Setelah semalam saya mendengarkan cerita soal ternyata DPR sering melakukan rapat di hotel untuk merumuskan sesuatu, dan nanti ketika di ruang sidang terbuka tinggal ketuk palu, kalau kata prof amien, DPR bayangan. Saya jadi kepikiran tentang tulisan saya yang lagi berkhayal soal bagaimana sidang Omnibus Law itu berjalan. Saya tampilkan saja tulisannya
Semenjak beberapa waktu ini ramai diperbincangkan masalah Omnimbus Law dan menjadi perdebatan yang hebat di negara kita ini. Saya jadi penasaran bagaimana jalannya sidang pembentukan "aturan tersebut" ini oleh para satgas (dibaca : Kebanyakan Pengusaha, Pemilik Modal dan Investor). Selama pengalaman saya berorganisasi. Kegiatan seperti pembentukan aturan-aturan semacam GBHO-GBHK (Garis Bedar Haluan Organisasi - Kerja) atau AD-ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) tidak pernah terlepas dari namanya ngeyel, gontok-gontokan, ribut, dan tidak jarang naga tinggipun keluar. Tapi kira-kira bagaimana ya jalannya sidang pembentukan "aturan tersebut" ini?
Saya sempet berkhayal kalau jalannya sidang "aturan tersebut" pasti sangat menyenangkan, mari kita mulai berkhayal
.
"Mari kita mulai saudara-saudariku sekalian sidang pembentukan "aturan tersebut" ini" kata pimpinan sidang. "apa ada usul? Tanya pimsid kepada peserta sidang. Salah satu peserta berdiri dan mengangkat tangan "saya mau usul pimsid, bagaimana kalau upah untuk butuh kita hitungnya perjam?". Peserta hening sejenak. "saya setuju sekali pimsid" teriak salah satu peserta, dan diikuti riuh tepuk tangan peserta lainnya
"apa rasionalisasinya saudara?" tanya pimsid. "tidak perlu rasionalisasi lagi pimsid, kita para peserta (dibaca : kebanyakan pengusaha, pemilik modal dan investor) sudah kebayang kok bagaimana konsep dan teknis lapangannya nanti" sahut salah satu peserta. "Nah! Itu kawan saya paham" sambung pemilik usul tersebut. Rapat kembali ramai oleh teriakan dan tepuk tangan peserta.
Tiba-tiba dari belakang, di dekat pintu masuk, muncul seseorang berseragam berteriak sambil mengangkat tangan "Instruksi Pimsiiiiid". Semua peserta di dalam ruangan menoleh ke belakang menuju sumber suara. Dengan tatapan tajam, peserta sidabg menatap orang tersebut. Orang tersebut segera menundukkan kepala. "kamu siapa ya?" tanya pimsid penasaran. Dengan masih tertunduk, orang tersebut berkata "maaf pak, ini saya cuma mau mengabari kalau minuman mineral merek A*U* lagi kosong. Apa mau merek yang lain pak?". "Kok merek A*U* sih mas. Beli air mineral itu merek E**I* ya. Sana segera pergi" sahut salah satu peserta sidang. (bagi yang tidak tau merek apa itu, silahkan tanya mbah google, merek apa itu dan berapa harganya).
"sama satu lagi pak. Saya mau minta ijin untuk cuti menemani melahirkan istri saya, istri saya juga butuh cuti untuk melahirkan dan menyusui pak" tambah OB tersebut. Peserta terdiam, dan menatap tajam pemilik gedung tersebut yang juga menjadi peserta sidang. "mas, nanti kita bicarakan di belakang ya. Sekarang pergi beli minuman dulu sana" kata peserta sekaligus pemilik gedung tersebut. "Siap laksanakan pak" kata OB tersebut, lalu pergi meninggalkan ruang.
"Oke mohon maaf, tadi ada sedikit gangguan. Sekarang kita lanjutkan. Ada usulan lagi?" tanya pimsid kembali. Sekitar 10 menit berlalu tanpa ada usulan masuk. Peserta masih berpikir usulan apa yang cocok. Di tengah keheningan, peserta yang juga adalah pemilik gedung tersebut mengangkat tangannya. "oke silahkan" kata pimsid. "jadi gini pimsid, saya punya usul bagaimana kalau masalah per-cuti-an ini kita batasi dan kurangi. Contohnya cuti melahirkan dan menyusui, lalu cuti menemani melahirkan dan cuti yang lainnya untuk pekerja".
"Nah cocok pimsid, saya setuju sekali" teriak salah satu peserta sidang.
Dari barisan sebelah kanan, barisan kedua, kursi kelima di hitung dari utara. Seorang peserta mengangkat tangan tinggi sambil berteriak "Piiiimsiiiid". Semua lalu melihat ke sumber suara tersebut. Teriakan itu memberi asumsi pada peserta, bahwa dia akan menolak usulan. "oke silahkan saudara, mungkin ada sanggahan" kata pimsid. "jadi begini ya pimsid, menurut saya usul tersebut sangat bagus. Saya sangat setuju dengan usul tersebut. Mas, kok kits satu frekuensi gini ya" kata peserta tersebut. Argumen tersebut disambut riuh tepuk tangan dan tawa peserta sidang.
"oke cukup ketawanya. Kita lanjutkan lagi, ada usulan lagi mungkin?" tanya pimsid kembali. "saya usul bagaimana kalau masalah analisis dampak lingkungan itu dipermudah. Kenapa? Saya sebagai warga bumi. Pasti mencintai bumi dan tidak mungkin merusak alam dan lingkungan hanya untuk kepentingan sendiri kok. Kami merasa peraturan amdal ini menghambat kami dalam membangun usaha dan perekonomian yang lebih baik dan terkesan seperti mencurigai kami akan merusak alam yang kami cintai ini pimsid. Saya ini sangat mencintai bumi dan lingkungan. Perusahaan saya sangat sering melakukan kegiatan tanam seribu pohon. Kurang cinta apalagi saya dengan alam ini" jelas peserta tersebut. Kembali argumen tersebut disambut dengan riuh peserta. "jadi usulannya gimana saudara?" tanya pimsid untuk memperjelas lagi
"usulan saya sederhana. Untuk masalah amdal tidak perlu ada pengecekan dari pihak tertentu, kalaupun ada pengecekan, itu datangnya dari kami yang menunjuk orang untuk membuat laporan tersebut. Tenang pimsid, yang kami tunjuk tentunya orang yang ahli dalam bidang-bidangnya kok" tambah peserta pengusul tadi
Di tengah argumentasi peserta, OB yang tadi masuk dan mulai membagikan air mineral tersebut kepada para peserta
"dan pimsid, tidak mungkin orang seperti OB ini yang kami tunjuk untuk menjadi pengecek amdal pimsid" tambah peserta pengusul sambil menunjuk OB yang berada di depannya sambil tertawa. Tentunya diikuti tawa peserta sidang lainnya
OB tersebut hanya mengangguk dan tersenyum kecil sambil terus membagikan air mineral
.
Berikut mungkin adalah sedikit khayalan saya tentang bagaimana kemungkinan berjalannya sidang pembentukan "aturan tersebut". Sungguh menyenangkan dan membahagiakan ya, penuh canda tawa dan riuh tepuk tangan.
Silahkan yang lain boleh banget untuk berkhayal kok, soalnya berkhayal itu nikmat~
16 Ramadhan 1441 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar