ADZAN MAGHRIB YANG DITUNGGU : BAGAS DAN SUARA SUMBANG YANG MEMBUNGKAMNYA (EPS 11) - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Selasa, 04 April 2023

ADZAN MAGHRIB YANG DITUNGGU : BAGAS DAN SUARA SUMBANG YANG MEMBUNGKAMNYA (EPS 11)

 “gara-gara melaut beberapa hari lalu, katanya dion sempet sakit dua hari”

“iya ram? Lemah ternyata dia”

“jangan gitu mam, kasihan beliau”

“hahahaha”

“kamu baik-baik aja gas?”

“iyalah, Cuma ngelaut doang kok”

“anda ini baik baik saja ataupun tidak baik baik saja, sama aja ekspresinya gas” 

“hahaha”

 

Hari ini jadwal kami kumpul di rumah bagas. aku dan iman sudah di rumah bagas, menunggu harry, adit dan dion yang dalam perjalanan. Tepat hari ini, 7 hari ramadhan telah kami lewati. Untuk orang yang menikmati setiap waktu yang berjalan selama ramadhan, sepuluh hari adalah waktu yang singkat. tapi untuk mereka yang tiap hari mengeluh lapar dan haus, bahkan melewati satu haripun begitu berat, kayak sudah tidak makan 30 hari.

Kami ngumpul di depan rumah bagas, dengan kursi kayu panjang yang cukup untuk 3 orang dan meja plastik di tengah, beserta beberapa tambahan kursi plastik. 

“loh dit? Kok sendirian?” kataku yang melihat adit muncul dari kegelapan

“iya, si harry sama dion singgah dulu di rumah bu ning” balas adit

“lah ngapain singgah di rumah bu ning?” tanyaku

“katanya ada makanan, disuruh ambil, terus bawa kesini gitu” jelas adit “udah dari tadi?” tambahnya sambil menarik kursi plastic

“yaa lumayanlah, 30 menitan” balas imam

“jangan marah gitu sih. Baru juga 30 menit” balas adit merayu

“Woiii” suara harry dari kejauhan

Harry dan dion membawa baskom berisi makanan. 

“har, sudah kubilang, bisa gak sih, gak teriak kalau datang!” kataku 

“maaf maaf ram, kebiasaan” balas harry dengan senyum tipisnya

Kebiasaannya yang tidak baik, kalau kampung ini punya dia sih gak papa.

“kebiasaanmu itu menganggu orang tau!” balasku

“yaa santai aja sih ram” balas dion sambil membuka pastik yang membungkus baskom besar itu

“jangan komentar anda yaa. Anda aja tepar dua hari gara-gara melaut kok” balasku menatap dion

“Itu namanya proses adaptasi bodoh, kau tidak belajar ipa apa. Yang kempongpong jadi kupu-kupu itu loh” jelas dion balas menatapku

“heh itu mah bukan, Itu namanya metamorfisis” balas imam tertawa

“aaah, suka-suka kau lah mam, mau metamorfosis kah, mau adaptasi kah,  yang penting sama aja” balas dion

“sok pinter padahal salah”celetukku

Segera kami berebut gorengan dari baskom tersebut. Mungkin ini sisa buka puasa, rumah bu ning lagi banyak keluarganya datang, makanya beliau membuat makanan yang banyak, atau malah terlewat banyak, sampai diberikan kepada kami. 

Dari dalam rumah, muncul ibunya bagas dengan membawa ceret air dan tumpukan gelas plastik. “eh udah pada datang”

“eh bude” kataku menyapa balik

“ini ada teh, bude buatin untuk kalian” kata bude

“makasih bude” kata harry dengan mulut yang penuh dengan gorengan

“itu makanan di masukin dulu sih har” tegur dion

“sudah sudah gak papa kok. Oh iya rama sudah lama yaa gak ngumpul-ngumpul gini?” tanya bude dengan senyum khasnya.

“hehe, iya bude. Lama banget. Makanya ngadain acara-acara ngobrol malam ke rumah-rumah gini” kataku dengan tertawa tipis

“kalian ini lucu yaa, dari dulu masih aja akrab sampai sekarang, main bareng mulu” kata bude

“gak juga bude” balas dion

“kok bisa?” Tanya bude penasaran

“iyaa bude, kita berlima mah main bareng terus, yang satu malah pergi jalan-jalan ke kota” kata dion. 

Sial dia menyindirku ternyata

“halah yon. Merantau boy, bukan jalan-jalan” balasku membela diri. Enak aja dia bilang begitu.

“sama aja lah, mau merantau kah, mau jalan-jalan. Pokoknya sama aja” balas dion

Mereka tertawa, dan aku hanya sewot sendiri.

“bude masuk dulu yaa, mau istirahat. Kalian lanjut deh” kata bude sambil berjalan masuk

“iyaa bude. Makasih tehnya”

Ibunya bagas memang baik. Tapi kebanyakan ibu-ibu juga baik sih, jadi wajar. Tapi selain baik, ibunya bagas yang kami panggil bude, adalah perempuan yang tangguh. bagaimana tidak, dia menghidupi keempat anaknya sendiri sampai dewasa. Bude selalu bilang kepada kami, untuk menjadi manusia yang tangguh, jangan gampang mengeluh dan menyerah. Kalau mendengar kata itu dari mulut bude, tentu adalah kata-kata yang tulus dari hati, tidak hanya kata-kata motivasi dan kata penyemangat saja. Kenapa begitu? Bayangkan saja, bude kadang bekerja sebagai buruh petani, lalu kadang menjadi pedagang di pasar, kadang juga berminggu-minggu bekerja di rumah orang sebagai pembantu rumah tangga. Dari kerja kerasnya itu, empat anaknya bisa lulus SMA semua, bahkan anaknya yang kedua sekarang sudah sarjana, dan anak ketiga dan keempat lagi proses menuju lulus juga. 

Kalau di tanya ke bagas, kenapa dia gak mau kuliah? Dia selalu menjawab dengan tenang dan keren, “Kadang untuk maju, ada pengorbanan yang harus dilakukan. Dan aku memilih menjadi korbannya”. Memang agak puitis, tapi itu nyata adanya. Ketika bagas ditawarin kuliah, Dia memilih untuk tidak kuliah. Padahal ibunya bilang bahwa sudah menyiapkan duit untuk bagas kuliah, tapi dia tetap menolak dengan mengatakan, bahwa duitnya disimpan untuk adek-adeknya yang sekolah nanti. 

Aku pernah berkata ke dia “tapi kan ada beasiswa gas, jadi aman”. 

“iya emang ada beasiswa, tapi untuk hidup yang lainnya gimana? Belum lagi orang rumah kehidupannya gimana” jawab bagas.

Saya selalu bangga punya teman seperti dia, walaupun dia orang yang paling susah di ajak ngobrol.

.

“eh arika belum pulang?” tanya dion

“belum. Katanya sih 3 hari lagi, 10 ramadhan baru kesini” balas bagas.

“eh mumpung lagi santai ini gas, ini mau aku tanyain banget ke kamu” kata imam

“apaan?” 

“kenapa namamu sendiri yang pakai huruf depannya B, sedangkan tiga adikmu pakai huruf A semua?” tanya imam

Pertanyaan macam apa itu fikirku. Sangat tidak penting sekali.

“mana saya tau, Tanya ke ibu saya lah” balas bagas 

“yaa kali-kali aja ada filosofinya gas” balas imam mengangkat bahu

“kamu juga aneh-aneh banget sih mam. Pertanyaan gitu masih di tanyain aja lagi” balasku sewot

“yaa apa salahnya bertanya dong” kata imam sambil mengangkat kedua tangannya

“kalau aku nanya balik, kenapa namamu pake awalan I, sedangkan adik-adikmu gak? Gimana tuh” balasku

“mana saya tau ram” balas imam santai

Hahaha. Mereka tertawa, dan kembali saya sewot sendiri.

“anda kenapa, lagi banyak masalah? Dari tadi sewot mulu” balas dion. 

Mereka tertawa Lagi

Oh iya, nama adik-adiknya Bagas memang huruf depannya A semua. Yang pertama ada arika, yang baru aja sarjana, lalu yang kedua ada Anita yang sedang menempuh semester akhir, dan Andin yang sudah semester pertengahan. Mereka semua di kampus yang sama walaupun jurusan berbeda-beda.

“katanya bapakmu balik gas?” kata adit tiba-tiba

“iya po dit?” balasku kaget

“aku dengar kabar begitu” kata adit

“beneran gak gas?” tanya dion yang ikut penasaran

“iyaa, dua hari lalu kesini, kok kamu tau dit?” kata bagas

“dikasih tau ibu aku. Katanya bapakmu sempet datang gitu” balas adit

“terus gimana dit?” tanya imam penasaran

“gak gimana-gimana. Dia datang mau minta maaf dan mau kembali. Dia bilangnya udah tobat. Bahkan kasih kami uang seamplop gitu untuk bukti keseriusannya. Dan dia bilang duit di amplop itu halal” jelas bagas

“oh gitu toh. Tapi beneran tobat gak?” tanyaku sedikit tidak percaya

“kayaknya sih beneran ram. Orang udah dua tahun ini sering bolak-balik minta kembali kok” jawab adit

“kok kamu yang jawab sih dit. Orang yang ditanya bagas kok” balas harry

“kan biasanya bagas gak jawab pertanyaan, makanya aku bantu jawab” kata adit

“yaa biarkan dia yang ngomong sendiri dong dit. Beneran gak gas?” kataku

“yang dibilang adit udah bener itu” balas bagas.

“Itu kan!” balas adit sambil menunjukku

“yaa gak gitu dong konsepnya. Takutnya kan salah yang di sampaikan adit gas” balasku membela diri

“yaa kalau salah kan tinggal di benarkan ram. Untungnya adit gak salah, makanya diam aja” balas bagas sambil nyeruput teh

Aku geleng-geleng kepala mendengar rasionalisasinya.

Kembali mereka tertawa lagi.

“anda ini terlalu tegang. Diminum dulu tehnya untuk menenangkan diri” kata dion sambil menyodorkan teh. Segera kuambil teh dari tangannya

“terus gimana gas, kau ambil duitnya?” tanya harry penasaran. Tumben sekali harry fokus mendengarkan cerita ketika ada makanan di depan matanya, biasanya dia hanya mendengar sekilas doang. Bahkan kadang kala dia ikut ketawa, tapi ketika ditanya kenapa ketawa, dia menjawab “gak tau juga. Aku ikut ketawa aja”.

“gak lah, ku kembalikan” balas bagas

“kau masih marah dengan bapakmu?” tanya harry

“sudah tidak. Bahkan Aku sudah memaafkan kelakuannnya kok” balas bagas

“terus kenapa tidak kau terima saja, dan biarkan bapakmu kembali?” tanya harry lagi

“memaafkan bukan berarti melupakan har. Saya, ibu dan adik-adik tidak mau jatuh ke lobang yang sama” balas bagas.

Beginilah sosok bagas, dia memang jarang ngomong, tapi sekalinya ngomong selalu bijak dan memberi kebaikan. 

Mendengar bahwa bapaknya bagas kembali ke kampung, tentunya membuatku terkejut. Bapaknya ini sempat menjadi orang yang paling menghebohkan di kampung kami karena tindak-tanduknya. 

Kasus pertamanya, adalah ketika pemilihan kepala desa, dan dia ingin maju menjadi calon. Ketika ingin mendaftar, ternyata pendaftaran sudah tutup sehari yang lalu. Mendengar itu bapaknya marah dan mengamuk di kantor, bahkan sempet memukul beberapa petugas desa, hingga akhirnya berhasil diberhentikan juga. Tapi walaupun pendaftaran masih buka, bapaknya bagas tidak akan bisa mendaftar karena ada beberapa syarat administratif yang tidak bisa di penuhi. 

Kasus kedua, adalah ketika perlawanan terhadap pabrik. Ketika semua orang berbondong-bondong untuk melawan pabrik, bapaknya bagas dengan Santainya menjadi mata-mata pabrik. Bahkan sering mengompori pemuda untuk tidak ikut-ikutan melawan. Bagaimana masyarakat tidak naik pitam melihat kelakuan itu. Suatu hari masyarakat semakin geram dengan kelakuan bapaknya bagas, dan berencana untuk menyidang beramai-ramai. Ternyata informasi tersebut bocor sampai ketelinga bapaknya bagas, ketika masyarakat sampai di rumah bagas, bapaknya bagas telah hilang entah kemana, dan parahnya dia kabur dengan membawa emas dan beberapa harta milik istrinya yang tentunya adalah ibunya bagas, bude.

Kasus ketiga, ini yang paling parah. Dan inilah yang membuat bagas menjadi orang seperti yang sekarang ini, pendiam dan ngomong seperlunya dan sepentingnya aja. Itu terjadi 3 bulan setelah kasus kaburnya dia. Bapaknya bagas kembali tanpa dosa. Dan datang ke rumah bagas, dan dalam keadaan setengah mabuk. Sampai di rumah, dia meminta istrinya uang, tapi tidak di berikan. Bahkan bapaknya sempat menyekap adiknya bagas, si andin dengan lengannya dan mengancam akan membunuhnya apabila tidak diberikan uang. Memang terdengar tidak masuk akal, tapi dalam kondisi mabuk apapun bisa terjadi. Bukannya hal-hal yang masuk akal itu tidak berguna dalam kondisi tidak waras? Segera ibunya masuk ke kamar dan memberi semua uang yang dimiliki, bagas Terdiam bingung, dan anita yang menangis sedangkan arika di tugaskan sama ibunya untuk pergi memberi tau bapaknya adit, dan orang-orang lain. Ketika diberikan uangnya, segera dia lempar andin begitu keras sampai menghantam tembok, untungnya tidak berdarah, hanya memar sedikit. Ketika bapaknya akan pergi, bagas berlari menghadangnya dengan tangan dan badannya.

“pak jangan. Kembalikan uang ibu” kata bagas

 Tangan bapaknya mendarat tepat di pipi bagas, bahkan sampai membuatnya tersungkur jatuh.

Sebelum dia pergi bapaknya berkata “hei bagas. Kau tidak perlu sok jagoan Membela, banyak omong, menyuarakan kebenaran. sudah terlalu banyak suara sumbang di dunia yang membuat dunia ini bising. Kau tau! Lebih baik diam dan jangan banyak bicara!”. Kata bapaknya bagas sambil menendang bagas yang tersungkur di lantai.

Pelarian bapaknya bagas tidak berhasil. di tengah jalan, dia berhasil di tangkap oleh bapaknya adit dan beberapa masyarakat, termasuk juga bapakku.  Karena masih ada dendam yang tertinggal, amukan masa pun tidak bisa dihindarkan. Banyak tiba-tiba tangan dan kaki yang muncul dari luar kerumunan. Apalagi di tambah mereka tau bahwa bapaknya bagas berani menyiksa anak-anaknya sampai terluka. 

“dasar penjahat!”, “pengecut bajingan”, “setan kau ya” “datang-datang malah bikin rusuh kau yaa bangsat” begitulah teriakan yang terdengar dalam kerumunan itu. Sudah tidak terhitung lagi beberapa tangan dan kaki yang kena ke tubuh bapaknya bagas. Untung bapaknya adit dan bapakku begitu sigap, sehingga tidak sampai berlebihan walaupun Mukanya sudah berdarah-darah, penuh lebam dimana-mana, dan seperti orang sekarat, dengan hanya teriakan minta ampun. Akhirnya ia dibawah ke kantor desa dan disidang beramai-ramai. hukumannya adalah Dia tidak boleh kembali ke kampung selama 15 tahun, untuk memperbaiki diri. Walaupun pada awalnya ada usul untuk tidak mengizinkan dia kembali ke kampung seumur hidupnya. Tapi bapakku menolak itu, alasannya manusia pasti bisa berubah, dan kembali diterima oleh masyarakat. Kedua, dia harus menceraikan istrinya. Pada awalnya masyarakat minta untuk talak 3, tapi kembali bapakku menolak itu. Dan berharap Cuma talak 1. Alasannya masih Sama karena manusia itu bisa berubah. Hukuman ini sempet terjadi perdebatan yang begitu lama, karena banyak yang masih bersikukuh untuk talak 3, sampai akhinya ibunya bagas sendiri yang bilang untuk talak 1 saja. Sebenarnya saya pernah bertanya kepada bapak kenapa bapak mau hanya talak satu, jawaban bapakku adalah, "karena dulu bapak dan ibunya bagas saling cinta, tapi karena kebutuhan dan kehidupan yang keras merubah bapaknya bagas jadi tidak terkendali. Mungkin suatu hari cinta akan menyatukan lagi", begitu kata bapak, yang tidak pernah dia ungkapkan di sidang rakyat kala itu. Sejak kapan bapakku jadi puitis begitu.

Rasionalisasi bapak semakin kuat lagi dengan dukungan dari bapaknya adit yang setuju soal talak 1 itu. Sehingga masyarakat akhirnya setuju.

Hukuman yang ketiga, dia harus mengganti semua kerugian yang telah dia curi, yaitu perhiasan dan emas. 

Begitulah singkat cerita bapaknya bagas, makanya kami sangat heboh ketika tau bahwa bapaknya sudah dua tahun ini kembali. Kala itu kami masih umur 6 tahun, dan kejadian itu terjadi 2 tahun sebelum kasus perang di pabrik. Karena 19 tahun sudah berlalu, yang mana sekarang bagas sudah umur 24 tahun, maka hukuman bapaknya bagas sudah luntur dan bersih. 

.

“kalau misal suatu hari bapakmu benar-benar baik, benar-benar tobat. Apa masih mungkin dia kembali gas dan kalian menerimanya?” tanyaku menatap tajam bagas

Suasana tiba-tiba hening, aku paham, bahwa yang lain juga pengen tau jawaban yang jujur dari hatinya bagas. 

“ya mungkin saja” balas bagas 

“berapa persen?” tanyaku lagi. Dan suasana masih tetap hening.

“berapa persen yaa? 85% lah” jawab bagas.

Aku mengela nafas, suasana kembali baik. 

“sudah sudah, lupakan. Sekarang mending kita main kartu. Saya bawa kartu ini” kata dion sambil mengeluarkan kartunya

“tapi kan tidak bisa kalau main berenam.” Balasku

“siapa yang bilang?” tanya dion

“aturannya kan begitu yon” jawabku

“aah pake aturan segala. Kaku kali kau ini” balas dion dengan tertawa

Lagi dan lagi mereka tertawa, tapi kali ini saya juga ikut tertawa, sewot sendirian terlalu menyedihkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here