Apakah Pendidikan itu ada untuk Semuanya? - (Ramadhan Menulis #09) - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Sabtu, 02 Mei 2020

Apakah Pendidikan itu ada untuk Semuanya? - (Ramadhan Menulis #09)

Saya lahir dan besar di papua, tepatnya di Kota Jayapura, lebih Khusunya lagi di Abepura. Hidup selama 15 tahun disana dan juga mengenyam pendidikan disana, membuat saya sedikit paham mengenai keadaan papua. Terutama masalah pendidikan. 
“mesti mau ngomong ketidakadilan lagi, mau kritik pemerintah lagi?”. Emang! 

Data menyebutkan bahwa provinsi papua memiliki tingkat buta huruf yang tinggi. Data dari bps menyebutkan bahwa pada tahun 2011 masyarakat dengan kelompok umur 15+ memiliki tingkat buta huruf sebanyak 35,47 % dan untuk kelompok umur 15-44 sebesar 34,55%. Setelah delapan tahun kemudian, tepat 2019, tingkat buta huruf kelompok umur 15+ adalah sebesar 22% dan kelompok umur 15-44 sebesar 20,21%. Walaupun tren penurunannya positif, tapi untuk skala masyarakat yang sedikit harusnya loncatannya bisa lebih. Dan ditambah lagi papua adalah wilayah dengan sumber alam yang berlimpah, freeport adalah salah bukti bahwa indonesia harusnya bisa membangun papua lebih baik. Tidak hanya sedekar mengambil isi perutnya lalu tidak meninggalkan apa-apa, malah banyak meninggalkan luka bagi masyarakat. 
Kalau melihat jumlah penduduk provinsi papua sebanyak 3,37 juta manusia, berarti kalau 20%nya ada sekitar 600 ribuan masyarakat papua yang buta huruf. Gembor-gembor masyarakat akan percepatan pembangunan memang penting, tapi melihat keadaan seperti ini harusnya pemerintah juga fokus untuk membangun sumber daya manusianya. Saya jadi teringat ketika mengikuti sebuah diskusi yang kala itu membahas film dari watchdoc yaitu “jakarta unfair” di sleman, kala itu pembedah film dokumenter tersebut adalah gus bach, di penggalan obrolannnya dia bilang begini “di lagu indonesia raya itu ada potongan lirik seperti ini “. . . Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk indonesia raya. . .” yang artinya membangun jiwa, mental dam manusianya itu harus di dahulukan daripada membangun badannya yaitu infrastruktur”. Tentunya ini sangat benar. Karena pembangunan infrastruktur yang tidak diimbangi dengan pembangunan manusia, hanya akan berdampak buruk, karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman. Dan pendidikan adalah unsur penting untuk membangun jiwa indonesia ini.
Setelah 15 tahun di papua, tepatnya tahun 2011 akhirnya saya pergi merantau ke jogja, kota pelajar. Dan disitulah saya yakin bahwa pendidikan di papua, masih sangat jauh dari namanya baik. Bagaimana di jogja saya melihat sekolah-sekolah dengan fasilitas yang memadai, gedung-gedung tinggi, guru-guru yang bahkan ada lulusan S2, dan tentunya kualitas pelajarnnya yang mumpuni, walaupun untuk masalah perilaku dan moral belum tentu baik. 
Untuk tahun 2011 dulu, bisa bersekolah keluar dari papua saja sudah menjadi kebanggaan. Tapi orang di jawa sini, sudah bermimpi bisa sekolah di luar negeri. 
Saya jadi teringat lagi materi stand up comedynya abdur ketika di suci 4 , kala itu dia bercerita tentang kegiatan bakti sosial di sebuah desa di bawah kaki gunung semeru. Disana dia menemukan anak-anak jago main bola, tapi tidak ada yang bermimpi jadi pemain bola. Lalu di kelas, dia tanyakan anak-anak tersebut, apa cita-cita mereka. Ada yang mau jadi presiden, politisi, polisi. Kemudian ketika abdur bertanya pada satu anak “kamu mau jadi apa?” dijawab “ah kaka, saya tidak mau muluk-muluk seperti teman-teman yang ada. Biar saya jadi petani seperti bapak saja”. Abdur mengakan dalam materinya “jujur teman-teman, ketika saya mendengar jawaban itu, air mata saya jatuh. Saya merinding teman-teman. Saya merenung, sekejam apa negara kita, sampai anak sekecil ini saja tidak berani untuk bermimpi? Sekejam apa. Saya percaya kalau mau negara ini maju, itu bebaskan negara kita untuk bermimpi.
Negara ini harus membuat semua orang di nusantara ini berani bermimpi. Tapi bagaimana mereka mau bermimpi tinggi, ketika pendidikan saja tidak di dapatkan? Saya tidak bilang bahwa kita harus sekolah, tapi lebih kepada pengetahuan dan pemahaman yang harus sampai kemasyarakat, dengan apapun itu, salah satunya bacaan. Tapi bagaimana masyarakat mau membaca kalau masih ada 600 ribuan masyarakat papua yang masih buta huruf. 
Untuk semua aktivis pendidikan, para komunitas peduli pendidikan, komunitas yang berjuang mengantarkan buku kepelosok negeri, organisasi yang mengirim anggotanya untuk mengajar di pedalaman indonesia, untuk para guru-guru dan pendidik, saya angkat topi dan bangga. Perjuangan kalian untuk memajukan bangsa adalah bukti kecintaan kalian pada nusantara. Untuk kalian semua, saya ucapkan selamat hari pendidikan 02 Mei. 
Mendidik itu melawan!

09 Ramadhan 1441 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here