RAMADHAN MENULIS 3. EPS 09 : TAKDIR SEPAKBOLA INDONESIA DI AJANG DUNIA - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Sabtu, 01 April 2023

RAMADHAN MENULIS 3. EPS 09 : TAKDIR SEPAKBOLA INDONESIA DI AJANG DUNIA

Sepertinya kekecewaan akan gagalnya piala dunia u-20 akan berlarut-larut. Bagaimana tidak, pembahasannya saja tidak berhenti-henti. Entah memang algoritma saya yang banyak terfokus pada sepak bola (karena lagi menunggu hasil akhir EPL dan UCL) atau memang media di Indonesia memang lagi menyorot kesana semua, bahkan media pribadi orang.


Membuka media social menjadi membosankan, saya tentu kecewa dan merasa kasihan pada para punggawa timnas, tapi benar kata beberapa orang, kita tidak bisa terus larut dalam kekecewaan. Kita harus mencari solusi

Tambah menjengkelkan lagi adalah muncul argument yang seperti menyudutkan umat islam, walaupun tentu yang ingin mereka sudutkan adalah golongan tertentu. Saya juga tidak ada niat untuk membela golongan tersebut, tapi argumentasinya malah membuat mereka aneh menurutku. Mereka memaparkan data bahwa, pelatih palestina itu orang Israel, atau kapten dari tim Israel itu seorang muslim. Bukankah dari fakta dan data itu membuktikan bahwa Israel dan palestina bukan permasalahan agama, malah kalau menggunakan fakta kapten Israel adalah seorang muslim, maka harusnya para aktivis palestina (yang berdasar agama) tidak marah pada tim Israel, karena si kapten muslim. Fakta dan data ini malah menunjukkan ini adalah murni masalah kemanusiaan. Tidak ada bau agamanya.

Opini para pengguna medsos sudah sangat tidak terkendali. Dari cocokologi soal politik, agama dan masalah kemanusiaan, bahkan sampai ke hal-hal yang berbau mistis, seperti “PSSI disuruh ziarah ke 135 kuburan korban kanjuruhan, mungkin punya salah, makanya dapat karma ini”. Ya kalau mau dikaji secara ilmiah juga kan memang ada kelalaian PSSI, juga panpel, dan petugas keamanan, dan yang paling penting angin, memang angin keparat!!

Okelah kita boleh bersedih, tapi saya berharap kesedihan ini tidak bertahan lama, karena hidup dalam lingkaran kesedihan juga menyakitkan, mari bangkit bersama. kita juga harus melihat dari berbagai sudut pandang, setidaknya melihat dari sudut pandang yang banyak akan membuat kita lebih tenang dan bijaksana, saya sarankan untuk nonton video podcast musyawarahnya najwa shihab. Beliau membahas secara rapi dan tajam soal perdebatan Israel, palestina dan sepak bola, tidak sekedar opini dan data abal-abal.

Jujur, kalau saya mengambil hikmah dari kejadian ini adalah, mungkin memang Indonesia tidak ditakdirkan ikut piala dunia lewat jalur tuan rumah. Kenapa begitu? Karena selama Israel masih bisa mengikuti ajang sepak bola, maka mereka berpeluang lolos, bahkan tidak hanya piala dunia kelompok umur, tapi piala dunia yang senior sekalipun. Dan selama konstitusi masih ada dan sejarah keberpihakan akan palestina tidak dilupakan, maka penolakan akan selalu ada, bahkan sampai kiamat menjemput (andai kata palestina sampai kiamat masih dijajah oleh Israel). Solusinya Cuma satu, masuk lewat jalur kualifikasi. Memang berat tapi bukan berarti tidak mungkin. Berjuang dan terus berjuang, toh hidup manusia memang seperti itu, dia harus terus berjuang. Dalam ajaran agama pun seperti itu, kita harus terus berjuang. Tapi kalau kau tidak percaya agama, kau bisa mencari banyak filsuf yang bicara soal berjuang terus, juga para motivator, bahkan temanmu, kakakmu, adikmu, bapak dan ibumu mungkin juga pasanganmu semua menyuruh terus berjuang, jangan putus asa.

Seharusnya kita belajar ketika sepak bola Indonesia kemarin di banned fifa, tapi sialnya kita tidak belajar. Maka ini pelajaran baru yang harus benar-benar diambil sebagai pelajaran untuk maju kedepan. takdir kita bermain di piala dunia memang adalah jalur kualifikasi. Mari berdoa agar sepak bola Indonesia suatu hari nanti entah kapan, mengangkat piala dunia. Mimpi aja dulu, kalau bermimpi saja tidak berani, lalu apa lagi yang tersisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here