Cerita ini dimulai dari perjalanan panjang menuju ibu kota negara? kenapa panjang karena memang berada di jalan begitu panjang waktunya daripada tempat yang di tuju
Blusukan untuk menjadi walikota/bupati/ gubernur ataupun presiden harus ketempat-tempat yang pas dan strategis. bukan maksud mengatakan bahwa blusukan ketempat kumuh, kotor, terpinggirkan, atau korban penggusuran iu salah, tapi itu memang suatu kewajiban tanpa harus di suruh karena sudah di pastikan pemilih asli kota itu pasti kebanyakan adalah warga asli kota tersebut. kalau orang selalu mengatakan bahwa jangan sekali-kali melihat sesuatu itu dari satu sudut pandang tapi melihat dari semua sudut pandang, maka saya setuju sekali, disangkutkan dengan hajat orang banyak yang tidak memandang status dan kelas itu yang sebenarnya harus di datangi oleh para calon-calon yang ingin menjadi orang nomer 1 satu di kota tersebut.contoh paling konkrit dari itu sala satunya adalah stasiun kereta commuter line yang ada di sekitaran jabodetabek, kenapa? karena disitu dari yang uang di tabunganya milyaran sampai yang tidak punya tabungan sekalipun menaiki kereta tersebut.
ini antrian tiketnya, gimana perasaanmu? |
hari itu rencana saya akan menuju ke jakarta dari bogor yang ternyata itu bertepatan dengan hari sabtu yang notabenenya manusia-manusia ini mau merilekskan fikiran dengan sedkit berjalan-jalan mungkin. sialnya ternyata panjang antrian pembelian tiket itu sangat banget super "masyaAllah" sekali. hari itu saya menghitung dari pertama ngantri sampai mendapatkan tiket sekitar 1 jam lamanya. karena memang tidak ada pilihan lain selain menunggu dan mengantri. nah disitulah kalian para calon-calon untuk mendengar keluhan masyarakatnya yang hari itu aku dengar langsung yang ternyata mengeluhkan pelayan publik yang tidak jelas, contohnya :
"ini pengeras suaranya tidak jelas"
"ini coba penjaganya ngomong atau beritahu apa gitu, malah diam aja kayak patung"
itu pengeras suara macam suara burung saja"
dan banyak lagi keluhan masyarat yang sanget rekomendasi sekali untuk di dengar bagi mereka perebut kursi kekuasaan.
itu buktinya nyata protes bukan hanya kepada PT tersebut tapi yang sangat jelas terpampang adalah protes terhadap pemerintahan untuk memperbaiki pelayan publik yang di gunakan oleh semua kalangan tanpa memandang kelas.
saran bagi kalian yang ingin belajar bersabar maka silahkan untuk datang ke sekitaran jabodetabek tersebut dan saya yakin kalian akan belajar bersabar dengan langsung mempraktekkan langsung, tapi tidak sedikit orang yang sudah habis kesabaran akhirnya menggunakan jalan-jalan pintas yang kadang melanggar aturan atau tiba-tiba ada aturan baru yang muncul untuk mereka yang habis kesabarannya. contoh dari yang melanggar aturan adalah, kalau kawan-kawan datang ke sana kalian pasti akan di suguhkan dengan jalan yang harus di ikuti sampai ujung, walaupun tujuan kita cuma menyebrang jalan tersebut, kenapa? karena di sekitar jalan tersebut ada pagar yang menghalanginya walaupun tidak begitu tinggi nah itulah aturan yang dilanggar, yaitu memanjat pagar tersebut untuk sampai di tujuan dan yang habis kesabaran dan mengakali dengan aturan tiba-tiba adalah ketika saya berada di stasiun bogor itu, herannya ada tiket yang tidak perlu ngantri tapi harus membayar 50 ribu, inilah menurut saya yang menghilangkan budaya keindonesiaan kita yaitu mengantri dan bersabar. suara yang keluar dari pengeras suara itu " bagi yang terburu-buru kami menyediakan kartu. . .bla.. bla...bla.." yang intinya kartu 50 ribu itu. dan yang paling parah yang mungkin membuat saya sedikit kecewa adalah kata-kata selanjutnya yang keluar adalah " bagi penumpang yang tidak biasa mengantri, kami bla... bla... bla.." seolah cuma mereka yang berduit saya yang boleh tidak mengantri tapi bagi kita yang membawa duit pas-pasan harus ikut mengantri. mengantri dan bersabar itu budaya indonesia, jangan sampai di hapuskan dengan budaya-budaya instan yang hanya menggunakan duit saja. kalau kata ustad farhan aji darma "Talak 3 Pragmatisme".
sesak parah |
satu lagi, entah itu pelajaran atau apa, yang pasti intinya adalah "indivualisme adalah caramu bertahan hidup di sana"hari itu saya pulang dari jakarta ke bogor, sama ini cerita di dalam gebong kereta yang tidak ada kelas sedikitpun walaupun sudah menggunakan kartu sakti 50 ribu tetap saja di dalam gerbong kalian sama seperti kami membaur dan bersempit-sempitan. yang sudah pernah ke jabodetabek atau tinggal disana pasti tau, kalau kalian naik kereta di jam pulang kerja dan sekolah sudah pasti kalian macam ikan asin yang di tumpuk sembarangan yang penting sebanyak-banyaknya ikan bisa masuk ke dalam. sialnya saya pulang di jam segitu sehingga ya mau tidak mau harus menjadi "ikan asin" juga. saya berdiri dan di belakang saya ada 2 orang perempuan yang terjepit diantara lautan laki-laki. kasian juga liatnya tapi mau gimana lagi*mau kenalan juga gak enak kan. tiba-tiba ada seorang remaja seusia 20an menerobos dengan santai menuju kedekat jendela dimana saya berdiri, karena main serobot yang seenaknya, ya membuat di harus menabrak orang-orang di depannya. yang parahnya di menabrak sala satu perempuan di belakang saya, dan ternyata perempuan itu berteriak kesakitan, tapi tau apa reaksinya remaja tersebut? "aku sih cuek" itu responya, parah juga. bukan apa-apa ketika dia minta maaf tapi yaa cuek itu loh, dan parahnya dengan santainya dia mengeluarkan hp dan memasang headset. *terbaik memang masnya itu. (rencananya mau tak semperin perempuan tersebut dan bilang "gak papa mbak?" trus di balas "gak papa kok mas" dan akhirnya kenalan macam di FTV-FTV gitu) tapi mana bisa, orang gerakkan kaki saja kalian harus punya perhitungan yang benar dan detail sehingga kalian tidak menginjak kaki orang, bahkan kalian tidak perlu pegangan apa-apa cukup sandar aja ke orang-orang disekitar, tidak akan jatuh atau apapun.
itu mungkin sedikit cerita dan keluh kesah kehidupan di sekitaran ibu kota, ternyata begitu melelahkan. saya aja yang cuma 10 hari merasa sangat lelah bagaimana mereka yang hidup bertahun2 dan menaiki itu terus yaa? Mohon bersama ini ujian mas dan mbak.
Monggo di baca puisi perlawanan juga :http://sarungrevolusi.blogspot.co.id/2017/02/ibu-di-kota.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar