada yang jadi kelinci, bunglon, harimau sampai jadi singa. Nah karakter Gado ini bisa berubah menjadi singa, dan menjadi karakter yang kuat, bisa dibilang bos terakhir juga. Jadi ketika membaca nama salgado, asosiasi di kepala saya menuju karakter Gado ini, ntah juga kenapa. Dan karena itulah salgado ini selalu menjadi starting yang saya pakai ketika menggunakan Real Madrid. Aneh bin ajaib memang.

Dari situ, saya sempet menjagokan real Madrid, apalagi dengar obrolan teman, lalu berita di tv Madrid adalah raksasa luar biasa, monster UCL, monster pula di laliga, dan di panggil los galacticos.. Tapi karena masih kecil, saya tidak pernah sekalipun menonton pertandingannya, cuma melihat highlight di televisi. Keadaan itulah yang membuat saya tidak terlalu mendalam dengan real Madrid, hanya sebatas jagoan di game Winning Eleven.

Menggunakan Real Madrid yang bertabur bintang, tidak membuat saya menang bermain PS, teman-teman saya lebih mahir dan berkali-kali membungkam Madrid yang saya gunakan. Dari situ saya pikir, butuh tim yang kuat dan bisa mengalahkan teman-teman yang jago ini, maka proses hunting tim itu terjadi. Akhirnya ketemulah dengan tim Inter Milan. Tim yang jago di serie A, ya walaupun tidak hebat-hebat banget juga, apalagi di kancah eropa.

Tidak hanya saya, tapi banyak orang yang mengakui juga bahwa Inter Milan ketika memiliki pemain seperti Adriano adalah pemain luar biasa. Body balance, kecepatan, dan kekuatan tendangan benar-benar menjadi andalan kala itu. dari orang yang “kata orang ini jago”, saya berevolusi menjadi player yang “hanya mempercayai kecepatan dan body balance”. Passing bola terus sampai ke Adriano, dan bola dibawa lari sampai kedepan, dan ditendang, kemungkinan goalnya sangat tinggi. Tekan X sampai ke kaki Adriano, setelah itu tekan R1 ke arah gawang, depan gawang tekan Kotak, duar goal.

Tapi tidak hanya  Adriano saja, pemain-pemain lain juga terasa sangat kuat kala itu, terbukti dari beberapa kali saya bisa mengalahkan teman-teman saya ketika bermain, walaupun tidak selalu, tapi persentasi kemenangan saya naik lumayan tinggi. Pemain belakang misalnya, dulu ada chivu, Lucio, Samuel, Ivan Cordoba, Materazzi, Javier Zanetti, maxwell sampai Maicon. Lalu pemain tengah ada cambiasso, stankovic, muntari, sneijer, recoba, figo, dan di depannya pernah ada ibrahimovic, Crespo, Cruz, Ribas, Balotteli, Adriano, Samuel Eto’o, Pandev sampai ke Diego Milito yang menjadi jagoan saya juga.

Dari kondisi persentase kemenangan naik, lalu familiar dan nyaman menggunakan Inter Milan ketika bermain, itulah yang membuat saya jatuh hati dengan Inter Milan. Apalagi waktu itu saya sudah lebih besar dan dewasa. Selain senang karena jago di PS, saya mulai menunggu info-info tentang transfer pemain, menonton highlight di televisi ketika pagi, siang dan malam, bahkan beberapa kali berhasil menonton pertandingannya secara penuh. Menonton pertadingan secara penuh adalah sebuah hal yang special bagi saya kala itu. kami punya televisi, tapi bukan televisi yang bagus, sehingga banyak channel yang tidak ada. bahkan saya dan saudara sering menekan tombol semacam tombol refresh kalau di computer, untuk refresh channel televisi. dulu kami sangat ingin mendapat channel global tv yang berisi acara kartun, sehingga rajin menekan tombol refresh tersebut. Pernah sekali kami dapat global tv, saya dan saudara sangat senang sekali, tapi sialnya sering tiba-tiba hilang. Yang membuat kami sangat ngotot sebenarnya karena beberapa teman sudah menggunakan tv kabel atau antenna parabola yang bisa lebih banyak menangkap channel televisi. Ditambah lagi bapak dan ibu saya selalu marah kalau menonton lewat dari jam sebelas malam, walaupun suara sudah di kecilin sekalipun tetap saja mereka tau, sehingga saya lebih memilih tidur.

Beberapa cerita orang yang mencintai sepak bola banyak dipengaruhi oleh bapaknya, biasanya karena bapaknya mengajak nonton bareng timnya. Bapak saya juga suka bola, tapi bukan orang yang sangat antusias dengan bola, kalau ada ditonton, kalau tidak ada yaudah. Bukan tipe orang yang mencari dan menunggu. Apalagi untuk menonton club bola, beliau lebih tau soal pertandingan antar Negara. Sehingga tidak ada momen yang luar biasa dengan bapak soal menonton sepak bola.

Salah satu pertandingan yang sangat saya ingat dari Inter Milan adalah ketika melawan Tottenham. Dan moment yang paling membuat saya wow sebenarnya bukan pemain inter, tapi pemain dari tottenham, gareth bale. Saya ingat betul bagaimana dia melakukan sprint yang super kencang yang mengalahkan semua pemain-pemain inter Milan. Aneh memang, tapi itulah ingatan masa saya dulu nonton pertandingan inter.

Setelah pertandingan itu, saya sudah tidak pernah nonton lagi, karena harus pindah ke jogja untuk sekolah pesantren di Muallimin. Di asrama saya dapat info ya dari Koran-koran yang di tempel di madding madrasah. Ada teman yang sama juga interisti, dan beberapa kali mengajak saya untuk pergi nobar, tapi untuk pergi nobar itu punya resiko yang tinggi, jadi tidak pernah saya turuti ajakan itu. setelah 3 tahun berasrama, barulah saya kembali bisa mengakses televisi, internet, dan sejenisnya dengan mudah, sehingga bisa menonton pertandingan dan menunggu setiap perkembangan inter Milan.

Saya mengikuti inter Milan dari jago, lalu sempat turun hingga akhir-akhir ini kembali naik lagi. Salah satu yang mengesankan adalah ketika Inter Milan tembus sampai babak final UCL musim lalu melawan Manchester City. Walaupun kalah dan Inter Milan disebut beruntung karena bagan pertandingannya yang tidak susah, tapi tetap inter bisa sampai final adalah pencapaian yang luar biasa. Toh, di final, inter memberi perlawanan yang luar biasa, dan Manchester City yang waktu itu sangat Overpower, yang biasa mengalahkan tim dengan skor besar, kali itu bisa ditahan oleh Inter Milan dan menang hanya dengan satu goal, dari Rodri. Walaupun kalah dan lumayan sakit hati, saya merasa tidak apa-apa, karena akhirnya pep guardiola bersama anak asuhnya berhasil mendapat gelar UCL untuk pertama kalinya di Manchester City. Saya penggemar Pep Guardiola juga soalnya. Hehehe

Dan musim ini, inter berhasil mendapat gelar serie A, Scudetto, dan mendapat bintang 2. Pencapaian yang luar biasa. Semoga bisa dipertahankan di musim yang baru, dan mendapat gelar yang bergengsi lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar