Malam ini dingin sekali bagiku, angin berhembus
kencang, masuk menusuk tulang-tulangku.
“kayaknya aku harus pulang deh” kataku dalam hati.
Segera aku kembali ke apartement dan bersiap-siap,
merapikan pakaian-pakaian yang akan ku bawa pulang. Kayaknya aku akan
benar-benar pulang untuk melepas rindu selama bertahun-tahun tidak pernah
kuinjak lagi rumahku itu.
“kau mau kemana li?” kata david dari pintu kamar.
“aku mau pulang vid” kataku sambil merapikan
pakaian-pakaian
“kok?” tanyanya bingung
“aku harus pulang vid, melepas rindu yang sudah
terlalu besar membendung ini” kataku sedikit puitis
“kapan rencananya pulang?” tanya david lagi
“5 jam lagi pesawatku” jawabku
“gila, kau belum pamitan dengan teman-teman yang
lain loh” kata david sambil berdiri di depanku
“aku nanti juga kembali” kataku
“oh syukurlah, kapan kau kembali kesini lagi?” tanya
david lagi
“ketika tuhan mengizinkan vid” jawabku
“itu tidak pasti bro. Kok kamu gak bilang-bilang
dulu sih” katanya
Aku memberhentikan aktivitas melipatku.
“aku harus pulang vid, kenangan memanggilku” kataku
“ayoolah boy, bagaimana bisa kenangan memanggilmu?
Hah?!” balas david dengan nada marah
“aku pun gak tau vid. Tapi kali ini aku akan tetap
pulang” kataku menegaskan. Sebenarnya tiap tahun aku selalu ingin pulang, tapi
sahabatku satu ini paling jago merayu dan membatalkan semua rencanaku untuk
pulang.
“siapa yang mau kau ketemui disana li? Orang tuamu
sudah meninggal semua. Dua adikmu sudah meninggalkanmu, siapa yang kau cari
disana?” tanya david dengan nada emosi.
Aku tau kenapa dia begitu marah ketika aku
memutuskan pulang ini. Karena dia senasib denganku. Dua orang tuanya meninggal,
dan kedua kakaknya tidak mau mengurusinya lagi, sehingga dia yang harus
menghidup dirinya sendiri. Dan kami berjuang di negeri ini bersama untuk
mendapat apa yang kami punya sekarang.
“kau tau li, aku bentar lagi akan nikah dengan
selena. Dan aku akan membatalkan itu ketika sahabatku tidak ada disitu” katanya
dengan nada begitu marah dengan tangan yang terus menunjukku
Aku tidak menjawabnya dan terus merapikan
barang-barang yang mungkin kan ku bawa pulang.
“kau tetap tidak mau mendengarku?” kata david yang
kali ini sambil berteriak. Dia segera berlari ke koporku dan membongkar semua
yang sudah ku susun rapi.
“hei apa yang kau lakukan?” teriakku sambil berlari
mendorongnya
“kau liat li, sekarang aku sendiri. Apalagi kalau
kau pulang, aku semakin kesepian. Aku sendiri li, aku sendiri li” katanya yang
masih terduduk di lantai
“masih ada selena kan?” kataku sambil merapikan baju
yang yang di hamburkan sama david
“kau tau bro, gara-gara kau aku bertemu selena,
karena bantuan dan perjuanganmu juga selena menerimaku” katanya. “kau jangan
diam saja li” tambahnya lagi
“aku akan tetap pulang vid” kataku
Ku kira kata-kata itu bisa meredam emosi david,
segera dia berdiri dan duduk di sofa. Dia tidak berhenti melihatku, yang
memancarkan harapan untuk ku tidak pulang.
“ada perempuan yang menunggumu kah?” katanya
tiba-tiba. “atau ada utang yang belum kau lunasi? Atau apa yang belum kau
selesaikan di negaramu?” tambahnya lagi
“ada janji yang harus ku tepati. Ada mimpi yang
harus kuceritakan pada mereka yang membantu menggantungkan mimpi ini” kataku
Aku duduk di atas kasurku berhadapan jelas di depan
david yang duduk di sofa
“ada rumah yang harus ku datangi, ada kampus yang
harus ku sambangi, ada kuburan yang harus ku beri bunga, ada orang yang harus
kuhidupi” kataku dengan nada lirih
David tidak menjawab dan hanya terus melihatku
“ada rahasia di balik kedua adikku yang harus kau
tau vid?” kataku
“apa maksudmu?” tanya david
“mereka menungguku pulang, ku yakin tiap malam
mereka menangis. Ku ingin mengusap air mata itu vid” kataku. “semua perjuangan
mereka itu untukku, dan aku tidak bisa tetap disini menikmati kebahagiaan,
sedangkan dia tersiksa dalam hidupnya” tambahku lagi
Segera aku berdiri.dan masuk ke dalam kamar mandi.
Dua jam lagi aku akan berangkat. Aku harus siap-siap. Beberapa menit setelah
mandi, ku dapati david sudah tidak ada disitu. Hanya tinggal secarik kerta yang
tertuliskan “Kembalilah, mereka memang lagi membutuhkanmu”. Segera aku berlari
ke apartement kawanku ini, tapi dia tidak ada disana. Tidak ada lagi waktu
bagiku untuk mencarinya, karena waktuku untuk berangkat akan segera tiba.
Inikah perpisahanku dengan david? Terlalu pedih
rasanya ketika aku tak bisa mengucapkan kata-kata perpisahan dengan sahabatku
yang berjuang mati-matian bersamaku selama 5 tahun ini.
Taksiku telah datang, ku kembalikan kunci
apartement, dan segera menaiki taksi. Dalam mobil tidak bisa kuhentikan
tangisku karena akan berpisah dengan negara ini. Walaupun uangku yang banyak,
dan aku bisa pulang-balik kesini dengan gampang, tapi entah kenapa hati ini terasa
sangat hancur. Seketika ku lewati, panti asuhan yang dulu tempat kami menginap.
Ketika masih menjadi mahasiswa S2, aku sempet diusir
sama pemilik apartement karena memukul anak pemilik apartement. Alasan kami
jelas, anak itu mengganggu salah satu pemilik apartement bahkan melakukan
pelecehan seksual kepada perempuan itu. Maka pukulanku dan david itu pantas
untuk laki-laki brengsek sepertinya. Tapi itu membuat kami bingung harus
kemana. Sempet kami berdua hidup di jalanan selama 1 minggu, tanpa kasur, tanpa
selimut. Kami mandi untuk kuliahpun harus sembunyi-sembunyi di dalam kamar
mandi kampus.
Sampai suatu hari, ada ibu-ibu berteriak keras,
“rampok-rampok”, kami yang lagi asik makan di pinggir jalan dengan sigap
berlari mengejar perampok itu. David melompat dan mengancing sebelah kakinya,
tapi kakia satunya berhasil menendang, sehingga membuat kepala david bocor. Aku
dari kebelakang kembali mencoba mengejarnya, segera aku melompat dan
merangkulnya dari belakang, ku kancing keras badannya. David yang datang,
langsung memukulnya, walaupun bagiku itu berlebihan karena banyak sekali darah
yang keluar dari perampok itu, mungkin karena tendagan itu. Segera kuhentikan,
sebelum dia membunuh perampok ini.
Segera kami ikat dia, dan menghubungi polisi, karena
memang jalanan itu sangat sepi. Segera ku kembalikan tas kepada ibu itu.
Kami di bawa ke kantor polisi untuk di minta
keterangan. Setelah berjam-jam kami di minta keterangan, kami pulang. Tapi ibu
itu mengajak kami untuk tinggal di tempatnya, mungkin ini rasa terima kasihnya,
tapi begitulah mungkin orang baik, akan di bantu juga. Akhirnya kami tinggal di
panti itu bersama anak-anak yang lain.
“bapak tidak papa, saya liat dari tadi bapak hanya
menangis?” kata sopir taksi itu menghentikan tangisku
“tidak kok pak, saya hanya lagi mengingat sesuatu
aja” kataku. Sopir itu hanya mengangguk.
“sudah sampai pak” kata sopir itu
“makasih ya pak” segera ku turun dan ku beri uang
“tapi ini lebih banget pak” kata sopir itu
“ambillah semua, karena tidak tau lagi, kapan aku bisa
naik taksi seperti ini” kataku dan segera ku tinggalkan dia.
Sopir itu hanya terheran melihatku pergi
Memang semua punya kenangannya. Semua pertemuan
pasti akan berakhir dengan perpisahan, maka buat apa kutangisi lagi. Karena
semua perpisahan akan menjadi pertemuan-pertemuan yang baru.
Setelah beberapa menit ku menunggu di ruang tunggu,
waktunya pesawatku untuk berangkat. Dengan berat rasanya kaki ini ku
langkahkan. Tapi beginilah aku. Aku akan tetap pulang. Untuk menyampaikan pada
mereka bahwa mimpi ini bukan lagi menjadi mimpi dan ini karena mereka.
Diatas pesawat, tidak kudengar instruksi pramugari
dan hanya memandang keadaan di luar pesawat. “mungkin suatu hari kita akan
bertemu lagi, belanda, panti ceria, dan begitu pula kau david” kataku dalam hati
Pesawat mulai lepas landas
. . . BERSAMBUNG . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar