Israel dan piala dunia u-20. Rumit sekali. Dua kepentingan yang saling bertabrakan, satunya membahas prinsip yang satu membahas kemajuan sepakbola Indonesia. jujur sangat membingungkan memilih diantara keduanya. pertempuran gagasan yang mungkin tidak akan berhenti sampai waktu yang tidak ditentukan juga kapan~
Semua argumen
punya dalil kuat, dan sama-sama bisa dipertahankan. Yang menolak Israel,
berpegang teguh pada prinsip kenegaraan “penjajah di atas dunia harus
dihapuskan” dan berpegang teguh pada prinsip lama salah satu founding father Indonesia
yaitu soekarno tentang palestina dan Israel. Walaupun ada beberapa yang
disangkutpautkan dengan islam dan kemanusiaan Sedangkan mereka yang ingin tetap
piala dunia u-20 lanjut juga punya argument kuat, seperti kemajuan sepak bola Indonesia,
kemungkinan timbulnya keburukan yang lebih parah seperti dibanned oleh fifa,
mengubur mimpi banyak anak muda yang hidup dari sepak bola dan lain-lain. Sebuah
dilemma bukan?
Saya selalu
percaya bahwa orang yang memegang prinsip hidupnya akan bisa membawa hidupnya
dengan baik dan teratur (setidaknya sesuai prinsip hidupnya), malah sangat
berbahaya bila manusia terlalu gampang terombang-ambing karena tidak terlalu
yakin dengan prinsip dan tidak memperjuangkannya. Saya coba berprasangka baik
bahwa mereka yang menolak datangnya Israel dalam piala dunia u-20 murni sebagai
pemegang prinsip. Mencoba berprasangka baik memang susah. Saya lebih percaya
dengan orang-orang yang berdasar agama yang menolak datangnya Israel dibanding orang-orang
yang menolak berdasar prinsip kenegaraan, apalagi mereka “berpakaian” politik. Setidaknya,
mereka berdasar keyakinan mereka, tidak ada intrik untuk kepentingan pribadi
atau kelompok tertentu.
Mereka menolak
karena Israel telah membombardir habis-habisan palestina yang notabenenya di
kenal Negara islam, bahkan palestina dulu menjadi kiblat pertama umat muslim,
bagaimana mungkin umat muslim tidak geram. Orang-orang dan media menggambarkan
palestina sebagai Negara islam, walaupun ada masyarakatnya yang non muslim,
masyarakat yang menolak karena merasa bahwa saudara seagamanya diperlakukan
sangat buruk. Pun berita-berita yang memperlihatkan masyarakat palestina yang
ketika sholat malah diserbu, atau dilarang menggunakan masjid Al-aqsha, dan
berita-berita yang menyulut kemarahan umat islam. Ataupun beberapa ayat dalam
al-quran yang menggambarkan kaum yahudi sebagai musuh umat muslim jaman dulu. Seperti
yang saya katakan, setidaknya mereka memperjuangkan keyakinan mereka tanpa
intrik pribadi.
Juga mereka yang
menolak atas dasar kemanusiaan. Sangat jelas terlihat bahwa Israel banyak
sekali melanggar kemanusiaan, walaupun tidak ada tindakan yang pasti dari dunia
internasional. Sehingga beberapa orang yang menolak Israel juga adalah bentuk
protes terhadap Israel dan kejahatan kemanusiaan yang mereka lakukan.
Dibanding alasan
kemanusiaan atau keagamaan, para penolak yang berdasar undang-undang dan “berpakaian”
politik susah untuk dipercaya. Sangat sulit untuk berprasangka baik terhadap
orang “berpakaian politik”. Banyak sekali informasi yang berputar-putar dan
terdengar masuk akal di kepala kita. Seperti misalnya mereka (politisi pribadi
ataupun kelompok (partai politik)) yang menolak Israel, disangkutpautkan dengan
keingin mereka untuk mendapat suara dari kelompok islam, karena memperjuangkan
palestina selalu identic dengan kelompok islam. Tidak hanya itu, penolakan juga
disangkutpautkan dengan keinginan mereka untuk memperkuat posisi mereka di mata
para nasionalis, tentu memperjuangkan undang-undang dasar Negara, prinsip
kenegaraan, dan mempertahankan keyakinan founding father adalah pusatnya para
nasionalis. Kalau berbicara politik, memang sangat susah untuk menggunakan
logika umum, kita harus menggunakan logika tingkat tinggi, atau bisa
menggunakan logika manipulative.
Saya tidak
bilang bahwa penolakan atas dasar prinsip kenegaraan yang dilontarkan para
politisi dan partai politik itu manipulative, tapi di dunia politik kita tidak
pernah tau apa isi aslinya sebuah keputusan dan kebijakan. Pernah dengan meme
begini “anda sopan kami curiga”, ini adalah sindiran keras untuk politik, bahwa
mencari sesuatu yang murni di ranah politik itu susahnya luar biasa. Saya akan
berusaha untuk berprasangka baik!
Tapi dari
penolakan itu, tentunya banyak lagi kerugian yang menghampiri Indonesia beserta
rakyatnya. Yang sekarang ramai di media social adalah para pemain sepak bola
tanah air yang begitu kecewa, apalagi mereka yang harusnya ikut ajang
perlombaan dunia tersebut. Yang paling keras terdengar di telinga kita adalah
frasa “mengubur mimpi anak bangsa”. Frasa ini keluar dari seorang pemain
timnas, ia merasa kecewa terhadap keputusan tersebut. Dan memang menyakitkan. Tersebar
foto para pemain timnas yang menangis dan wajah mereka yang sangat sedih dan
kecewa, mungkin juga menahan marah. Saya yang melihatnya pun lumayan sakit dan
terpukul.
Saya pernah
dengar ungkapan begini “cita-cita terbesar seorang pemain sepak bola professional
adalah bisa berlaga di piala dunia dan bonus terbesarnya adalah menjadi juara
dunia tersebut”. Saya sangat setuju dengan ungkapan itu. Semua orang yang
bermimpi pada satu profesi pasti sangat memimpikan berdiri pada puncak
profesinya. Mereka yang menjadi anggota polisi setidaknya bermimpi bisa menjadi
jendral tertinggi polisi, mereka yang menjadi pekerja di perusahaan setidaknya
bermimpi menjadi direktur di perusahaan tersebut, begitupula dengan pemain
bola. Puncak tertinggi para pemain bola adalah berlaga di piala dunia. Kenapa? Karena
kalau dibandingkan dengan liga, ia masih bisa terus main setiap tahunnya,
ataupun liga champions yang sangat bergensi, ia masih bergulir tiap tahunnya. Tapi
piala dunia berbeda, karena perhelatan yang berkala, dan skalanya satu dunia. Bayangkan
kita adalah beberapa orang yang terpilih tampil diantara jutaan pemain bola,
bahkan kita menjadi orang terpilih diantara anak bangsa. Dan tentunya menjadi
pusat tontonan dunia. Men, gilaaa! Pemain
bola mana yang tidak mau mendapat kesempatan itu.
Walaupun banyak
juga orang yang mengatakan kalau “tidak perlu berbangga, kita masuk Cuma lewat
jalur khusus, jalur tuan rumah. Kalau gak jadi tuan rumah juga gak bakal masuk”.
Saya tidak mau mengomentari sikap pesimis, tapi saya selalu meyakini begini, bahwa
“dalam segala urusan, memulai itu adalah hal yang sangat susah”. Ini adalah garis
start, awal kita memulai ikut andil dalam ajang dunia, maka menjadi permulaan
yang luar biasa, terlepas nantinya hasilnya baik atau buruk. Seperti Qatar di
pialau dunia lalu, mereka harusnya berbenah bahwa banyak yang perlu ditambal
seiring dengan hasil buruk mereka di piala dunia.
Yang perlu
dilakukan manusia dalam hidupnya adalah berdiri di garis start. Bagaimana kita
bisa mengikuti sebuah “pertandingan” kalau kita tidak berdiri di garis start. Sebagai
seorang wibu saya selalu menonton anime yang dalam serialnya ada membahas soal
garis start, mereka meyakini bahwa yang berdiri di garis start adalah awal yang
luar biasa, sisanya adalah berjuang sepenuhnya.
Memulai adalah
kunci. Langkah pertama adalah kunci. Sama dengan semua tulisan-tulisan yang
saya tuliskan. Kadang saya selalu terhenti di “apa yang harus saya tuliskan di
awal”. Perlu sekitar 30 menitan sampai 1 jam untuk akhirnya mendapat kata dan
kalimat pertama, setelah semua itu saya dapatkan, akhirnya mengalir begitu
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar