Bulan ramadhan menjadi bulan paling suci yang dimiliki oleh umat muslim, bagaimana tidak, pada bulan ramadhan dikatakan bahwa para setan dan iblis dirantai dan dibelenggu. Bisa diartikan godaan akan sangat berkurang dan umat muslim bisa beribadah dengan baik dan benar tanpa gangguan. Bisa juga bulan ramadhan ini semacam tantangan terbuka pada setan.
Kata Al Ghazali “ibadah
puasa itu seperti tanah haram, ka’bah di mekkah. Semua ibadah untuk Allah tapi
yang istimewa itu puasa. Sama seperti semua tanah itu milik Allah, tapi yang
disebut khusus “rumah Allah” itu cuma tanah haram, ka’bah”.
Alasannya, pertama
karena puasa adalah satu-satunya ibadah yang verifikasinya cuma kita dan Allah
yang tau. Banyak orang yang ikut buka puasa bareng tapi tidak puasa kan? Banyak
juga orang yang ikut sahur on the road tapi jam 9 pagi udah sarapan. Mau kita
berbohong mati-matian atau tidak mati-matian kalau lagi puasa, masyarakat juga
pasti percaya. Masyarakat tidak bisa melakukan verifikasi langsung. Apalagi mengambil
kesimpulan dari pandangan umum masyarakat. Misalnya “orang puasa itu kelihatan lemas dan loyo”, tapi kenyataannya banyak
orang yang puasa tapi terlihat bugar dan sehat dan kebalikannya banyak orang
tidak puasa tapi kelihatan lemas dan loyo. Atau pandangan kalau “orang puasa itu aroma mulutnya kurang sedap”.
Kenyataannya banyak orang puasa memiliki aroma mulut yang wangi atau
setidaknya tidak beraroma, mungkin menggunakan obat pencuci mulut (terlepas
hukumnya boleh, atau tidak), dan kebalikannya ada orang tidak puasa, tapi aroma
mulutnya tetap saja tidak sedap.
Berbeda dengan
ibadah seperti sholat. Setidaknya sholat bisa diverifikasi langsung ketika
seseorang melihatmu melakukan gerakan sholat, takbir, rukuk, sujud, sampai
duduk tahiyat akhir. Masalah hatimu tidak sepenuhnya beribadah itu urusan lain.
Atau ibadah haji. Malah ibadah haji ini lebih brutal lagi, apalagi di Indonesia.
Sebelum orang pergi haji, beberapa ada yang mengadakan acara-acara selamatan,
atau doa bersama dan acara lainnya, dari acara-acara itu masyarakat bisa
langsung menverifikasinya kalau “oh dia lagi ibadah haji”. Malah kadang-kadang
orang yang sedang haji mengirim foto-foto mereka yang sedang di mekkah. Sangat gampang
bukan untuk di verifikasi. Apalagi zakat, yang malah kadang berubah dari ibadah
menjadi ajang riya, bagaimana tidak, orang yang menyumbang atau membayar zakat
sering disebutkan namanya melalui pengeras suara masjid. Hati yang menentukan.
Alasan kedua, “.puasa
adalah ibadah yang terang-terangan nantang setan, terang-terangan menyisihkan
nafsu keduniaan”. Ketika kita puasa, banyak sekali nafsu keduniaan yang kita
sisihkan, setidaknya dari jam 4 subuh sampai jam 6 sore. Kita tahu bahwa nafsu
keduniaan adalah alat sekaligus bahan untuk setan menggoda manusia. Mungkin sangat
jarang setan yang menggoda manusia tanpa menggunakan itu. Misalnya setan
menggoda manusia untuk mencuri “ayo mencurilah”. Ketika kita Tanya pada setan,
apa yang didapat dari mencuri? tidak mungkin setan menjawab “tidak ada. Mencuri
aja udah” sangat aneh bukan? (imajinasi saya juga aneh sih sebenarnya). Pasti setan
akan mengatakan “kamu bisa kaya raya, punya uang banyak secara instan” semua
itu kan nafsu keduniaan. Begitupula dengan makan minum yang termasuk nafsu
keduniaan, apa hasil makan dan minum? Ya tentu kepuasan jasmani dan mungkin
juga kepuasan mentalnya. (nafsu keduniaan jangan selalu dihubungkan dengan yang
negative, makan, minum, memiliki pekerjaan, memiliki uang itu juga nafsu. Yang membuatnya
negative ketika semua itu menjadi tak terkendali dan berlebihan kita
mencintainya).
Ketika bukan
bulan ramadhan, secara tidak sadar kita berteman akrab dengan setan, tapi ketika bulan
ramadhan datang kita tidak hanya mengambil jarak, tapi juga mengacungkan pedang
tajam ke mulut si setan (harusnya begitu~). Tapi kenyataan berbicara lain. Masih
banyak manusia yang menyeleneh ketika bulan ramadhan datang, masih banyak
manusia yang berbuat dosa. Lalu pertanyaannya, darimana datangnya dosa ini
ketika sumber godaannya sedang dirantai dan dibelenggu?
Dalam beberapa
ceramah ramadhan, mungkin kita pernah dengar ungkapan seperti ini “ramadhan ini
adalah arena latihan kita untuk menghadapi bulan lainnya” di bulan ramadhan
kita selalu berbuat baik, maka harapannya setelah ramadhan kita tetap berbuat
baik. Masuk akal bukan?. Kita dilatih selama 30 hari, dan 335 hari kita akan
menghadapi langsung kehidupan penuh tantangan. Tapi saya kepikiran sesuatu,
kalau bahasa anak sekarang “plot twist”nya, bagaimana jika pemikiran penceramah
tadi digunakan setan juga untuk menggoda manusia. Setan berkata seperti ini “selama 335 hari saya telah memberimu latihan
untuk berbuat dosa, berbuat jahat, terus terjerumus dan sesat, lalu 30 hari di
bulan ramadhan adalah menjadi arena sesungguhnya untukmu semakin sesat. Karena 30
hari itu saya tidak berada di sampingmu. Inilah waktunya kamu membuktikan
apakah kau begitu setia denganku, nafsu keduniaan dan kesenangan dunia atau
tidak?”
Setan mungkin
akan senang ketika melihat orang terganggu ketika beribadah, tapi setan akan
lebih senang berkali-kali lipat ketika dirinya tidak ada, dirantai dan
dibelenggu, tapi manusia masih tetap melakukan keburukan, kejahatan dan
istiqomah melintasi jalan setan. Guru dan orang tua akan senang ketika
anak/muridnya bisa menjawab pertanyaan yang diberikan hari itu, tapi mereka
akan lebih senang lagi ketika anak atau murid itu sukses di kemudian hari,
padahal mereka (guru dan orang tua) tidak lagi mendampingi mereka.
Atau bisa
menggunakan analogi lain, misalnya ada pedagang, ia pasti akan senang melihat
dagangannya laku keras padahal pedagang itu tidak mengiklankannya mandiri, atau
mengiklankannya melalui perantara selebgram dan sejenisnya, bahkan ketika toko
si pedagang tutup, orang di luar datang dan terus mengetok pintu karena hendak
membeli dagangan tersebut. Bukankah pedagang itu akan begitu senang? Pedagang
bisa diasosiasikan sebagai setan, lalu barang dagangannya adalah keburukan dan
pembelinya adalah kita, umat manusia.
Bagi orang yang
baik, bulan ramadhan adalah bulan penuh bonus, karena selama hidupnya sudah
baik. Tapi orang yang ‘kurang baik’ dan rajin nyeleneh, (sangat mungkin kita
semua), bulan ramadhan adalah cobaan paling berat, karena yang biasanya
nyeleneh, tiba-tiba disuruh menahan segala “hal nyeleneh” yang sering
dilakukan. Dalam salah satu materi stand up comedinya dzawin soal santri ia
bilang begini, “santri itu hidupnya dipaksa, terpaksa, terbiasa dan luar biasa”.
Konsep kebiasaan dan pembiasaan. Jadi kita yang mungkin rajin nyeleneh,
tiba-tiba disuruh tidak nyeleneh pasti sangat susah, beda dengan orang yang
baik, disuruh baik ketika ramadhan, bukan hal susah karena sudah jadi
kebiasaannya di bulan selain ramadhan.
Mari kita kirim
surat tantangan ini ke akal sehat dan jiwa kita, agar ia tidak hanya sekedar
omong kosong dan berlalu begitu saja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar