“Kenapa Anies?” kayaknya lagi trend ya soal pertanyaan “kenapa” ini. sependek pengetahuan saya, tren ini naik karena ada dua pemuda yang buat video dialog tentang “kenapa bandung?”. Salah satu pemuda dalam video tersebut juga sebenarnya pernah viral dengan videonya yang menggemparkan dunia maya karena disebut percakapan dua filsuf, dengan ungkapan paling ikoniknya “lo punya duit, lo punya kuasa. Taiiiik!”. Jadi saya tertarik ikut trend ini walaupun lewat tulisan, soalnya saya tidak pede juga harus tampil di video, kalaupun berani, nanti malah diserang buzzer lagi. Takuuuut.
KENAPA ANIES? Saya tumbuh besar dari Rahim
aktivisme. Dunia aktivisme mengajarkan saya untuk membiasakan diri berisik
ketika melihat kebijakan yang dikeluarkan oleh pengelola Negara. Membiasakan
skeptic adalah salah satu yang sering kami lakukan, ketika kebijakan itu baik dan
pro rakyat, ya bagus tapi tetap kaji mendalam dulu, dan ketika kebijakan itu buruk dan malah banyak
merugikan rakyat, itu yang menjadi bahan kritik dan suara kami. Demo adalah salah satu jalan
paling ampuh untuk menyuarakan sesuatu, apalagi untuk mahasiswa yang tidak
punya kuasa apapun untuk mengubah selain ribut di jalan dan di sosmed.
Rakyat ketika melakukan demonstrasi, selalu dengan tujuan mepertanyakan sesuatu kebijakan dan aturan yang keluar. tentu harapan dari demonstrasi ini adalah pemimpin negara datang, berbicara dengan rakyat dan memberi penjelasan, sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pemimpin. bukannya menghampiri pendemo atau mengajak perwakilan pendemo, pemimpin negara ini acuh terhadap kehebohan yang terjadi di depan istananya dan istana pada legislator, malah beberapa kali melakukan kunjungan kerja, yang membuat masyarakat berasumsi bahwa pemimpinnya kabur. sialnya lagi para pendemo bukannya didengar, malah mendapat kekerasan seperti digebuk, dikejar-kejar, ditembakkan gas air mata, sampai diintimidasi lewat medsos-medsos oleh para buzzer peliharaan
Kenapa anies? Salah satu jawabannya adalah
karena beliau adalah orang yang mau menjelaskan dan mempertanggungjawabkan
semuanya ke depan rakyatnya. Beberapa kali ketika memimpin Jakarta beliau
menunjukkan itu, banyak videonya tersebar di media sosial. Kalau tidak pernah
percaya, silahkan menuju ke aplikasi youtube, dan ketika “ANIES KETEMU PENDEMO”
di kolom searchnya. Disana kita bisa menemukan begitu banyak aksi bapak anies
menemu para pendemo, mendengar, berbicara, berdialog dan beberapa video memperlihatkan anies di desak oleh para pendemo dengan nada tinggi. mungkin pak anies ini terbiasa juga berada dalam tekanan gitu ya, apalagi beliau lahir juga dari dunia aktivisme mahasiswa dulu
“kalau sekedar bicara dan menemu pendemo,semua
bisa”, tidak! Tidak semua bisa melakukan itu, terbukti dari begitu banyak
pemimpin yang tidak mau muncul ketika pendemo itu datang, terlebih presiden
kita hari ini. beberapa waktu sempet beredar video seorang ibu-ibu yang
membentangkan banner kecil, bertulisan harapan hidup layak ke presiden di sebuah
pasar, beberapa detik kemudian, muncul seorang dari belakang ibu-ibu tersebut
berusaha untuk mengambil banner itu. dan apa yang pak presiden lakukan atas
tindakan di depan matanya itu? tidak ada. beberapa waktu kemudian banyak yang
bilang kalau seorang yang mencoba merampas itu bukan paspampres. Maksudnya
saya, buat apa klarifikasi itu? seorang presiden sedang blusukan (kegiatan yang
beliau populerkan sendiri), yang tujuannya menunjukkan kepedulian, tapi ketika
ada yang mendapatkan perlakuan tidak baik, tidak ada tindakan apapun, kalaupun
memang bukan suruhan presiden, setidaknya hentikan tindakan tersebut, beliau
kan punya kuasa yang luar biasanya katanya.
Saya suka ungkapan abdur arsyad, seorang standup comedian, di podcast ngabdur bareng
cing abdel soal kenapa anies baswedan, beliau mengatakan seperti ini kira-kita,
“saya jatuh hati sama pak anies baswedan, karena beliau itu gentle, ia tidak
menghindari masalah. Dia tipikal “ada sesuatu, dia jelaskan, dia tidak lari.
Saya butuh pemimpin yang kayak gitu, bayangkan kita punya pemimpin, yang ada
apapun masalah, kita tanya ke dia, dia mau jawab. Bukan yang kayak “yo ndak tau
kok tanya saya”, atau suruh menterinya jawab. bayangkan kita punya pemimpin
yang kalau ditanya apapun, dia mau jawab, mau mempertanggung jawabkan itu di
depan rakyatnya, tidak lari”. Argument abdur itu tidak mungkin lahir dari ruang
kosong, ia lahir dari pengalaman bernegara, setidaknya satu periode belakangan
ini. beliau memperbandingkan kondisinya.
Kenapa Anies? Alasan lainnya adalah “kacamata” yang
beliau gunakan untuk melihat kondisi, kebijakan dan sebagainya. Beliau selalu
menggunakan kacamata masyarakat untuk
menjelaskan dan menentukan langkah kebijakannya. Sangat banyak langkah yang
beliau tunjukkan ketika di Jakarta yang mana kebijakan itu dibentuk atas dasar
kepentingan orang banyak, tidak hanya pemilik modal. Saya memang bukan orang
Jakarta, tapi saya mendengar dan melihat banyak dari media. Salah satu adalah
soal penjual di trotoar, saya lupa di jalan mana, tapi cing abdel
mempertanyakan soal kenapa jalan …blablabla… itu yang dulunya tidak boleh ada
penjual, sekarang malah ada kembali, tapi diberi waktu. Pak anies menjelaskan
bahwa ada uang yang berputar besar disitu, dan uang itu berputar di masyarakat
kecil, daripada dihentikan mending dibikin regulasinya. (silahkan nonton wawancandanya
cing abdel dan anies baswedan di podcast abdel universe).
Satu kalimat luar biasa yang terngiang-ngiang di
kepala saya adalah “membesarkan yang kecil, tanpa mengecilkan yang besar”.
Sebuah kalimat paling membuktikan bahwa beliau melihat dengan menggunakan kacamata
yang berbeda dengan kebanyakan pejabat hari ini.
pernah ada yang bilang gini “dulu juga pak jokowi gitu, sok merakyat, tapi gini juga ujungnya, apa jaminannya pak anies tidak
begitu?”. Saya dan mungkin banyak orang lainnya tidak bisa menjamin, tapi
setidaknya saya bisa menyakini pak anies tidak akan begitu, karena beliau itu
pernah merubah kondisi (pakaian, cara bicara, cara makan dll) hanya untuk
dibilang merakyat, pak anies tetap menjadi dirinya, beliau tetap sadar bahwa ia
berada di kelas sosial yang berbeda, tapi tetap berusaha merakyat dan
menggunakan “kacamata” rakyat tadi. Malah menurutku ini adalah langkah yang
tepat, daripada berkamuflase menjadi orang lain, tapi diujung berubah, mending
tunjukkan aja jati diri sebenarnya, tapi tetap bisa melihat dengan sudut
pandang yang banyak, makanya ada yang namanya empati dan simpati. Masalah
diterima atau tidak itu kembali ke masyarakatnya.
Kenapa anies? Alasan lainnya lagi adalah saya melihat secercah harapan ilmu pengetahuan yang berkembang ketika beliau menjabat (ya walaupun beliau gagal menang secara perhitungan kemarin). selama kampanye, beliau menunjukkan kehidupan masyarakat yang terbuka, mau diskusi, mencerdaskan bangsa, dan itu yang ingin saya liat. produk semacam desak anies adalah salah satu produk kampanye yang diluar nalar hari ini. ketika para calon cuma pidato satu arah, anies dkk membuat kampanye dua arah, yang kemungkinan blundernya sangat besar. Saya punya mimpi menjadi dosen dan peneliti, maka saya butuh pemimpin yang melihat pemimpin yang menghargai intelektual secara terhormat. Mungkin berlebihan, tapi ketika kita ingin maju, maka kita harus mencontoh jaman abasiyah, para intelektual, ilmuan, dan guru disejahterakan, dibayar dengan luar biasa untuk ilmu dan penemuannya, dan dari itu semua akar masyarakat terbentuk. Pak fahruddin faiz sering bilang gini “di era manapun, yunani, islam, ataupun eropa, peradaban itu maju ketika sainsnya maju pesat”. Ucapan itu bukan omong kosong, yunani, islam dan eropa itu adalah bukti kemajuan peradaban datang dari kemajuan ilmu pengetahuan
Dan saya melihat anies punya semangat seorang khalifah jaman abasiyah, punya
semangat harun ar-rasyid, seorang pemimpin yang mau belajar kemanapun dan
siapapun. Dan saya tidak melihat itu di calon lain, bahkan ada calon dan tim
yang menuduh para guru besar itu partisan, dan begitu banyak tindak tanduk yang
sangat anti intelektual, dan anti moral.
kenapa anies? ide dan gagasannya yang luar biasa ini yang membuat saya tertarik. ide 40 kota setara jakarta yang membawa semangat kesetaraan yang sesungguhnya, bukan sekedar simbolik, lalu contract farming yang melambangkan kepastian, pendidikan gratis sebagai lambang keseriusan menjalanan konstitusi negara yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa", sampai ide cuti 40 hari untuk suami yang istrinya habis melahirkan, yang menyimbolkan komitmen membangun rumah tangga yang baik bagi rakyatnya.
Mungkin segitu dulu saja, kalau soal keagamaan
jangan ditanya, beliau luar biasa, bahkan beberapa pendukung sampai menyebutnya
pembawa kunci surga dan imam Mahdi, yang malah menjadi gorengan lawannya. Tapi
tak apa, selama pak anies tidak mengiyakan dukungan berlebihan para pendukung
mah, buat apa didengar. kondisi-kondisi diatas itu yang menjadi jawaban saya kenapa anies?. Banyak para pendukungnya yang bilang “bangsa ini menyianyiakan pemimpin yang
bagus seperti beliau”, mungkin tampak berlebihan, tapi bagi saya tidak, mungkin
memang kita sedang menyianyiakan ada pemimpin bagus, setidaknya itu menurutku,
kalau menurutmu tidak ya bebas saja. Tabik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar