Kembali masyarakat dihebohkan dengan Seorang Staff Khusus Millenial bernama Belva Devara yang mengundurkan diri dari kursi jabatannya. Keputusan pengunduran diri belva devara ini karena polemik perusahaan yang dia pimpin, yaitu ruangguru. Yang mana ruangguru ini berkaitan dengan program pemerintah yaitu kartu prakerja.
Ruangguru ditunjuk oleh pemerintah sebagai mitra dalam program kartu prakerja, dimana ruangguru nantinya akan menyediakan pelatihan-pelatihan online untu mereka para peserta yang telah terdaftar dan lolos seleksi. Tidak main-main, diperkirakan ada sedikitnya 5 Triliunan yang akan digelontorkan untuk ruangguru dan program kartu prakerja ini.
Tentunya banyak masyarakat yang berspekulasi dan berasumsi bahwa ini adalah konflik kepentingan. Ketika mitra kerja untuk program kerja ini dikasih kepada perusahaan yang di pimpin oleh salah satu stafsus milenial presiden. Di tambah lagi dengan keadaan akhir-akhir ini, dimana wabah corona/covid-19 masih berlangsung.
Yang ingin saya bahas bukan pada konflik kepentingan atau politiknya, tapi lebih kepada respon masyarakat menanggapi tindakan belva devara yang mundur dari jabatannya.
Pertama adalah mereka yang sepakat dengan mundurnya belva devara tapi di tambahi dengan bumbu-bumbu kritik dan sindiran keras. Kondisi ini sangat wajar terjadi di negara kita. Apalagi untuk mereka yang melihat dengan kacamata yang lebih kritis.
Terlepas dari apakah belva ini ikut ataupun tidak dalam pemilihan mitra kerja dengan program kartu prakerja, masyarakat masih bisa tetap berasumsi bahwa belva bisa saja bermain di belakang. Kalaupun belva ikut serta dalam rapat tersebut, tentunya itu adalah konflik kepentingan, tapi ketika dia tidak ikut, masyarakat bisa berasumsi bahwa belva bermain dibelakang, atau ada deal-dealan di awal yang mana belva tidak perlu ikut rapatnya. Asumsi seperti itu wajar di kalangan masyarakat. Walaupun sudah dipaparkan oleh belva bahwa dia tidak tau tentang masalah itu, bahkan dia bekata “saya akan mengkonfirmasi lagi ke istana, apakah ada konflik kepentingan yang terjadi, walaupun saya tidak ikut dalam penyeleksian mitra, kalaupun ada saya siap mundur dari stafsus sekarang juga.”
Tidak sedikit komentar pedas yang saya baca di media sosial terhadap tindakan pengunduran diri tersebut. Ada yang berkomentar seperti ini “Nah gini dong, sudah kontribusinya tidak keliatan, sekarang malah main proyek”, atau “mundur juga. Pintar ya habis dapat jatah, lalu cuci tangan” . Menusuk memang.
Kedua, adalah mereka yang tidak setuju dengan belva devara mundur. Karena merasa belva tidak terlibat dalam pemilihan mitra kerja program tersebut. Belva mengatakan bahwa dia tidak pernah terlibat dalam proses pengambilan putusan yang menjadikan perusahaannya tersebut sebagai mitra kerja pada program kartu prakerja. Dia mengungkapkan bahwa semua masalah soal mekanisme dan anggaran di urus penuh oleh kemenko perekonomian langsung. “dapat di cek daftar kehadiran mengenai rapat program kartu prakerja ini bersama Kemenko dan PMO, saya tidak pernah hadir” jelas belva.
Ketiga, adalah mereka yang setuju dengan mundurnya belva devara dan ditambahi dengan bumbu-bumbu pujian seperti “salut” atau “bangga” di media-media sosial. Ini adalah respon yang menurutku menarik.
Kenapa saya bilang ini menarik, karena tindakan pengunduran diri belva ini yang dianggap seperti prestasi yang membanggakan.
Kita liat kembali bagaimana napak tilas kelakuan para pejabat-pejabat negara entah itu eksekutif ataupun legislatif ketika melakukan kesalahan. Tidak sedikit mereka yang bahkan masih bersikukuh untuk mempertahankan jabatannya, bahkan bersikeras untuk menutupi kesalahannya. Setnov salah satu contohnya, yang masih bersikukuh untuk duduk di kursi pimpinan legislatif. Dan masih banyak lagi pejabat yang seperti itu, yang bahkan masih tersenyum bahagia ketika mengenakan seragam orange.
Bagi saya tindakan belva ini sudah sangat benar, untuk mencegah opini liar masyarakat yang semakin membesar, dia harus turun dari jabatannya.
Tindakan-tindakan seperti ini sering di lakukan oleh banyak pejabatan-pejabatan di luar negeri, contohnya di jepang.
Ketika tahun 2010, seorang perdana menteri jepang bernama yukio hatoyama memilih mundur dari jabatannya karena gagal memenuhi janji kampanyenya yaitu memindahkan pangkalan militer amerika serikat dari okinawa. Dan digantikan oleh Naoto Kan. Tapi selang satu tahun, Naoto kan juga memilih mundur, beliau merasa gagal memulihkan jepang setelah terdampak bencana tsunami 2011 lalu, yang mengakibatkan krisis nuklir.
Jepang adalah negara yang maju, gagasan dan teknologi yang di garap jepang selalu diperhitungkan dunia, tentunya mental-mental seperti ini yang membentuk negara jepang bisa berkembang pesat seperti sekarang ini. Berbeda dengan negara kita, yang sudah salah, masih aja ngotot~
Tentunya respon seperti “salut” dan “bangga” kepada aksi pengunduran diri belva adalah tindakan langka yang terjadi di negara kita ini.
Terlepas dari apakah belva benar ataupun tidak, meredam kericuhan dan asumsi -asumsi buruk terhadap pemerintahan adalah langkah yang cerdik diambil oleh belva untuk tidak hanya membersihkan nama pemerintahan, tapi juga namanya dan perusahaannya.
Melihat korelasi mental belva dan pejabat jepang tentang pengunduran diri, apakah pengunduran diri belva ini bisa menjadi tanda bahwa negara kita akan berkembang pesat dan menjadi negara maju seperti jepang?
Tidak ada yang tahu, Kecuali Tuhan Yang Maha Esa!
03 Ramadhan 1441 H
03 Ramadhan 1441 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar