“bu, hari ini rama makan sahur di rumah Imam”
“lah kok di imam?”
“iya bu, lagi ada kumpul juga sama anak-anak”
“ya kan bisa pulang waktu sahur ram?”
“gak enak bu, udah di ajak soalnya”
“yaudah deh kalau begitu. Jangan aneh-aneh ya”
“Siap perintah, Laksanakan!”
Hari ini ramadhan hari ke-3 (tiga), tidak terasa tinggal 26 hari lagi.
Jadi malam ini AKU dan teman-teman akan ngumpul di tempat imam, untuk main, ngobrol dan sampai nanti sahur bareng. Kita berenam bersepakat untuk ada hari dimana rumah masing-masing di antara kita akan di pakai tempat untuk ngumpul, ngobrol sampai dengan sahur dan subuh datang. Dan hari ini waktunya imam yang menjadi tuan rumah
Seperti kuceritakan di awal, imam ini laki-laki berperawakan kurus, tinggi dan berkacamata. Walaupun badannya kurus tapi dia tergolong orang yang berani, bahkan ketika ada ribut dan kerusuhan, dia selalu berdiri paling depan untuk menjaga ataupun menantang lawan. Dia punya tiga adik, satu laki-laki dan dua perempuan. Semuanya masih duduk di bangku sekolah, yang laki-laki kelas tiga SMA, yang perempuan satunya kelas satu SMA, satunya lagi kelas dua SMP.
Karena kebutuhan yang banyak, Imam akhirnya memilih untuk tidak lanjut kuliah dan membantu bapak ibunya mencari nafkah. Padahal Ia tergolong anak yang cerdas dan pintar. Bahkan bisa dibilang kecerdasannya melebihi kita berlima. Dia mungkin menerapkan ilmu padi, “semakin tinggi, maka semakin merunduk”. Semakin dia berpengetahuan dan berwawasan, semakin merasa tidak tau apa-apa. Dia sangat tidak menampakkan kecerdasannya.
Ada yang bilang sebab dia pakai kacamata adalah karena rajinnya ia membaca buku, bahkan di tengah malam. Maka pantas kalau dia cerdas dan pintar.
.
Sampai juga di rumahnya
“yang lain mana mam?” tanyaku mengambil posisi duduk di kursi yang sudah disediakan
“lagi jalan kesini mungkin” balasnya sambil mengunyah gorengan
“bapak, ibu dan adik-adikmu di dalam?”
“iyaa, pada nonton tv” balas imam sambil menunjuk ke dalam rumah
Aku memerhatikan rumahnnya, tidak ada perubahan, kecuali warna cat rumahnya.
Ketika lagi memerhatikan rumahnya, Aku terganggu oleh barang-barang melautnya yang berantakan. “itu kok di taruh di situ mam?” tanyaku sambil menunjuk barang-barang melautnya
“oh kan emang disitu aku narohnya” balasnya
“ohhh gitu. Kirain” balasku mengangguk-ngangguk
“kirain apa?” tanya imam
Baru mau kujawab, tiba-tiba muncul harry, dion, bagas dan adit dari jauh. Dan kebiasaan harry dan dion, teriak-teriak sambil memanggil nama orang yang disapanya. Mereka tidak paham kalau ini malam, waktunya istirahat. Aku yang duduk di kursi plastik itu segera berbalik badan dan menatap mereka.
“bisa gak, datang gak teriak-teriak!” kataku menatap tajam mereka berdua
“ya gimana lagi ram, udah kebiasaan” kata harry membela diri
“kebiasaan sih kebiasaan, tapi tau keadaan dong. Udah malam ini waktunya orang istirahat. Kirain ini desa punya nenekmu” balasku sedikit emosi
Bagaimana tidak emosi, teriaknya bisa membuat perkumpulan kita didatangi warga.
“kenapa ram, sensitif amat” ejek dion
Mereka tertawa.
“ini rantang yang kamu suruh bawa mam” kata adit sambil menyerahkan rantang tersebut ke imam
“untuk apa rantang itu mam?” tanyaku melihat rantang bertingkat itu. sedikit mecurigakan.
“nanti juga tau. Aku masuk dulu bentar” balas imam
Kami di tinggal berlima di luar
“kira-kira untuk apa itu rantang ya?” tanya dion ke kami semua
“bodoh kali kau yon, ya untuk makanan lah, apalagi” balas harry penuh senyum
“giliran makanan cepat kali kau yaa. Lama-lama ku sobek-sobek itu lambungmu” balas dion dengan khas tatapan tajamnya
Kami tertawa.
.
“Nah sudah siap” kata imam yang keluar dari rumah. Sudah dengan dua rantang di tangannya, dan bajunya yang telah berganti
“Ram, kau bawa itu dayung” kata imam sambil menunjuk dayung kayu
“Kau harry, bawa itu jaring-jaring ikan” suruh imam lagi
“kau yon, bawa itu alat-alat pancingan. Ada 5 itu, jangan kurang loh” kata imam sambil menunjukkan isyarat 5 jarinya
“dan kamu dit, bawa itu jirigen isi bahan bakar” kata imam sambil menunjuk jirigen di belakang kursiku
“yuk berangkat!”
“lah, mau kemana mam?” tanyaku bingung. Bukannya kita akan nongkrong di rumahnya, kenapa tiba-tiba diajak pergi gini, dan di suruh bawa barang-barang melautnya lagi
“iya mam mau kemana, buat apa pergi makan-makan bawa jaring ikan sih?” tanya harry yang juga ikut kebingungan.
“mau kemana mam?” tanya bagas
“Kita pergi melaut dong” kata imam dengan santainya
Kami semua kaget.
“gak usah kaget gitu. Yuk lah, berangkat, itu barang bawaannya di bawa” kata imam sambil berjalan menjauh
Segera kami berlima mengambil barang Yang tadi di tugaskan. Di tengah jalan kami terus memprotes imam
“lah gak bilang kalau mau melaut kamu mam” ucapku protes. dari awal harusnya aku bertanyakan lebih dalam lagi kenapa alat melautnya terbongkar begitu saja di depan rumah
“iya ini. Besok aja lah ngelautnya mam” kata dion
“gak bisa kalau besok, keluargaku makan apa entar” balas imam yang tetap berjalan meninggalkan kami
“yaa kalau gitu kenapa gak bilang sih, biar kita atur ulang jadwalnya” ngoceh dion mengejar imam
“sekali-kali lah kalian melaut. Kenali laut, laut itu indah” balas imam
“iya tau, laut itu indah, tapi kan gak gini juga dong” balasku jengkel
Imam berhenti berjalan, lalu mendekati dan merangkulku “ram, kamu sebagai orang kota harus dibiasakan hidup gini, biar gak lupa sama kehidupan sebenarnya” katanya, lalu melepas rangkulannya dan lanjut berjalan.
Saya dan dion terus mengoceh sedangkan bagas dengan ciri khasnya diam saja, dan adit dengan kesantaiannya berjalan tenang, sedangkan harry pun begitu, aku yakin yang di kepalanya Cuma makanan yang ada di rantang yang dipegang imam.
Lumayan lama kami berjalan, sekitar 30 menitan, belum juga melaut, aku sudah kecapekan, berbeda dengan mereka berlima yang masih juga kuat.
“begitulah orang kota, jarang olahraga, kerjanya depan komputer, hirupnya asap knalpot dan polusi udara. Jalan segini aja udah ngos-ngosan” kata dion mengejek. tampangnya cukup menjengkelkan. segera ingin kubalas, tapi nafasku saja belum teratur dengan baik
“ini baru juga 30 menit ram” tambah harry. Harry pun masih kuat, walaupun badannya besar, tapi dia kuat dan sehat.
“tapi tadi banyak tanjakannya har, makanya capek!” kataku coba membela diri
“buktinya harry gak capek, kamu aja yang lemah” balas dion lagi
Aku sudah tau, pasti jawabannya begitu. Aku menyerah berargumen.
Kami berjalan mendekati sebuah kapal yang lumayan besar.
“kenapa melautnya harus malam sih mam! Di laut kan gelap, gak ada lampu” tanya dion
“alah, sok jagoan. Giliran gelap, takut juga” balasku. akhirnya aku punya amunisi untuk membalasnya
“karena nelayan memanfaatkan angin darat yon” jelas bagas. Nah, kalau bagas sudah menjelaskan berarti itu sudah pasti penting, walaupun yang lebih pantas menjelaskan adalah imam sebagai nelayan aslinya.
“trus kenapa kalau angin darat?” tanya dion
“bodoh kali kau rupanya. SMP dulu kerjaanmu Cuma gangguin orang terus sih, sampai angin darat saja tidak tau” samber harry
“macam tau aja kau har” balas dion sambil menunjuk tajam harry
“ya tau lah, begitu mah kecil. Jelaskan gas” kata harry
Hahaha, kami tertawa, tapi dion tidak
“intinya angin darat itu terjadi di malam hari, dimana angin dari darat itu berhembus ke laut. Nah angin itulah yang di gunakan nelayan untuk melaut” jelas bagas
“oh begitu toh, tapi masa Cuma itu doang. Kan ada mesin yang bisa menjalankan perahu, tidak perlu pakai kekuatan angin” kata dion mengangguk
“setauku Cuma itu yon” jawab bagas
“masih ada lagi alasannya kenapa malam” kata imam yang lagi sibuk menaikkan barang ke atas perahunya
“apaan mam?” tanya dion
“karena malam itu terjadi proses konduksi, yaitu perpindahan kalor dengan zat penghantar yang tanpa disertai perpindahan bagian-bagian zat itu, sedangkan malam hari, di laut terjadi proses Konveksi, yaitu perpindahan kalor dengan zat penghantar yang disertai perpindahan bagian-bagian Zat itu. Air laut paling bawah energi kalornya lebih tinggi dari air laut paling atas, sehingga energi kalornya berpindah ke atas, dan plankton-plankton juga ikut ke atas. Nah, plankton itu kan makanan ikan, jadi pastinya ikan juga ikut naik ke atas. Itulah yang memudahkan nelayan untuk dapat ikan. Dan juga jaring ikan kan tidak bisa menjangkau laut yang dalam, makanya ikan harus naik ke atas biar lebih mudah di tangkap” jelas imam yang begitu panjang.
Kami berlima Cuma mengangguk sok mengerti.
“Paham gak yon?” tanyaku
“di paham-pahamkan sajalah ram. Sakit kepalaku mikir begitu” kata dion sambil ketawa. Kamipun ikut tertawa.
“dan lagi yon, sambung ke omongannya bagas tadi soal angin darat, ketika pagi, nelayan memanfaatkan angin laut, yaitu angin yang berhembus dari laut ke darat, inilah yang membantu nelayan kembali ke daratan. Makanya banyak pasar ikan itu pagi, karena baru dari laut, dan pasti hasil tangkapannya segar-segar” tambah imam lagi.
Lagi lagi kami Cuma mengangguk sok mengerti.
“segitu detail amat jelasinnya mam” kata adit yang daritadi duduk di atas pasir pantai
“haha. Iya dit. Biar kalian makin percaya dengan saya, kalau saya bisa melaut. Saya tidak hanya menunjukkan pengalaman dan praktek, tapi juga paham teorinya. Bukan begitu ram? Orang kota kan begitu, teori dan praktek harus sama! Padahal tidak semua teori selalu sama dengan realitas di lapangan” kata imam.
Gila ini orang, cerdas parah. Pikirannya lebih modern dari orang modern. Dia berkali-kali menghantam saya dengan pikiran majunya. Saya yang kuliah saja merasa rendah sekali.
“yuk naik” kata imam.
Aku berjalan mendekati imam dan berkata sambil sedikti berbisik “keren banget mam teorinya”
Mendengar kataku, imam memberhentikan langkahnya untuk naik perahu, dan Memandangku, lalu berkata “barusan aku liat di blog orang. Bukannya mahasiswa kebanyakan gitu ya, mencari jawaban di blog saja, padahal belum bisa dipertanggung jawabkan kevalidannya”.
cih, dia selalu tidak lupa dengan sindiran "orang kota" dan "mahasiswa”nya kepadaku.
.
Imam segera naik ke atas perahu, begitu juga denganku dan adit yang segera menyusulnya
“woi bantulah” kata harry
“makanya diet-dietlah sedikit, berat kalipun kalau kau ku angkat” kata dion yang membantu harry naik
“tidak usah banyak bicara. Cepat dorong lah” kata harry
“ini sudah ku dorong har, ini juga perahu pake goyang-goyang segala lagi” keluh dion
“iyalah bodoh, laut ini pasti goyang. Kalau mau tenang di daratan saja” kata balas harry
“tidak usah banyak cakap kau. Cepat naik. Kau juga gas, jangan Cuma liat, sini bantu” kata dion sedikit marah. Segera bagas berjalan membantu dion. Akhirnya harry naik juga di atas kapal
“oh ini ada tangga ternyata” kata imam di tengah ngos-ngosan dion dan bagas di bawah
Dion dengan mata melotot memandangi imam dan berkata “awas ya kau mam. Otak memang pintar, tapi kelakuan kayak setan. Udah mau patah rasanya tulang ini angkat harry, trus baru kau turunkan itu tangga”. Kami tertawa melihat emosi dion, dan dion tidak, dia masih berusaha mengatur napasnya.
“cepatlah yon” kata imam lagi
“iya iya. Ini juga lagi naik” balas dion
Perjalanan melaut kami pun dimulai, mencari ikan untuk hidup esok hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar