Perempuan di Pinggir Jalan - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Selasa, 11 Desember 2018

Perempuan di Pinggir Jalan


“kenapa mba?” tanyaku
Cewek didepanku tidak menjawab pertanyaanku dan masih saja menangis. Rasanya ingin ku tinggalkan tapi tidak tega juga. Jam sudah pukul 12 malam dan dia duduk menangis sendiri di antara lorong gang kampung.
“mba udah malam loh” tambahku lagi
Tapi lagi-lagi tidak ada jawaban dan masih tetap menangis. Fikiranku sudah lari kemana-kemana. Mungkin saja cewek ini di tinggalkan cowoknya atau jangan-jangan dia habis di perkosa oleh sekelompokan orang.
“mba, gak baik loh tengah malam gini, sendirian lagi” kataku.
Lagi-lagi dia Cuma menangis. Semakin bingung dan sempat terlintas dalam kepalaku, jangan-jangan ini setan atau kuntilanak yang sering ada di film-film. Tiba-tiba keringatku mulai bercucuran. Karena takut, ku tinggalkan saja perempuan itu
“mas” panggil perempuan itu kepadaku. Tapi aku tidak berani menoleh ke belakang. Jangan sampai ketika noleh kebelakang langsung aku di cekik kan bisa bahaya. Aku terus berjalan secepat mungkin
“mas, tunggu” katanya lagi
Semakin dia memanggilku, semakin cepat laju jalanku.
“maaaas, tunggguuuu” teriak dia kepadaku
Aku langsung berhenti, mana mungkin kuntilanak berteriak fikirku. Segera aku berbalik dan kaget melihat mukanya. Belum sempat aku ngomong tiba-tiba perempuan itu pingsan. Semakin bingung aku jadinya. Mau ku apakan perempuan ini, ku tinggalkan kasihan, ku bawa ke kost siapa tau dia kuntilanak. Dengan menghela napas panjang, segera ku angkat dia, dan akhirnya ku bawa di tempat tinggalku

“aku dimana ini?” suara itu mengagetkanku. Segera aku berbalik. Ternyata perempuan itu sudah sadar.
“mba, ini siapa ya? Kok nangis malam-malam di pinggir jalan gitu?” tanyaku
Tanpa menjawab perempuan itu mendekatiku dan memelukku begitu saja, dan lagi-lagi menangis. Semakin membuatku bingung
“mba nya kenapa ya kalau boleh tau ini?” tanyaku lagi, yang masih ada dalam pelukannya.
Tiba-tiba dia melepasku dan berkata “kamu bukan gery? Kamu siapa?”. Semakin bingung aku di buat perempuan satu ini
Segera aku berdiri dan mengambil kaca yang menggantung di dinding kamarku. “mba kayaknya cuci muka dulu deh, ini liat mukanya. Mungkin gara-gara ini, jadi pikirannya gak jernih” kataku sambil menunjukkan kaca kepadanya. Mukanya penuh dengan make up yang luntur akibat hujan dan sudah tentu air matanya
“aaaaaaah” perempuan itu teriak keras. Dan segera berlari menuju kamar mandi

“makasih ya mas” katanya setelah keluar dari kamar mandi. “namaku amelia, panggil aja amel” tambahnya lagi.
“oh iya mba amel, saya Yudha” kataku.
Segera kuberikan handuk untuk membersihkan mukanya. “mba mandi aja gimana?” kataku
“maksud masnya apa?” tanya dia
“gak maksud apa-apa mba. Kayaknya baju mba itu lepek banget, abis kena hujan gitu. Kan enak juga kalau badan basah gitu” kataku
Dia diam sejenak dan kembali berkata “tapi saya gak ada baju mas”
“tenang mba, saya punya baju kok” balasku
“baju cowok? Gak lah” katanya sambil menolak
“ini baju cewek kok mba” kataku. Segera aku berdiri dan mengambil beberapa baju cewek di lemariku
Dia terlihat heran ketika ku memberikan pakaian perempuan kepadanya
“jangan salah paham dulu mba, itu punya adikku kok” kataku menjawab keheranannya.
Segera dia berdiri dan kembali masuk kedalam kamar mandi. Begitu pula aku melanjutkan tulisanku
Beberapa menit kemudian, dia keluar dari kamar mandi.
“mas ada kantong plastik gak?” kata amel
“oh ada mba, tunggu yaa?” aku segera mengambil di satu rak milikku “ini mba”
Segera dia memasukkan baju basahnya
Kembali ku lanjutkan tulisanku lagi. Ya mungkin namanya perempuan pasti siap sedia masalah kecantikan di dalam tas kecilnya. Dia mulai menggunakan alat make upnya, mulai dari bedak, lipstik, sampai parfumnya yang begitu menyengat.
“mba, kok malam-malam gini masih make up aja?” tanyaku penasaran kepadanya
Dia berhenti dari aktifitas make upnya, dan tertawa.
“emang ada yang lucu dari pertanyaanku mba?” kataku bingung
“gak kok mas” jawabnya sambil melanjutkan make upnya kembali
Karena tidak mendapat jawaban darinya, aku kembali melanjutkan tulisanku lagi. Beberapa menit kami lewati dengan diam dan kesibukan masing-masing, aku dengan tulisanku, dan amel dengan alat make upnya.
“mas ngapain sih?” katanya memecah keheningan kami
“oh ini mba? Nulis mba” jawabku
Segera amel berdiri dan mendekatiku. “nulis apa mas?” tanyanya lagi
“nulis cerita” kataku yang masih fokus pada laptopku. “oh iya mba, aku mau nanya dong” tanyaku menghadap kepadanya
“nanya apa mas?” katanya sambil berjalan menuju sofa lagi.
“mba kok bisa ada di pinggir jalan gitu? Nangis lagi. Tadi ku kira setan loh” kataku. Sambil membalikkan badan di atas kursiku.
“makanya masnya lari ya tadi? Hahaha” katanya sambil tertawa
Segera aku berbalik 180 derajat di atas kursi untuk mendapat tempat nyaman mendengar ceritanya
“yaa gimana lagi mba, nakutin sih. Di tanya Cuma nangis doang” jawabku
“kan emang aku setan mas” katanya sambil tertawa seperti kuntilanak. Walaupun sedikit maksa sih
“iya sih mirip mba” kataku sedikit tertawa
“aku mau cerita, tapi gak usah panggil aku mba ya, kayaknya kita seumuran deh. Umurku sekarang 23 kok” katanya
“oh gitu? Sama dong aku juga 23. Terus aku panggil apa dong?” tanyaku
Dia tidak menjawab, dan berjalan mendekatiku dan mendekatiku, kepalanya menundukkan mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik “panggil sayang aja”. aku kaget dan memundurkan badan dengan cepet kebelakang, kulihat dia Cuma tersenyum kembali berjalan ke tempat duduk lagi. Dan dia tertawa melihatku.
“kamu belum pernah punya pacar ya yud?” tanyanya
“kok nanya gitu?” kataku
“yaiyalah, masa aku gituan aja kaget banget sih” balasnya lagi
“lah terus? Itu bukan hal biasa loh. Kenal kamu aja barusan loh” balasku juga
“kok kamu sih, kan aku bilang panggilnya sayang loh yud” kata dia lagi
Aku menggaruk kepalaku bingung dan dia malah tertawa
“aku bukan orang sini yud” katanya setelah capek ketawa ku kira
“lah emang dari mana gitu mba?” tanyaku lagi
Dia diam lagi, dan tiba-tiba menundukkan kepala dan menangis. Kenapa lagi ini cewek fikirku. “kenapa mba?” tanyaku. Bukan menjawab, malah tangisnya yang semakin kencang. “mba udah malam loh. Kenapa sih mba nya ini?” tanyaku lagi. Dan sial, tambah keras aja tangisnya.
Aku semakin bingung, berdiri dan segera mendekatinya, tapi bingung mau ku apain ini cewek kalau dia menangis sekeras ini. Aku hanya bingung dan menggaruk kepala di depannya. Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya dan bilang “aku gak mau lanjut cerita dan mau nangis aja” katanya, yang kulihat matanya bengkak, sebenarnya bengkak itu dari awal ku temui perempuan ini di pinggir jalan, mungkin tangisnya kali ini semakin memperbesar bengkak itu.
“yaudah deh mba, kalau gak mau lanjut cerita, tapi jangan nangis dong. Eh boleh deh nangis Cuma jangan keluar suara ya” kataku, yang sebenarnya aku pun bingung dengan kataku sendiri
“aku gak bakal nangis, asal jangan panggil mba ya” katanya. Semakin membingungkan perempuan satu ini. “kayak aku lebih tua dari kamu aja sih” tambahnya lagi
Segera aku kembali ke tempat dudukku. “terus harus ku panggil apa dong?” kataku semakin bingung
“kan tadi aku udah bilang kan ke kamu” katanya
Aku menggaruk kepala. “iya deh. Oke diam ya sayang, sekarang silahkan cerita, kok bisa kamu di pinggir jalan tadi sayang” kataku sambil masih menggaruk kepala.
Tidak lagi menangis dia malah ketawa begitu keras dan berkata “gitu dong. Kan jadi bisa ku lanjutkan ceritaku”
“yaudah lanjutkan” kataku
“sayangnya mana?” katanya
Dalam hatiku, kayaknya aku salah tolong orang ini. “iya, silahkan lanjutkan sayang” kataku.

. . . BERSAMBUNG . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here