ADZAN MAGHRIB YANG DITUNGGU : RAMA DAN CINTA PERTAMANYA (EPS 03) - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Sabtu, 25 Maret 2023

ADZAN MAGHRIB YANG DITUNGGU : RAMA DAN CINTA PERTAMANYA (EPS 03)

“Rama”

“iya bu”

“udah selesai mandinya?”

“udah”

“ini gorengannya dianter ke rumah ibu rani”

“oke bu”

.

“bang, mau kemana?”

“mau anter gorengan, kenapa?”

“ke rumah ibu rani?”

“iya, kenapa sih?”

“gak papa sih bang. Takut aja abang clbk”

“bilang apa tadi?”

“hehe, bercanda bang”

Ibu rani memang begitu, setiap mau memasuki bulan ramadhan, beliau sekeluarga akan mengadakan semacam pengajian untuk menyambut bulan ramadhan, dan mengundang warga kampung. Karena penasaran aku iseng bertanya ke ibu rani kenapa rutin mengadakan pengajian, kata ibu rani untuk ajang refleksi diri selama dari ramadhan tahun lalu ke ramadhan tahun ini, apa kebaikan yang telah dilakukan dan keburukan yang dilakukan. Sekalian ajang silaturrahim dan saling memaafkan.

Oh iya, nama sebenarnya bukan ibu rani, namanya ibu dwi, rani di ambil dari nama anaknya. Saya juga bingung kenapa dipanggil ibu rani, kalaupun mau tetap ada nama rani, harusnya nama panggilannya berubah jadi ibunya rani dong. Begitulah hidup, aturan baku akan kalah dengan kebiasaan, budaya, dan kesepakatan masyarakat.

.

“Assalamualaikum” ucapku sambil mengetok pintu rumah ibu rani

“waalaikumsalam” terdengar suara dari dalam rumah. 

“loh rama, kirain gak pulang” kata perempuan yang membuka pintu. Perempuan inilah yang bernama rani

“iya, tahun ini pulang” balasku “ibumu ada ran?” 

“ada di dalam, lagi masak-masak sih” jawab rani

“ini ada gorengan pesanannya” kataku sambil menyodorkan gorengan tersebut

“ini aku bawa ke dalam dulu. Kamu tunggu sini ya, jangan pulang dulu” kata rani

“oh iya oke”

.

Rani adalah anaknya ibu rani, eh bukan ibu rani, tapi ibu dwi. Rani ini seumuran denganku, kami sempat satu sekolah di SD dan SMP. Di SMA kami berbeda sekolah. 

Kala itu, dia terkenal karena kecantikannya, bahkan disebut sebagai kembang desa di kampung kami. Banyak orang yang mencoba mendapatkan hatinya, tidak hanya remaja yang seumuran dengannya, tapi bapak-bapak pun coba mendekatinya, tentu yang berstatus duda. Aku termasuk dalam remaja seumuran yang juga mengejarnya.

Karena berusaha mendapatkan hatinya, tentu banyak langkah yang dilakukan, pertama, berangkat sekolah bareng. Karena rumah kami tidak terlalu jauh dan sekolah kami searah, saya selalu menawarkan untuk berangkat bareng menggunakan sepeda bututku, dan rani pun tidak menolaknya. Bayangkan saja selama 9 tahun saya menjadi “sopir”nya. Kedua, kerja tugas bareng. Karena kami satu sekolah, dan seangkatan, jadi tugas selalu bareng, bahkan ketika kami tidak sekelaspun, tugas kami pasti sama, karena gurunya Cuma satu. Maklum sekolah di desa, bukan sekolah di kota yang memiliki lebih dari satu guru untuk satu mata pelajaran. Ketiga, kalau rani sakit, aku selalu menjenguknya. Ketika SMP, rani langganan sakit. Dari sakit demam biasa sampai dengan tipes, bahkan sampai pernah di opname. Aku juga gak tau kenapa, tapi dia rajin bolak-balik rumah sakit. Ketika SMApun begitu, tapi intensitasnya sudah berkurang, dan sekarang ia sudah sehat dan sangat jarang sakit. Mungkin antibodinya sudah kuat dan terlatih. 

Tetapi ibarat pepatah ‘punuk yang merindukan bulan’ itulah keadaanku kala itu. Apalah daya orang tampang pas-pasan, duit tidak punya, kendaraan cuma punya sepeda, itupun bekas punya kakek, dekil, dan masih banyak lagi kekuranganku, tapi cukuplah menghina diri saya sendiri, terlalu menyedihkan untuk terus dilanjutkan.

“baru datang apa udah lama?” kata rani yang muncul dari balik pintu

“dua hari yang lalu sih” jawabku

“tapi gak pernah keliatan?” tanya rani

“iya, dirumah aja soalnya, paling semalam aja keluar, nongkrong sama anak-anak” jelasku

“sama dion dan yang lainnya ya?”

“iya ran”

Walaupun waktu telah berjalan, rani masih tetap cantik seperti dulu. Mungkin gelar kembang desa akan terus melekat padanya.

“eh kuliahmu udah selesai belum?” tanya rani

“udahlah, kalau belum mah telat itungannya. Kan kuliah normalnya 4 tahun” balasku

“enak yaa kuliah. coba dulu jalur undangannya aku ambil yaa”

“siapa bilang enak?”

“emang gak enak?”

“biasa aja sih, Cuma ribet tugasnya aja dikit”

“itukan, pasti enak banget sibuk ngurus kuliah, sibuk nongkrong, sibuk organisasi. Nyesel dulu aku gak ikut katamu dan kata bapak. Malah ikut kata si rafi, dan Cuma bantuin ibu di rumah” jelas rani

“cinta memang kadang memabukkan dan membutakan ran” balasku

“iya ram. Mana akhirnya rafi tidak bisa memberi solusi apa-apa, dan malah ninggalin aku. Menyesal banget aku ram” 

Aduh bahaya ini, pikirku. Kalau udah bahas cinta-cintaan apalagi mantan, kadang gatal pengen komentar dan ajak debat. Walaupun aku tidak punya mantan, dan juga tidak punya pacar, aku ini adalah pengamat yang ulung. Selama hidup aku mengamati betul skema dan siklus hidup para budak cinta dan budak asmara, jadi kalau untuk diajak berdebat, aku siap dengan teori dan pengalaman, walaupun bukan pengalamanku sendiri sih.

Tapi buat apa berdebat dan berkomentar, toh rani sudah sadar dan paham bahwa langkah yang diambil salah. Kecuali kalau ngeyel dan keras kepala seperti para bucin di luar sana, yang bilang “dia ngelakuin ini karena dia sayang sama aku!”, atau “sayang jangan marah ya, ini gamenya udah saya hapus demi kamu”. Cuih, sampah!

Mending pamit aja, daripada bingung mau apa lagi.

“ran, aku pamit balik dulu ya” kataku sambil berdiri dari kursi

“iih, kok cepet amat baliknya, baru juga ketemu dan ngobrol” balas rani

“iya nih. Aku masih ada urusan soalnya” jawabku dengan senyum tipis

“yaah, oke deh. Tapi jangan lupa datang pengajian ya” 

“oke ran. Oh iya katanya udah punya anak ya? Salamin ya buat anakmu” 

“yaelah, masih umur 1 tahun kali ram, gimana caranya “

“haha. Namanya siapa ran?”

“Rahwana”

“oh rahwana. Pokoknya salamin ya buat rahwana. Aku pamit dulu. Assalamualaikum” ucapku sambil berjalan meninggalkan rumah

“waalaikumsalam”

.

Ya memang rani sudah menikah, tapi untuk sekedar memujinya cantik tidak apa dong. Rani menikah ketika umur 20 tahun dengan pacarnya si rafi, dimana 20 tahun saya diisi dengan pusing mikirin kuliah, tugas dan praktikum, ditambah kabar pernikahan, membuat hatiku semakin remuk.  Tapi pernikahan mereka kandas di tengah jalan, kabarnya rani diceraikan dan di tinggalkan begitu saja ketika lagi mengandung empat bulan. Laki-laki tidak bertanggung jawab seperti itu memang pantas untuk dilepaskan, dan dilupakan. Dan sekarang statusnya janda.

Dion sering bilang ke saya, “sikat aja ram, udah jomblo tuh si rani”. Tapi aku selalu bilang tidak, dia masih tetap maksa “kenapa boy? Mumpung jomblo boy. Kamu dulu kan suka dia. Apa jangan-jangan karena sudah janda dan tidak perawan lagi”. Semakin ngawur pertanyaan dion, dia pikir nikah hanya sekedar urusan masih perawan apa tidak, tidak hanya sekedar urusan di atas kasur. Lebih dari itu. Dia penasaran, dan terus bertanya kepadaku “lalu kenapa boy?” , ku jawab aja “cintaku udah habis boy”. Dion mendekati dan membisik di telingaku, “Tai Kucing!”.

Tapi tunggu, nama anaknya rahwana? Ah masa lalu, anda terlau menyenangkan untuk diingat kembali~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here