Sungguh menyedihkan. itulah kalimat pembuka tulisan ini.
saya baru saja balik dari sholat jum'at ketika menulis tulisan ini, dalam perjalanan pulang saya menemui begitu banyak pengemis yang meminta-minta. saya tidak tau ini hanya terjadi di kota makassar atau di kota lain juga. tapi kalau boleh membandingkan, keadaan ini tidak terjadi di jogja, tempat saya menuntut ilmu. tidak hanya bulan ramadhan, berbulan-bulan sudah saya di makassar, dan setiap jum'at selalu saja ada pengemis yang menunggu di depan pintu keluar masjid ataupun menunggu di gerbang utama masjid.
saya tidak terlalu paham dengan cara pikir para pengemis, tapi kalau diizinkan untuk menganalisis, saya yakin mereka percaya bahwa orang yang datang ke mesjid adalah orang baik, dan orang baik akan selalu membantu orang lain yang kesusahan. dan juga orang yang habis keluar dari masjid setidaknya hatinya telah disucikan, sehingga mengeluarkan uang lima puluh ribupun sangat ringan baginya. mungkin seperti itu cara pikirnya, walaupun itu cuma analisa dan ilmu duga-duga saya.
dilain sisi kita yang ingin memberi atau membantu selalu dibenturkan oleh banyak masalah lain. pertama, berita soal para pengemis yang kaya raya. bahkan ada yang pernah bilang kalau dia pernah liat seorang pengemis pulang menggunakan mobil. atau ada juga yang bilang kalau ada keluarga pengemis yang punya rumah mewah. mari kita berandai-andai :
misalnya, dalam satu masjid berisi 300 orang, dan setiap orang dalam masjid akan memberikan 1.000 rupiah uangnya untuk si pengemis, makan ketika 1.000 dikali 300 orang, jumlahnya adalah 300.000 rupiah. itu sangat banyak. apalagi dia hanya duduk tidak sampai satu jam disitu. belum lagi ketika dia meminta-minta di lampu merah. bayangkan saja bila semua pengendara motor yang berhenti di lampu merah memberikan uang 1.000 rupiah saja, dan dari jam 8 pagi sampai 5 sore ada sekitar 2.000 pengendara. maka bisa dikalikan 1.000 rupiah dengan 2.000 orang maka dapatnya total 2.000.000 rupiah. itu sangat banyak sekali. kalau seperti itu, hanya butuh 2 hari untuk menyentuh angka UMK Kota Makassar.
masalah kedua adalah soal aturan didenda apabila kita memberi uang pada pengemis. pembuat aturan beralasan bahwa lebih baik memberikan kepada lembaga yang lebih jelas seperti lembaga zakat, panti asuhan ataupun lembaga sosial lainnya yang mengurusi anak jalanan ataupun orang kurang mampu.
dari dua masalah itu saja sudah menimbulkan dilema di hati masyarakat. mereka ingin membantu tapi takut didenda. mereka ingin membantu tapi kok tidak tepat sasaran. ini menjadi menyedihkan ketika negara meminta para masyarakatnya untuk tidak memberikan uang, tapi mereka tidak bisa menertibkan orang-orang itu. menertibkan bagi saya bukan mengusirnya dan sudah. tapi memindahkan mereka ke tempat yang lebih jelas, kerjaan yang lebih jelas. saya jadi ingat ceramah tarawih 2 hari lalu, yang mengatakan kalau semua itu ada sebabnya. pengemispun seperti itu, maka sebab itulah yang harus negera cari solusinya.
belum pernah ada solusi yang jelas soal anak jalanan, para pengemis dan lain sebagainya, ketika pemerintah meminta untuk pindah, mereka tidak memberi solusi yang jelas. ditambah syarat kartu prakerja yang lumayan menyusahkan orang miskin dan anak jalanan. ada tes segala macamnya. bagaimana mereka mau tes ketika waktu mereka kecil saja mereka tidak mengeyam pendidikan. saya baru baca di internet bahwa tes yang diberikan adalah berupa tes matematika, pengenalan instruksi dan pemahaman bacaan non sastra. mereka bisa membaca atau tidak saja belum diketahui kok.
dan satu lagi sungguh menyedihkannya diriku ini yang hanya bisa menulis tulisan ini dan tidak bisa melakukan hal yang bisa memberi dampak baik bagi kehidupan masyarakat dan bangsa. cih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar