Izinkanku sedikit bercerita singkat tentang perjalanan
sampai pada titik ini, dimana semua penuh senyum, tawa, tangis dan air mata.
Tak pernah ada pikiran bahwa aku akan menjadi
seorang ketua sebuah organisasinya, dan sejujurnya akupun tidak mau
mendaftarkan diri ke organisasi itu karena banyak cerita-cerita dari senior
yang memutuskanku untuk tidak terjun kesana. Sampai pada akhirnya hari itu
datang juga, dimana setelah seminggu kegiatan perkenalan kampus dilakukan, BEM
mengadakan kegiatan student fair semacam pameran-pameran dan stand pendaftaran
bagi organisasi internal, dan UKM-UKM. Sebagai mahasiswa siapa sih yang tidak
bersemangat, aku coba mondar-mandir dari stand ke stand. Satu stand yang tidak
ingin aku samperin adalah organisasi itu, aku coba sembunyi-sembunyi tapi pada
akhirnya di panggil juga karena pendamping ospek itu adalah pengurus organisasi
itu. Dan itulah menjadi awal perjalananku. Sebenarnya aku bisa saja pergi dan
tidak melanjutkannya tapi entah kenapa hati ini rasa tak enak meninggalkan
begitu saja, karena namaku yang sudah tercantum jelas di data pendaftaran
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Teknik UMY.
Ternyata beradaptasi dan mencoba ikhlas itu tidak
lama, dalam perjalanan setelah pelatihan dan perjalanan tahun pertamaku
membuatku menjadi semangat, dan bisa dikatakan mengalahkan semangatku terhadap
ruang persegi berisi 20-30 orang dengan mendengar omongan seorang
bapak/ibu/mas/mba yang ngomong di depan. Dan bagaimana diskusi, pengajian,
kesenian, piknik, latihan orasi, makan-makannya, semuanya membuatku menemukan
rumahku di kampus berjas merah ini. Karena sejatinya rumah adalah tempatmu
untuk kembali mengadu kesal dan sesal yang ada.
Memasuki tahun kedua ternyata kehidupanku lebih
bergelombang dan penuh cerita, bagaimana tidak, pada moment itu aku menjadi
bagian dalam kru inti kapal yang sedang berjalanan di lautan. Mempelajari senyum
dan tawa yang terurai dari seorang nahkoda, mempelajari emosi dan amarah yang
keluar dari seorang kapten kapal. Bagaimana rasanya kapal itu di hantam ombak
besar, bagaimana kapal itu ternyata menabrak karang, bagaimana layar kapal
ternyata sobek di tengah lautan, gelombang masalah terus datang menghadang,
dinamika terus naik dan turun, awan hitam dan putih silih berganti. Tapi begitulah,
karena pepatah selalu mengatakan bahwa “pelaut ulung tidak lahir dari laut yan
tenang”.
Tahun selanjutnya membuatku tau apa yang sebenarnya
dirasakan oleh seorang nahkoda, di hadapi oleh seorang kapten kapal. Bagaimana tidak,
ketika nahkodanya ternyata kurang bisa, kurang handal, ya nyawa kru dan
penumpang menjadi taruhannya. Hampir sama seperti ketika ku berada tahun kedua,
di hantam badai, menambrak karang, layar sobek, bahkan kompaspun sempat hilang,
bedanya adalah gejolak emosi dalam diriku tidak sebesar sekarang, karena aku
kemarin itu cuma menjadi seorang kru saja, dan berharap pada para nahkoda dan
pimpinan kapal untuk memberi keselamatan bagi kita. Mungkin itu yang di rasakan
oleh nahkoda kemarin. Tapi itu membuatku untuk terus maju dan maju sampai pada
titik aku harus bertanggung jawab atas kepemimpinanku membawa kapal itu, apa
saja yang rusak dari kapal tersebut? Berapa biaya perbaikannya? berapa
penumpang yang baik-baik saja? Berapa penumpang yang sakit? Berapa penumpang
sekarat? Dan berapa penumpang yang hilang?.
Dan pada akhirnya aku selalu menyesal tidak bisa
menjadi nahkoda yang baik sehingga jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu tidak
bisa aku dan kru menjawab dengan baik dan benar. Terpilihnya nahkoda baru yang
akan berlayar lagi menantang lautan maka bersiaplah. Dan pada titik aku belajar
sesuatu yang menurutku benar. Kok bisa benar? Karena manusia akan selalu
menganggap dirinya sebagai hakim yang paling benar diantara hakim yang lain. Dan
ini menjadi pesanku untuk kalian semua sebagai kru baru, yang juga akan
membawaku di dalam kapal itu bahwa “yang terburuk itu bukan ketika kapal itu baik
atau buruk, bukan pula ketika kapal itu banyak di dihandang gelombang atau
tenang-tenang saja karena kepemimpinan kita, tapi yang terburuk adalah ketika
kita tak memiliki cerita perjalan kapal kita waktu itu untuk di ceritakan di
masa yang akan datang” maka teruslah berlayar, teruslah berkembang dan
sampailah pada tujuan. Karena kalau kau takut pada ombak besar, maka
berhentilah menjadi seorang pelaut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar