RAMADHAN MENULIS 3. EPS 03 : CHILDFREE DALAM KAJIAN TARAWIH - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Sabtu, 25 Maret 2023

RAMADHAN MENULIS 3. EPS 03 : CHILDFREE DALAM KAJIAN TARAWIH

Kajian tarawih tadi malam yang saya ikuti lumayan menarik. Bapak penceramah membuka kajiannya dengan membahas soal masalah childfree. Sebuah isu paling heboh di jagat media maya beberapa waktu belakangan ini. Beliau (penceramah) membuka pembahasan childfree dengan mengambil berita dari CNN tentang jepang yang mengalami permasalahan keturunan.


Dalam ceramah beliau yang ia kutip dari berita, di jepang, banyak rumah-rumah yang kosong karena tidak ada yang menempati. Salah satu alasan terbesarnya adalah karena tidak memiliki anak. Ketika suami istri meninggal, maka rumahnya tidak bisa diwariskan, sebenarnya bisa diwariskan tapi wariskan kemana sedangkan anaknya tidak ada? Beliau juga menjelaskan dari berita, bahwa ada sebuah daerah di jepang (saya lupa nama daerah yang disebut beliau), yang mana bayi yang terakhir lahir itu 25 tahun yang lalu, artinya semenjak 25 tahun yang lalu, sudah tidak ada bayi lagi yang lahir. Artinya sudah tidak ada lagi generasi penerus di daerah itu, dan mungkin suatu hari nanti daerah itu akan mati kalau tidak ada yang meneruskan.

Permasalahan childfree memang menarik untuk dibahas, dikarenakan beberapa argumentasi yang diucapkan “penganut” childfree rasional dan masuk akal. Tapi hidup tidak segampang itu. Tidak segampang “yang rasional berarti yang benar”. Segala argumentasinya bisa dibantah dan dimentahkan dengan akal manusia. saya selalu mendengar ucapan ini dari guru online saya yaitu pak fahruddin faiz, beliau sering mengatakan bahwa “akal manusia itu adalah mukjizat bagi manusia”. kita bisa membuat argumentasi apapun dengan akal kita yang rasional dan masuk akal. Lain kali akan saya coba bahas soal akal, karena bagi saya “akal” ini sangat menarik. Kembali ke soal childfree.

Argument pertama ‘penganut’ childfree adalah mendidik anak yang susah. Ini satu contoh yang digunakan penceramah untuk mengambarkan kondisi childfree. (beliau menggunakan beberapa bahasa Makassar, sebenarnya saya tidak mengerti artinya tapi saya paham maksudnya, maka saya jelaskan menggunakan bahasa Indonesia). beliau (bapak penceramah) mengatakan “mereka yang menyakini childfree menganggap punya anak itu susah, susah ngedidiknya, juga bikin sakit kepala” beliau terdiam sebentar

“memang kadang kala anak-anak itu bikin sakit kepala, bikin “gemes”. Tapi! Anak juga bikin kita senang dan bahagia. Kalau bapak ibu pulang kerja, ketemu anak, jadi senang, main dengan anak. Kalau bapak-bapak lagi kecapekan, siapa yang dimintaiin “injek-injek” badan kita. Ya anak-anak itu”.

Mendidik anak memang susah, apalagi jaman sekarang, era internet, apa saja ada di internet dan kemungkinan bisa ditiru oleh anak-anak kita”. Beliau juga memberi beberapa perbandingan contoh kasus mendidik anak. Beliau bercerita “jaman dulu, anak-anak kalau “dicubit” di sekolah karena nakal, pulangnya tidak berani melapor, karena kalau melapor pasti tambah dicubit sama orang tuanya. Tapi jaman sekarang berbeda, “dicubit” di sekolah, pulangnya melapor, selanjutnya gurunya yang “dicubit” sama orang tua dan sekolahnya” (sebenarnya contoh kasus ini sudah banyak sekali beredar dan tidak jarang diserang netijen dengan ejekan “si paling tua”, “si paling tangguh” atau “siap yang senior”.

Ada lagi contoh kasus yang dipaparkan beliau, dan ini menarik dan sedikit lucu. “jadi jaman dulu kalau ada anak dimarah, orang yang sedang marah itu tinggal bilang begini “kutanya mama’nu”, anaknya langsung takut. Tapi jaman sekarang, kalau dibilang begitu, malah dijawab “tanyami”. Malah ditantang balik. (btw, kata “Tanya” disini bukan berarti kata Tanya untuk kalimat pertanyaan, tapi Tanya disini berarti “kasih tau atau memberitahu”, jadi kalimat “kutanya mama’nu” itu bisa diartikan “saya kasih tau/memberitahu mamamu” dan kalimat “tanyami” itu diartikan “yaudah kasih tau”. Sebagai orang berdarah Sulawesi, saya sebenarnya juga baru tahu beberapa waktu lalu, maklum walaupun berdarah Sulawesi, tapi saya menghabiskan seperempat abad hidup saya di luar Sulawesi)

Kembali ke contoh kasus “kutanya mama’nu” tadi, jaman dulu anak-anak takut, tapi jaman sekarang anak-anak malah nantang balik. Kenapa bisa seperti itu? Sebenarnya sama kondisinya dengan kasus di sekolah tadi. Mereka melapor ke orang tua, karena mereka yakin orang tua akan belain mereka. Begitupula dengan kasus “kutanya mama’nu” tadi, mereka menantang balik karena mereka tau kemungkinan besar mamanya akan mendukungnnya daripada mendukung orang lain yang sedang marah kepada anak. Logis. Makanya beliau (penceramah) mengatakan bahwa mendidik anak memang susah tapi tidak susah-susah banget, setidaknya faham dan mengerti cara-caranya pasti akan baik-baik saja.

Sebenarnya childfree ini bukan inti pembahasan, malah childfree ini semacam prolognya, hanya cerita-cerita untuk membuka ceramah intinya. Pertama saya juga kaget ketika beliau masuk ke childfree, karena waktu MC membaca nama penceramah tarawih beserta temanya, disebutkan temanya adalah “keutamaan bulan ramadhan”, loh kok malah masuk ke childfree? Tapi bagi saya menarik. Bukan berarti kajian intinya tidak menarik, karena beberapa kali tarawih, bahkan tarawih tahun lalu, juga selalu membahas soal keutamaan bulan ramadhan, jadi terasa familiar. Semalampun begitu, pembahasannya yang paling inti adalah bahwa keistimewaan dari bulan ramadhan adalah turunnya AL-qur’an. Bagi umat islam, bahkan mungkin hampir semua umat islam tau dengan pengtahuan bahwa “al-quran turun di bulan ramadhan”, tapi yang urgent dibahas harusnya adalah bagaimana Qur’an yang adalah mukjizat ini digunakan umat manusia untukk melewati kehidupannya di dunia. Makanya ketika beliau (penceramah) membuka dengan childfree, saya kira beliau ingin menyangkutkan antara bulan ramadhan dengan childfree, ternyata tidak. Tapi tak apa, saya juga tidak tau dibalik itu semua, mungkin saja ada kesepakatan pembahasan dengan takmir masjidnya harus bahas apa, atau kemungkinan lain. Semua diluar pemahaman saya, dan saya tidak ingin berburuk sangka, apalagi di bulan suci ini.

Tapi kalau balik ke childfree, memang pembahasan ini tidak ada habis-habisnya, selalu saja ada argumentasinya. Misalnya lagi argumentasi “biaya hidup mahal”. Ya memang biaya hidup mahal. Tapi buktinya masih banyak orang yang berhasil membiayai hidup anak-anaknya, bahkan ada beberapa cerita seorang tukang becak yang berhasil men-sarjana-kan anaknya, ada orang biasa yang berhasil membuat anak-anaknya sukses jadi tni, ada yang jadi pns dll. Malah menurut pandanganku, argumentasi “biaya hidup mahal” ini terlihat seperti “menyerah sebelum bertarung” walaupun kayaknya saya kurang pantas membicarakan ini, karena saya tidak punya anak, jangankan anak, calon pasangan juga tidak ada. Walaupun masih bisa dijawab lagi, misalnya penjelasan tentang mengambil pelajaran dari orang lain, “ternyata setelah melihat orang yang menghidupi anaknya susah, akhirnya si penganut “childfree” ini memutuskan untuk tidak punya anak karena melihat seseorang susah dengan biaya hidup”.

Yang membuat childfree kemarin rame sebenarnya karena ada seorang influencer yang membuat argumentasi yang menurut saya terlalu personal, misalnya dengan childfree itu seperti skincare alami, lebih awet muda, ada uang untuk botox dll (saya gak tau juga botox itu apa, mungkin untuk kecantikan dan sejenisnya). Bagi saya itu terlalu personal dan sempit pandang. Apalagi banyak netijen yang memaparkan fakta-fakta luar biasa. Misalnya fakta wulan guritno, perempuan berumur kepala 4 keatas, yang punya anak, bahkan anaknya sudah hampir berkepala 3, tapi masih sangat cantik dan “luar biasa”, banyak laki-laki diluar sana yang mengidolakannya. Atau contoh lain, yaitu iris wullur, kalau contoh ini saya tidak tau siapa, saya baru tau ketika netijen mengupload video-video tiktok iris wullur di twitter, dan memang beliau cantik lluar biasa. Beliau di perbandingkan karena si iris wullur ini punya anak dan tidak childfree. Yang akhirnya netijen menyimpulkan permasalahan intinya bukan childfree atau tidak, tapi punya duit atau tidak. Hahaha, kesimpulan yang akurat!

Pada akhirnya childfree akan selalu diperdebatkan, karena toh sangat “debat-able” banget isunya. Banyak argumentasi dan fakta di lapangan yang sering bertabrakan. Yang susah adalah ketika childfree ini menjadi semacam ideology, kepercayaan dan mungkin sampai ke pengalaman batin yang menjadikannya childfree. Karena kondisi-kondisi itu susah untuk berubah, bahkan diberi argumentasi apapun akan susah apabila menyangkut ideology, kepercayaan sampai pengalaman batin. Kecuali ada pencerahan. Sebenarnya kurang cocok juga kata “pencerahan”, karena seolah-olah childfree semacam tersesat di kegelapan maka butuh pencerahan, saya meyakini selalu ada beberapa yang baik diantara keburukan.

Saya adalah salah satu orang yang juga kurang setuju dengan childfree dengan argumentasi-argumentasi di kepala saya. Ada salah satu argumentasi yang saya suka, argumentasi ini datang dari peserta di acara youtube milik kata ustadz, episode itu membahas soal childfree, salah satu peserta mengatakan seperti ini  ketika ditanya soal “ternyata biaya menghidupi anak itu besar, tapi kenapa masi tetap pengen punya anak?” jawabannya “ini adalah titipan dari Allah. Hehehe” kata peserta perempuan tersebut sambil memegang perutnya. Atau peserta lain yang jawabannya juga menarik bagiku, beliau menjawab begini “wanita di kasih Rahim, pasti ada tujuannya”

Yang mau childfree silahkan, yang tidak mau childfree silahkan, yang terpenting itu ada pasangannya atau tidak, capek-capek bahas childfree ternyata pasangan saja tidak punya, kasihan sekali nasib kita~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here