Sekolah diliburkan Selamanya - (Ramadhan Menulis #19) - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Senin, 11 Mei 2020

Sekolah diliburkan Selamanya - (Ramadhan Menulis #19)

Seketika seluruh pengeras suara berbunyi serentak.
“Tes. . . . Tes . . . . Tes”
Si parjo yang lagi asik ngopi bersama kawannya di warung kopi paling hits di kota tersebut lalu terfokus pada sumber suara 
“tumben itu pengeras suara di gunakan ya” kata parjo
“iyoo” balas Dodi yang lagi asik memainkan smartphonenya
“yo bagus toh jo, daripada cuma jadi pajangan yang habisin anggaran negara kan” balas Halimah yang asik mengambil foto kopinya

“Yaudah diam sih. Kalau pada ribut jadi gak bisa dengar informasinya itu” balas yatno
“saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air yang saya cintai. Apa kabar kalian semua? Semoga selalu di beri kesahatan rezeki yang melimpah dari Tuhan Yang Maha Esa”
“lama banget pak, langsung intinya aja dong” celetuk dodi
“santai sih. Mental instan banget kamu ini” Kritik Halimah
“hari ini saya cahyono sebagai kepala negeri ini mengumumkan sesuatu yang penting bagi seluruh masyarakat”
“lama banget toh bapaknya” celetuk dodi lagi
“untuk besok dan sampai seterusnya. Sekolah di negara ini di liburkan. Libur selamanyaaaa”
Seketika tongkrongan kopi menjadi senyap. Semua orang termasuk parjo dan gerombolannya terdiam mencoba memproses apa yang di sampaikan pak cahyono melalu pengeras suara tersebut. Pengumuman itu bagai petir di siang bolong. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba bapak cahyono mengeluarkan pengumuman yang tentunya akan menggegerkan satu negara ini.
Di pasar, seketika ibu-ibu yang lagi asik gosip mengubah topik pembicaraanya, yang mana lagi asik mengobrolkan ibu yuni yang katanya lagi dekat dengan tetangganya menjadi membahas pengumuman super dari pak cahyono
“wah gimana ini jeng? Kok malah di liburkan?” kata ibu sari yang lagi asik milih-milih sayur
“iyaa, anak aku nanti jadi goblok dong kalau ndak sekolah” balas ibu rina yang lagi milih buah jeruk yang bagus
“aahh. Nyesel aku, kemarin milih pak cahyono”  sambung ibu lita
“iyaa bener. Pak cahyono harus tanggung jawab kalau kayak begini” balas ibu sari lagi
“emangnya ibu-ibu kemarin milih pak cahyono karena apa?” tanya penjual sayur tiba-tiba
“Karena ganteeng doong” jawab ibu-ibu itu serentak.
“Halah bu, milihnya aja karena beliau ganteng kok, bukan karena gagasan dan programnya” balas ibu penjual sayur lagi
“pokoknya ndak mau tau, kita harus demo besar-besaran ke pak cahyono”
“setuju bu. Saya ndak mau anak saya jadi bego gara-gara tidak sekolah”
“iyaa bener. Anak saya saja di sekolah, kelas ipa, di tanya matematika, fisika tidak tau. Apalagi kalau sekolah sudah tidak ada”
“lah kok bisa bu?” 
“anak saya sering bolos. Pergi latihan band-band untuk nampil katanya. Mau jadi apa anak saya kalau Cuma bisa main gitar aja”
“waktu lulus smp, mintanya masuk sekolah musik bu, tapi tidak saya kasih. Makan apa dia nanti dari main gitarnya” 
“terus ibu maksa masuk SMA biasa?”
“iyalah bu. Malah dia masuk ips waktu penjurusan. Aku lobi terus gurunya sampai beri kesempatan masuk ipa”
“ya ibu sendiri yang salah, maksa anaknya  masuk ipa. Padahal anaknya senang musik loh” 
“orang pintar itu paham matematika, fisika. Dan orang pintar itu pasti banyak duitnya jeng”
“tapi kan hidup tidak diukur dari banyak atau tidaknya duit. Pintar atau tidak pintarnya seseorang”
“halah bu, kebanyakan ngomong. Mending sekarang kita menuju istana. Kita demo itu pak cahyono. Enak aja liburin sekolah begitu aja. selamanya lagi”
Masyarakat benar-benar di hebohkan dengan pengumuman yang di keluarkan oleh pak cahyono, sebagai presiden negara ini. Pada dasarnya pola pikir masyarakat memang sudah tersistem bahwa setiap anak di indonesia harus sekolah. Dan ketika ada anak yang tidak sekolah maka akan di cap buruk. Bahkan negara ini berani memberi label bagi sekolah yang baik, dengan label yang tentunya menjual bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Ibarat narkoba, sekolah telah menjadi candu masyarakat. Ketika sekolah di berhentikan dan di tiadakan, masyarakat panik, sakau, dan bingung, dimana lagi anak-anaknya mau di berikan pendidikan. Padahal pendidikan bisa di lakukan dimana saja, dengan siapa saja
Sementara di tempat pembangunan gedung hotel 10 lantai, para buruh bangunan juga mengeluhkan pengumuman yang keluar dari mulut pak cahyono
“walah, pak cahyono ini ngawur juga kalau buat aturan yaa” kata pak rendi
“itu dia, anak-anak bangsa ini mau jadi kuli semua apa kalau tidak sekolah” balas pak bobi yang lagi asik menyeruput kopi
“udah negara ini bodoh, tambah ndak ada sekolah, makin bodoh” balas pak sigit
“lah kata siapa negara kita bodoh?” tanya pak rendi
“kataku toh, baru aja ngomong” balas pak sigit santai
“weleeh pak . . . pak....” balas pak rendi dan pak bobi bersamaan
Tiba-tiba datang seorang mandor mendekati mereka. Mandor ini masih tergolong muda, karena baru saja menyelesaikan kuliah Pascasarjananya di luar negeri.
“ada apa ini pak, rame-rame?” tanya arif si mandor
“ini mas, katanya sekolah di liburkan selamaaa” balas pak sigit
“Gimana mas menurutmu?” tanya pak rendi
“kalau saya sih tidak papa sih” balas arif tenang
“lah kok tidak papa mas?” tanya pak sigit penasaran
“kalau aku sih mikirnya sekolah ini sudah kehilangan orientasinya pak” balas arif
“orientasi itu apa mas?” balas pak sigit lagi
“orientasi itu arah pak. Jadi sekolah yang harusnya menciptakan manusia yang terdidik, malah di ciptakan menjadi pekerja” jelas arif
“bukannya orang sekolah itu untuk dapat kerjaan ya mas?” tanya pak bobi 
“ kalau saya sih bukan pak. Sekolah itu tempat belajar. Bukan pabrik yang menciptakan pekerja-pekerja baru” jelas arif lagi
“yoo jelas bukan pabrik toh mas, lah itu kan sekolah” balas pak sigit enteng
“itu pengandaian saja pak” balas arif sambil tertawa
“pokoknya saya tidak mau tau, sekolah harus tetap ada” kata pak rendi tegas
“Setuju pak, sekolah harus tetap ada. Anak saya kalau tidak sekolah, terus mau jadi apa? Kerjanya Cuma tendang bola aja di lapangan desa” balas pak bobi
“lah anak bapak suka main bola?” tanya arif
“iyaa suka banget pak, sampai sekolahnya kadang lupa” balas pak bobi
“mungkin bapak harusnya masukin di sekolah bola” balas arif 
“dulu dia pernah minta, tapi tidak di kasih. Mau jadi apa dia kerjanya nendang bola mas, belum lagi kalau cedera. Biaya rumah sakit mahal mas” jawab pak bobi
“jadi pemain bola lah pak. Orang di luar negeri juga banyak yang kaya gara-gara main bola pak” balas arif lagi
“itu kan di luar negeri mas” balas pak rendi. “gak perlu kebanyakan ngomong, sekarang kita izin ya mas mandor” tambah pak rendi
“loh izin kemana pak?” tanya arif
“kita mau demo ke depan istana negara. Kalau pak cahyono tidak bisa mengembalikan sekolah, kita turunkan saja dia” kata pak rendi dengan penuh semangat
“halah, itu memang tujuanmu pak kalau nurunin pak cahyono, karena kamu kemarin ndak milih pak cahyono” balas pak sigit
“iya sih. Cuma beda, ini masalah genting negara. Jiwa nasionalisme saya terpanggil. Permisi mas arif” kata pak rendi yang segera pergi untuk memprovokasikan seluruh buruh bangunan disana
“misi mas” kata pak bobi berjalan membawa kopinya
“saya juga misi mas” kata pak sigit mengikuti dari belakang pak bobi
“lah, pak sigit mau kemana?” tanya pak arif bingung
“kalau komandan sudah memerintah, kita yang bawahan bisa apa mas. Monggo mas” balas pak sigit dengan senyum di akhir
Arif si mandor bingung, karena semua pekerjanya kabur untuk mendemo presiden. Di lain sisi arif, merasa senang karena masyarakat mulai berani menyuarakan sesuatu yang menurut mereka penting. Belum habis arif melamun, dia dikagetkan dengan pasukan buruh bangunan yang begitu banyak keluar dari ruang istirahat para buruh bangunan, bahkan pasukan itu semua buruh bangunan. Mereka lengkap dengan palu, skop, paku dan segala macamnya. Arif tercengang, dan takut, tercengang karena semua buruhnya pergi, dan takut karena kerjaannya mangkrak gara-gara kebijakan baru dari presiden
“halah, kalau begini aku juga ikut demo aja lah” gerutu arif
Kepanikan semakin meluas. Semua elemen masyarakat mulai turun ke jalan, datang menuju istana negara, gedung-gedung dewan perwakilan, para kepala-kepala daerah. Mempertanyakan itu. Bahkan parjo dan kawan-kawannya yang biasanya Cuma nongkrong dan tidak pernah sekalipun demo, akhirnya ikut demo juga
“wah tumben ikut jo” balas halimah 
“iya jelas dong. Saya ikut barisan ini untuk menuntut keadilan” balas parjo
“bener jo. Saya aja bego loh, gak perlu tambah orang bego lagi di negara ini” balas dody yang berjalan di samping parjo
“emang yang buat pintar kita siapa sih mas?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di samping dody. “kenalkan saya wahyu” tambah wahyu sambil menyodorkan tangan
“dody” 
“ya sekolah tentunya mas” balas dody lantang
“ buktinya banyak koruptor itu juga sekolah” balas wahyu
“ya tapi banyak orang sukses juga sekolah kok” balas dody membela diri
“tapi banyak juga mafia-mafia yang membunuh itu sekolah” balas wahyu lagi
“tapi banyak juga para orang kaya dan baik hati yang sekolah kok” balas dody mencoba membela diri lagi
“pada intinya?” tanya wahyu
“pada intinya apa mas? Saya mana tau?” balas dody
“pada intinya ada pada sistem dan anaknya sendiri. Orang hari ini banyak yang termindset di kepalanya kalau orang pintar itu yang paham matematika. orang kuliah untuk dapat kerja. Akhirnya waktu kuliah di kejar-kejar dengan presensi dan IPK. Begitupula di sekolah-sekolah menengah, bahkan di sekolah dasar. Tidak sedikit anak yang melakukan tindakan menyontek untuk mendapat nilai bagus. Tidak ada pendidikan yang di tawarkan secara baik dari pemerintah mas dody.  Di tambah lagi kepala masyarakat sudah di racuni dengan sekolah, harus sekolah supaya mau pintar, mau kaya, dan kalau tidak sekolah itu bodoh dan miskin” jelas wahyu yang terus berjalan mengikuti rombongan pendemo
“jadi masnya mendukung libur sekolah selamanya?” tanya dody
“belum sampai situ mas. Udah langsung intinya aja” balas wahyu
“kelamaan mas, mesti panjang. Penjelasan mas yang barusan aja buat pusing kepala kok” balas dody. Di tambah ketawa dari parjo dan halimah yang berdiri di sampingnya.
“hahah. Kalau saya sih, bisa mendukung meliburkan selamanya sistem sekolah ini. Dan membangun sistem sekolah yang baru. Yang membebaskan kepala untuk tumbuh dengan keinginannya” balas wahyu
“terus guru-guru tugasnya apa, kalau di bebaskan gitu mas?” tanya parjo
“guru ada sebagai fasilitator atau pendamping mereka saja. Bukan mencekoki kepala orang” balas wahyu
“emang bisa seperti itu mas?” tanya halimah
“bisa dan sangat bisa” balas wahyu
“kebanyakan ngomong sih, ini udah sampai depan istana” potong dody
Di depan istana, sudah tidak terhitung lagi, berapa banyak manusia yang menunggu penjelasan dari pak cahyono. Semetara dari dalam istana keluarlah pak cahyono dengan gagahnya menaiki panggung yang di siapkan untuknya berbicara
“selamat datang wargaku semuanya” kata pak cahyono melalui pengeras suara
“kelamaan pak, langsung saja”
“betull!!!”
“tidak perlu basabasi pak, langsung intinya!!!”
Teriakan terus bersahutan
“oke semuanya, saya akan jelaskan kenapa saya meliburkan sekolah untuk selamanya” 
“ini yang di tunggu, dengerin tuh jo” balas halimah
“jo. . . jo. . .” tambah dody
“heh, kamu tidur ya?” kata halimah sambil menggoyang-goyangkan tubuh parjo
“parjo terbangun dan kaget bukan kepalang, “loh bukannya kita tadi di depan istana ya, terus ini orang-orang kemana? Kok sepi sih?” 
“lah, kamu kenapa? Halu ya?” balas halimah
“gilaaa. Cuma mimpi ternyata yaa. Huuufft” kata parjo lega
Belum sempet menenangkan diri dari kekagetan akan mimpinya, dia melihat seseorang yang juga ada dalam mimpinya “loh mas wahyu?”
“iya mas, ada apa ya?” balas wahyu si pelayan cafe.
“lah, lu kenal ini pelayan cafe jo?” tanya yatno
“dia ada di mimpiku” balas parjo
“ciiee. . . ciee. Mas ada dalam mimpinya parjo loh” goda dody
“aku mau nanya dong mas wahyu, mas setuju gak kalau sekolah di liburkan selamanya?” tanya parjo tiba-tiba
“lah pertanyaanmu aneh banget deh” balas halimah
“kalau saya tidak setuju jo.. Saya aja bego loh, gak perlu tambah orang bego lagi di negara ini” balas dody 
“bukan kamu yang di tanya loh” balas halimah memukul badan dody
“emang yang buat pintar kita siapa sih mas?” balas wahyu akan argumen dody
“ya sekolah tentunya mas” balas dody lantang
“ buktinya banyak koruptor itu juga sekolah” balas wahyu
“ya tapi banyak orang sukses juga sekolah kok” balas dody membela diri
“tapi banyak juga mafia-mafia yang membunuh itu sekolah” balas wahyu lagi
“tapi banyak juga para orang kaya dan baik hati yang sekolah kok” balas dody mencoba membela diri lagi
“pada intinya?” tanya wahyu
“pada intinya apa mas? Saya mana tau?” balas dody
“bentar. . .bentar deh” potong parjo
“ lu kenapa lagi jo?” tanya yatno
“kayak dejavu loh” balas parjo
Tiba-tiba pengeras suara berbunyi
“Tes. . . . Tes . . . . Tes”
 “tumben itu pengeras suara di gunakan ya” kata parjo
“looh . . . looh. . .  benar kaaaan!!!” teriak parjo.

19 Ramadhan 1441 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here