Episode sebelumnya saya membahas soal revisi Al-quran dan gak relevannya islam. Ada orang yang ingin merevisi islam karena merasa tidak pas dengan jaman, salah satu yang beliau gunakan adalah kasus poligami, yang bagi mereka bisa menyakiti sisi perempuan. Maka kali ini saya ingin membahas contoh kasus poligami ini dalam analisis cetek saya sendiri melihat poligami.
Poligami, bnyak orang yang protes soal firman Allah,
An-Nisa : 03, mereka merasa islam membiarkan seorang berpoligami, dan malah
menyakiti perempuan. Emang benar dalam firman Allah tsb diizinkan untuk
poligami, tapi dalam ayat tersebut dikatakan syarat dan ketentuan yang berlaku
juga. (giliran ada diskonan, tulisan “syarat dan ketentuan berlaku” sekecil
apapun dibaca, giliran ayat Allah malah tutup mata, wadidaw). Syaratnya adalah
harus berlaku adil, kalau tidak bisa adil mending nikah satu saja, karena itu
lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.
Artinya adalah kalau seorang tidak bisa berbuat
adil, maka jangan nikah lebih dari satu. Bagian ini yang harus didalami oleh
kita masyarakat awam dan dijelaskan oleh para alim ulama, agar masyarakat tidak
sembarangan melakukan. Saya adalah orang yang susah mendefinisikan adil dalam
pernikahan lebih dari satu, makanya saya lebih condong ke “tidak” pada
poligami. Tidak bukan berarti menafikkan ayat Allah, tapi karena syarat dan
ketentuannya kemungkinan yang sangat besar tidak bisa saya jalani.
Adil dalam pernikahan bagi saya sangat susah sekali.
Muncul pertanyaan di kepala saya, bagaimana sebenarnya bentuk adil tersebut? Ia
berbentuk fisik atau berbentuk ghoib?
Maksud dari adil fisik ini adalah suami adil itu
ketika ia memberi istri pertama sesuai kebutuhan dan juga istri kedua sesuai
kebutuhan. Adil itu bukan semua dapat 1, tapi memenuhi sesuai kebutuhan, kalau misal
istri pertama kebutuhannya 2 karena anaknya Cuma 1, ya dikasih dua. kalau istri
kedua anaknya ada 4 ya dikasih 5, jangan dikasih 2, itu malah tidak adil. Atau contohnya
pak faiz yang saya suka, yaitu soal hak
ranjang, kalau istri pertama sudah tua, hanya kuat diranjang 1 kali seminggu ya
dipenuhi kebutuhannya sekali seminggu. sedangkan istri kedua, karena masih muda
maka kuat 4 kali seminggu, ya dipenuhi juga. Jangan disamaratakan, bisa saja
istri pertama yang kelelahan dan menyakitinya atau istri kedua yang tidak
terpenuhi kebutuhannya.
Tapi ada satu pertanyaan di kepala saya yang membuat
poligami itu tidak bisa dilakukan, setidaknya untuk umat jaman sekarang, lebih
khusus lagi diri saya sendiri, adalah bagaimana dengan adil dalam bentuk ghoib.
Ghoib ini maksudnya bukan setan atau sebangsanya ya tapi soal jiwa dan
perasaan. Mungkin kita bisa menunjukkan keadilan kita dalam bentuk fisik, tapi
apakah bisa dalam bentuk perasaan? Misalnya kita menyakini kalau istri pertama
butuh kasih sayangnya 1, dan istri kedua butuh kasih sayangnya 3, tapi
kenyataan yang dirasakan di istri malah lebih dari satu, mungkin 2, 3 atau
bahkan 5. Sedangkan istri kedua karena masih muda, masih ada jiwa mudanya
sehingga kasih sayangnya masih banyak juga terbagi dengan teman dan keluarganya
dulu, sehingga ternyata tidak butuh 3, tapi Cuma butuh 2. Susah memprediksi dan
menghitung perasaan itu/ belum lagi kalau si suami dalam hatinya ternyata punya
kecintaan yang lebih terhadap istri kedua dari pada pertama, bisa karena kasih
sayang, sentuhan sampai karena kecantikan. Lalu dimana letak adil tersebut?
“lah itu kan memang tidak bisa dilihat, makanya
tidak perlu dipikir?” ya karena tidak bisa dilihat itu, maka perlu dipikirkan. Dan
itulah yang membuat saya tidak cocok dengan poligami. Keadilan itu harus
menyeluruh, baik fisik ataupun yang ghoib. Makanya An-nisa:03 itu harus
dimaknai menyeluruh, bukan Cuma perizinan Allah, tapi juga syarat dan
ketentuannya. Bahkan diujung ayat dikatakan, menikah satu lebih baik kalau
tidak bisa adil, karena itu lebih dekat untuk tidak berlaku zalim. Artinya jangan
poligami kalau kamu berbuat zalim. Zalim itu apa? Ya menyakiti hati istri. Sayangnya
orang tidak membaca syarat dan ketentuan serta ujung ayat tersebut, sehingga
tidak sedikit para istri yang marah dan mengamuk ketika mendapati suaminya
nikah lagi. Membaca hal semacam ini memang yang dibutuhkan adalah pikiran dan
bimbingan para alim ulama, jangan malah dibenarkan poligami kalau ternyata
tidak sanggup adil, dan sebenarnya cuma pengen memuaskan hawa nafsu. Sudah egois,
zholim lagi ke orang lain. Poligami yang zalim tidak hanya berefek ke istri dan
anak saja, tapi ke keluarga perempuan dan laki-laki, bahkan ke tetangga.
Makanya kalau poligami itu dipikir dalam, kalau
tidak bisa adil dalam bentuk fisik dan ghoib mending gak usah deh, karena yang
ditimbang di akhirat nanti bukan saja dosa dan pahala fisik, tapi jugu pahala
dan dosa ghoib seperti iri, dengki, tidak adil dalam pikiran dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar