Setelah semalam saya mengikuti diskusi komisi D membahas tentang media digital diindonesia. Saya jadi berpikir apakah media kita bisa menantang media penguasa yang bahkan sangat kuat. Akun-akun robot, akun-akun buzzer yang sering muncul di twitter ataupun sosial manapun. Saya menggunakan kata menantang, bukan dalam arti bahwa media penguasa ini salah, tapi tidak sedikit media digital penyampai pesan itu yang tidak masuk akal, apalagi kalau sudah melakukan usaha untuk mentrendingkan sesuatu. Bahkan dengan argumentasi-argumentasi yang kurang masuk. Setelah semalam kami membahas soal literasi media digital, saya jadi yakin, mungkin para penguasa ini tau kalau tingkat literasi media masyarakat sangat rendah, sehingga menggunakan buzzer dan akun robot masih sangat berpengaruh. Bahkan timbul pertanyaan seperti ini “kita belum juga meningkatkan literasi konvensional, sudah harus naik tingkat lagi ke literasi media?” benar juga. Kita masih rendah dalam minat baca, ditambah hadirnya media digital, yang semakin menjadikan orang malas membaca, baru baca judulnya aja udah bisa menyimpulkan. Memang mengerikan.
Juga pembahasan menarik soal bagaimana media melakukan framing terhadap salah satu calon yang ingin naik. Hal seperti itu wajar di dunia digital hari ini. Ross tapsell dalam bukunya mengatakan bahwa ada 2 langkah seorang politisi untuk memperkuat modal politiknya, pertama, membangun sebuah media, atau membeli sebuah media. Tentunya media adalah modal penting dalam membangun citra diri dan menyebarkan gagasan agar dapat diterima masyarakat secara meluas. Terbukti bahwa sekali tokoh politik yang dilahirkan dari proses framing media. Tidak perlu saya sebutkan, Anda semua pasti tau.
Itu aja!!
Saya hari ini tidak mau menulis panjang, perenungan saya tentang media belum tuntas hari ini. Semoga kita dilimpahkan keberkahan selalu
21 Ramadhan 1441 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar