ADZAN MAGHRIB YANG DITUNGGU : TRADISI RAMADHAN KAMPUNG KAMI (EPS 06) - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Senin, 27 Maret 2023

ADZAN MAGHRIB YANG DITUNGGU : TRADISI RAMADHAN KAMPUNG KAMI (EPS 06)

 “mau kemana ram?”

“balik lah, kan udah selesai acaranya”

“gak pamitan sama rani dulu?”

“tadi udah”

“lagi dong”

“itu rani kesini”

“hallo rani, makin cantik aja”

“bisa aja kamu yon. Ini berkumpul juga akhirnya enam sekawan yaa”

“iya ran. Katanya rama mau ngobrol ini”

“heh? Kok aku”

“mau ngomong apaan ram?”

“katanya kangen sama kamu ran”

“fitnah lebih kejam daripada pembunuh, mending kamu tak bunuh”

“hahahaha”

“gak ran, mau pamit aja. Ada urusan di rumah”

“belajar bohong darimana ram?”

“emang mau pamit kali mam”

“mau pamit yaa. Gak singgah ke rumah dulu?”

“iya ram, gak singgah dulu?”

“gak usah ran, tadi juga udah kok. Aku balik ya”

“jangan keringat dingin gitulah boy” 

Punya teman yang kelakukannya seperti itu, membuat stok sabar harus diperbanyak.

Oh iya, malam ini adalah malam pertama tarawih. Malam pertama selalu istimewa di kampung ini. Karena setelah tarawih kami tidak pulang, ada semacam tradisi-tradisi yang membuat orang selalu merindukan datangnya bulan suci Ramadhan. Ada kegiatan kumpul bersama bakar obor semangat ramadhan. Jadi selama ramadhan, kampungku selalu mematikan lampu jalan, dan diganti dengan obor. Dan malam pertama ini adalah semacam upacara pembukaannya. Ada obor besar yang dibuat pemuda desa, dan di letakkan di tengah lapangan masjid, lalu pak dukuh akan membawa obor untuk membakarnya, sebagai simbol datangnya bulan ramadhan. Memang sepintas seperti opening ceremony olimpiade, tapi memang ide tersebut di ambil dari olimpiade juga. 

aku pernah bertanya kepada pak dukuh, kenapa ada tradisi tersebut, pak dukuh berkata “ya seperti olimpiade mas. Kalau misal api olimpiade sebagai kobaran semangat untuk mengikuti lomba, inipun begitu mas. Api ini disimbolkan sebagai semangat kita untuk menjalankan ibadah di bulan ramadhan mas”. 

Seperti yang saya bilang tadi, lampu jalan semua di matikan, dan di ganti dengan obor. Nah untuk teknis menyalakan obornya, adalah dengan bergiliran para pemuda dan anak-anak. Dimana obor mulai dinyalakan ketika pukul lima sore oleh yang telah di jadwalkan dan akan dimatikan ketika pulang sholat subuh.  Cara ini sebenarnya digunakan supaya para pemuda dan anak-anak sholat subuh di masjid. Langkah pencegahan yang baik. 

Dan kenapa jalanan juga harus di beri obor? Pak dukuh bilangnya  sih gini “iya mas. Jadi obor itu sebagai Simbol semangat anak muda untuk melaksanakan ibadah, karena mereka kan yang menyalakan obor-obornya. Tentu pesannya berisi semangat anak muda itu, disebarkan dan di tularkan ke seluruh ujung-ujung kampung. Anak muda kan selalu penuh semangat, dan penuh ghairah. Gitu mas”. Sangat mendalam sekali ternyata tradisi di kampungku ya.

Dan lagi selama ramadhan, yang mengumandangkan adzan adalah para anak-anak dan pemuda. Semuanya harus dapat giliran. Kalau pak gatot adalah muadzin tetap masjid, maka untuk bulan Ramadhan beliau libur sejenak untuk adzan.

Karena banyaknya filosofi tradisi ramadhan ini yang disangkut pautkan dengan anak muda, jadi Aku tanya aja ke pak dukuh “pak, kok kayaknya semua isinya anak muda?”

“gini mas rama, Anak muda itu kayak punya apa gitu, semacam sesuatu yang tidak di miliki oleh orang-Orang tua. Jiwa yang menggebu-gebu, semangat yang terus membara. Jadi semangat itu pengen kita tularkan ke seluruh kampung, entah dia masih muda sampai yang paling tua. Umur boleh tua, tapi jiwa harus tetap muda, apalagi kalau masalah ibadah mas. Semua sama di mata Allah, yang membedakan Cuma tingkat ketakwaan dan keimanan, mau sekeriput apa mukamu, atau sekuat apa ototmu kalau tidak sholat mah sama saja. Kalau bagi saya mas, muda itu kata yang tidak lekang oleh waktu, selama jiwanya menggebu penuh kebaikan, maka ia masih disebut anak muda.”. 

Setelah pembakaran obor besar, ada beberapa penampilan dari masyarakat. Entah itu drama, nyanyi qosidah, dan cerita-cerita lucu (semacam stand up comedy). Nah disitulah salah satu momentum paling di tunggu. Setelah kita menyambut ramadhan dengan refleksi diri, muhasabah dan makan-makan di rumah bu rani, maksudnya ibu dwi, tadi siang, malamnya kami menyambutnya dengan bahagia, tertawa, bernyanyi dan bersholawat bersama. Hal-hal yang tidak mungkin di dapatkan di kampung-kampung lain, mungkin

Di tengah acara tentu banyak anak-anak yang heboh sendiri, main perang sarung, main kejar-kejar sampai dengan petak umpet. Jadi ingat masa lalu aja

Saya, harry, imam, dion, bagas dan adit duduk berjejeran di atas daun pisang, tentunya sambil melingkari acara tersebut. Lagi ada perform dari anak-anak yang lagi qasidahan. 

.

“ingat gak sih, waktu matanya dion benjol besar kena serangan sarungmu ram?” ucap adit memecah fokus kami ke qasidahan di depan.

“ingat aku dit, si dion pulang sambil menangis itu kan” timpa harry sambil merangkut adit yang duduk di sampingnya

“mana ada aku nangis har. Laki-laki sejati ini” balas dion sambil menepuk dadanya dua kali

“gak! aku ingat. Kau nangis waktu itu yon” balas harry lagi

“iyaa juga ya. Setelah itu aku jadi gak pernah ikut main perang sarung kalau ada dion” kataku setelah mengingat beberapa kejadian di masa lalu

“ oh iyaaaaa!! Kau kabur terus kan kalau ada aku. Pengecut kau yaa” balas dion dengan nada kencang dan berdiri sambil menunjukku, membuat semua orang melihat kami.  Segera kami menunduk memberi hormat, tanda kalau semua baik-baik saja. dion turun secara pelan-pelan dengan senyum tipisnya

“curang kali kau waktu itu ram. Lari terus kalau aku udah datang” kata dion dengan muka kesal dan mata tajam menatapku. kadang aku berpikir, bahaya juga kalau ribut dengan dion sedangkan kita tidak mengenalnya baik, dari tatapannya saja bisa membuat nyali ciut, dia seperti hewan pemangsa yang siap menerkam. tapi berbeda kalau sudah mengenalnya lama

“ya gila aja. Aku sebenarnya mau, tapi kamu mah orangnya kalau udah dendam di bawa sampai mati. Daripada aku celaka, mending menghindar aja” balasku membela diri. 

“untung kau ingatkan, sekarang waktunya balas dendam. Mana sarung!!” kata dion sambil memberi tangannya ke harry sebagai tanda meminta sarung yang di pakai harry.

“jangan lah, Cuma celana pendek ini di dalam yon” balas harry memegang sarungnya yang berusaha ditarik dion

“sudahlah yon. Itu juga salahmu. Kamu yang mulai” tambah bagas yang duduk paling ujung, ia yang yang biasanya cuma mendengar atau tertawa dalam obrolan, tiba-tiba ikut menimpali obrolan kami. Kalau bagas sudah bicara berarti ini penting

“kok bisa aku pula yang salah?” balas dion menatap bagas.

“iyalah, kamu yang nantangin rama kok. kamu kan orangnya gak mau kalah, maunya jadi yang nomer satu mulu, dan karena rama berhasil menang terus dan paling banyak “menembak” orang, jadinya kamu nantang untuk duel satu lawan satu” jelas bagas dengan tampang tanpa ekspresinya

Ya aku ingat kejadian itu, tapi lupa detail-detailnya. Ternyata dari hemat bicaranya bagas, dia menyimpan banyak memori-memori masa lalu.

“mana ada begitu, salah kau ini” balas dion dengan tangan melambai tanpa penolakan atas ucapan bagas

“lah malah ngeyel. Tak ceritain deh, tapi dengar baik-baik” balas bagas tapi masih tetap tanpa ekspresi

.

Mode Bagas Bercerita :

Jadi waktu itu Ramadhan hari kesepuluh, rama selalu jadi petarung dengan poin tertinggi. 

“Rama, aku tantang kau duel satu lawan satu” kata dion berdiri gagah di tengah lapangan

“emang bisa perang sarung, satu lawan satu yon?” tanya adit

“kita buat aja jadi bisa. Repot kali. Ayoo ram, takut ya kau” tantang dion terus

Rama waktu itu masih diam, mikir.

“huh, pengecut, pengecut” kata dion penuh ejekan

Kami, anak – anak lain duduk melingkari mereka berdua

“oke ayoo yon” balas rama

“kita buat aturannya dulu” timpa adit tiba-tiba yang berdiri dari jongkoknya

“buatlah suka-suka kau dit. Aku sudah pasti menang” balas dion

“gimana rama?”

“oke boleh dit”

“oke peraturannya sama seperti biasa. Kalian akan berpencar saling nyari di sekitar sini. Dan batas waktu sampai jam 11. Ini kan udah jam 10” jelas adit

“salah satu dianggap menang, kalau mengenai lawan 5 kali, atau 1 kali serangan dan lawan langsung menyerah, atau ada yang menangis” tambah adit lagi

“lah kok sampai ada yang nangis dit?” tanya rama panik

“kenapa ram, takut kau ya pasti.” timpa dion tertawa keras

“tidaklah. Mana ada takut!” kata rama coba menyakinkan dirinya

“tapi kalau misal sampai jam 11 belum 5 gimana?” tanya rama

“yaa kita adakan duel di dalam lingkaran”

“OKEE!” kata rama dan dion Bersama

“Dan untuk yang lainnya akan jadi pemantau yaa, jadi akan disebar untuk melihat apakah ada serangan yang masuk atau tidak.” 

“Kita Mulai! Fight!”

Mulailah rama dan dion saling sembunyi dan saling mencari. Ketika bertemu di satu titik, antar sarungpun saling beradu. 

Dibelakang masjid pertama kali dion dapat poin. Ketika rama mengendap-ngendap, ternyata dia tidak tau kalau dion muncul di belakangnya, segera dion tarik sarungnya dengan kencang, dan menembak rama tepat di punggungnya, sampai rama teriak kesakitan, lalu lari bersembunyi lagi. 

Poin selanjutnya  untuk dion didapatkan ketika rama bersembunyi di dekat kolam masjid, dia tidak tau kalau dion telah melihatnya bersembunyi, dengan mengendap-ngendap, dion mendekatinya dan sekuat tenaga menghantamkan sarungnya ke rusuk kiri rama. Bagian kiri memang titik buta rama. Kembali rama berteriak kesakitan, tapi belum sempet berlari lagi, dion memberikan serangan tambahan lagi dan berhasil mengenai punggung belakang rama. Teriakan kesakitan kembali terdengar. 

Tiga untuk dion dan nol untuk rama.

Poin selanjutnya,  didapatkan ketika rama mau berpindah tempat bersembunyi dari balik pohon menuju ke dalam masjid, dalam keadaan berlari, tiba-tiba dion muncul dari sebelah kiri, dion berlari kencang dan menghantamkan sarungnya kembali, rusuk kiri rama kena lagi. Tapi rama segera berlari bersembunyi, tidak mau kena serangan susulan.

Poin terakhir untuk dion. Tapi entah kenapa rama seperti Bersembunyi tapi tidak sungguh-sungguh bersembunyi. Persembunyiannya sungguh keliatan, dan dion melihat peluang itu. Ketika akan berlari menuju rama, dion melihat niat rama untuk berpindah tempat bersembunyi. Akhirnya dia pilih untuk menyerang seperti caranya mendapat poin keempat, ketika rama lari, dia akan menyerang dengan muncul tiba-tiba dari samping kiri.

Dan ternyata betul, rama berlari menuju salah satu pohon, tanpa pikir panjang dion segera muncul dari persembunyian dengan lari yang begitu kencang dari sebelah kiri rama, seperti harimau yang melihat mangsa. 

Sebelum dion sampai, rama segera melambatkan larinya dan lompat sedikit ke kanan, dan menarik sarungnya. Dion tidak bisa memberhentikan larinya  karena saking kencangnya dan PLAKK!! DUUK!!

Satu serangan rama menumbangkan dion, dion jatuh tersungkur dan menangis

“Aaaaaaahhhhhh aaahhh!”

Bagaimana tidak tersungkur, serangan dari rama yang begitu kuat, ditambah tekanan lari dion yang kencang, serta kaget bukan main dari dion, yang membuatnya langsung tersungkur, apalagi serangannya telak mengenai mata kiri dion. Tidak berdarah tapi memar.

Dion terus menangis  kesakitan tanpa henti.

Segera dion di tolongin dan di anter pulang sama harry dan  imam.

Hanya butuh satu kesempatan dan satu serangan saja dapat memenangkan rama. 

.

“gimana yon? Udah ingat?” tambah bagas

“iyaa juga yaa. Aku lupa” balas dion menggaruk kepalanya

Kami semua tertawa, kecuali dion yang terlihat kesal

“kau ingat mam, dia menangis sambil memegang mata kirinya menggunakan tangan kanannya, dan tangan kirinya untuk mengelus-elus kepalanya yang terjedot tanah. Menangis kayak bocah ingusan” tambah harry dengan ketawa kerasnya, yang buat kami jadi pusat perhatian lagi.

“tapi setelah itu, si rama gak pernah mau ikutan main perang sarung” kata dion langsung memotong. ucapan tidak mau kalahnya keluar lagi, tapi begitulah dion, kalau masih bisa dibantah, maka lanjutkan.

“kalau ada kamu aja yon. Pas kamu gak datang taraweh, dia ikut main kok” balas adit yang beberapa kali menyeruput teh di tanganny

“memang pengecut kau yaa” balas dion menunjukku

“bukan pengecut yon. Itu namanya strategi perang dan strategi politik “ jawabku

“mana ada bocah kayak kita dulu mikir sampai segitunya” balas dion tidak terima

“iyalah, buktinya strategi “One Hit K.O” berhasil mengalahkanmu” balasku mengangkat bahu

Kami tertawa lagi, dion tidak lagi!

.

selesainya penampilan anak-anak qasidahan, juga masuk ke penghujung acaranya malam ini. malam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. sebelum menutup, pak gatot diminta untuk memimpin kami berdoa kepada Allah, agar ibadah puasa ramadhan kali ini mendapat berkah individu dan berkah kolektif masyarakat sekitar. 

acara ditutup langsung oleh sedikit pidato pak dukuh :

"saudara-saudaraku sekalian, semoga di bulan ramadhan ini, kita semua diberkahi kasih Allah dan diampuni segala dosanya. Untuk informasi selanjutnya, nanti bisa berhubungan dengan panitia ramadhan, atau bisa juga ke ketua karang taruna. Mas dion ya. Terima kasih. Assalamualaikum Wr. Wb”

“waalaikumsalam wr. Wb” jawab semua orang

Satu per satu masyarakat berdiri dan mulai meninggalkan masjid, ada beberapa anak muda yang membereskan barang-barang yang digunakan, dan yang lainnya membersihkan lapangan yang digunakan karena ada sedikit sampah yang tertinggal. Kami berenampun ikut membantu membereskan barang-barang yang ada

“tadi yang pak dukuh bilang bener?” tanyaku ke imam yang lagi sibuk membereskan beberapa daun pisang yang digunakan untuk alas duduk para jamaah

“yang mana?” balas imam

“soal ketua karang tarunanya sih dion?” tanyaku lagi penasaran

“gak percaya anda sama saya?” kata dion yang datang dari belakang

“kamu beneran ketua karang taruna ?” tanyaku memastikan sambil mendekati dia

“bocah satu ini perlu dikasih tau. Kasih tau har” kata dion sedikit membusungkan dadanya

“gak, pak dukuh tadi bohong ram” balas harry yang sibuk dengan sapunya

“woii har. malah kau yang bohong. Udah mau ramadhan masih aja bohong” balas dion tidak terima sambil melotot

Imam yang ada disamping tertawa, begitupula dengan beberapa anak muda yang mendengarkan percakapan kami

“iya ram bener. Emang dion yang kepilih waktu musyawarah kok” jelas imam

“kok bisa?” tanyaku dengan dahi yang terlipat, aku jujur meragukan dion

“kok bisa?? Maksudmu, Aku gak bisa gitu jadi ketua. Hahh!?” balas dion yang mendekatkan mukanya ke depan mukaku. kalau itu bukan aku, mungkin dion sudah melepaskan tinjunya. dia lumayan peduli dengan harga dirinya, walaupun ketika lagi kumpul kami berenam, harga dirinya sudah tidak terpakai lagi

“udah udah. Gitu doang aja ribut kalian berdua” kata adit yang datang membawa tumpukan gelas kotor

“kau jelaskan dong ke orang kota satu ini. Kalau aku ketua karang tarunanya. Ku tengok mukanya, kayak tidak percaya kali aku ketua karang taruna” kata dion dengan nada tingginya

“saya kan Cuma memastikan yon, siapa tau pak dukuh Cuma kasihan kan sama kamu” balasku dengan mengangkat kedua tangan dan alis yang naik satu, terlihat sedikit meremehkan memang

“mana ada. dasar orang kota!” balas dion dengan nada tingginya.

“udah-udah, gitu aja ribut. Dari dulu kalian berdua ini tidak pernah akur deh” balas rani yang muncul dari belakang, dia membawa beberapa piring yang telah dicuci.

“haiii rani” kata dion menyapa sambil mengedipkan mata. aku kadang berpikir, jangan-jangan dion punya penyakit psikologi, padahal baru saja ia marah dengan mukanya yang merah seperti kepiting rebus, tapi tiba-tiba berubah manis ketika menggoda rani

“heii. Anda ini ketua karang taruna. Malah godain cewek. Harga diri pemimpin dong” balasku menepuk pundaknya

“halah. Kau cemburukan. Bilang saja kalau cemburu” balas dion mengangkat bahu dan membuang mukanya

“mana ada cemburu. Mending cemburu sama monyet daripada cemburu denganmu” balasku dengan nada sedikit kunaikkan. entah kenapa kalau berdebat dengan dion, beberapa kalimatku amburadul

“halah boy. Bilang aja cemburu. Gak usah malu-malu begitu” balas dion dengan mata genit menggodaku

Adu bacot kami ditonton oleh beberapa pemuda dan tidak sedikit respon yang diberikan adalah tertawa kecil.

“udah tinggalkan aja mereka berdua. Mereka kalau udah bertengkar, umurnya berkurang 20 tahun” kata imam membubarkan para pemuda yang menonton saya dan dion berdebat

Semua pemuda yang menonton kami tertawa, tapi saya dan dion masih saja fokus adu bacot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here