Menahan imbang Timnas Arab Saudi dalam kualifikasi Piala Dunia 2026 adalah sebuah pencapaian besar bagi Timnas Indonesia. bagaimana tidak, timnas yang pernah berada pada rangking 170an FIFA berhasil menahan imbang timanas yang selalu langganan piala dunia dan presetasi terbaru mereka adalah tim satu-satunya yang mengalahkan sang juara dunia, Argentina di perhelatan Akbar, Piala Dunia 2022 Qatar lalu.
Hasil tersebut tentu membawa kebahagiaan yang
mendalam bagi supporter timnas. Kepercayaan diri masyarakat meningkat tajam
karena berhasil menahan imbang arab Saudi di kandang mereka sendiri. Sebagai penonton
sepak bola, saya pun merasa senang dengan hasil ini, melihat betapa terjalnya
perjalanan Indonesia dalam sepak bola. Terbantainya kita lawan Bahrain, bahkan
pernah kalah banyak dari tim asean, dan kalaupun sedang dalam kondisi yang
baik, kita tidak berhasil mendapat gelar kompetisi, kita hanya berhasil finish
di peringkat kedua dari Thailand. Makanya banyak meme atau komentar netijen
yang sering dilontarkan, “bahkan ketika Indonesia masuk final piala dunia nanti,
tetap bakal juara 2, yang juara Thailand”. Tragis tapi tetap lucu.
Ketika dulu kita harus bersaing mati-matian dengan
timnas sekelas Malaysia, Thailand ataupun Vietnam, hari ini terbukti Indonesia
berganti lawan yang naik level, tingkat asia. Ini pencapaian yang luar biasa. Tapi
bagi saya, ini sebuah pencapaian yang tidak terlalu sulit digapai dengan
struktur pemain yang sekarang ini ada. pemain keturunan yang dididik
habis-habisan di belanda, dan menjalani karir sepakbolanya pun disana, pasti
akan menghasilkan pemain yang luar biasa, bahkan ketika mereka bukan pemain
ring 1 ataupun ring 2.
Pernah dengar tentang ucapan orang bijak yang bilang
“lingkungan yang baik akan menghasilkan orang yang baik juga”. Pemain sekelas
jay idzes, thom haye atau marten paes berada di lingkungan yang super baik. Walaupun
baru naik ke serie A, bang jayadi sudah merasakan sensasi persaingan di serie
B, yang tentu kualitasnya lebih baik dari begitu banyak liga di berbagai dunia,
bahkan liga 1 indonesia sekalipun.
Ataupun seperti Thom haye yang berlaga di liga
belanda. Kalaupun timnya bukan tim unggulan, tapi saingan timnya ya sekelas
Ajax, Feyernoord ataupun PSV yang biasa masuk di Champions league. Juga Marten
Paes yang bermain di MLS, Serta beberapa pemain hebat lainnya yang berlaga di
liga besar di eropa sana, nathan, verdonk, rafael, elkan, dll.
Apalagi, terbaru datang dua pemain keturunan yang akan memperkuat timnas Indonesia. dan kabarnya memiliki kemampuan yang luar biasa, salah satu buktinya adalah dengan value-nya yang tinggi. walaupun banyak yang bilang harga belum tentu menentukan kemampuan, tapi tidak mungkin juga harganya sangat berbeda dengan kemampuan, apalagi liga belanda, kecuali kalau ada tim inggris yang mau beli ya. Tentu ini menjadi nafas segar, bahkan
sangat segar untuk kekuatan timnas Indonesia kedepannya.
Sebagai penikmat sepak bola Indonesia yang pernah
sangat bahagia ketika Indonesia hampir menjuarai AFF era 2010, tembus
kualifikasi tingkat 3 piala dunia ini luar biasa. Di era 2010 itu, euphoria timnas
benar-benar menggila, munculnya bintang seperti okto maniani dan irfan bachdim
tentu disambut masyarakat dengan antusias, bahkan ketika kompetisi itu hanya setingkat
Asean. Jersey Indonesia dimana-mana, pembicaraan pun terjadi dimanapun
tempatnya, sekolah-sekolah, kantor, warung makan, sampai pos ronda.
Keberhasilan dan euphoria itu seharusnya bisa dijaga
dengan baik oleh stakeholder, tapi ternyata tidak terjadi dengan baik. Buntutnya
Indonesia pernah dibanned oleh FIFA karena kasus yang harusnya tidak terjadi
(silahkan cari sendiri infonya). Dan era-era itulah muncul banyak keanehan, yang paling aneh adalah munculnya dualisme liga yang semakin mengacaukan. Makanya ketika Indonesia
sekarang berada dalam performa baik, masyarakat menyebut ini sebagai era
keemasan, dan membandingkan Indonesia dulu sebagai era kegelapan.
Tidak sedikit orang yang mengkritik soal kebijakan pemain keturunan, banyak yang merasa harusnya pemain local yang diberdayakan. Tapi inilah
kompetisi. Dalam serial Haikyuu, ketika tim karasuno melawan aoba johsai, dalam
tim aoba ada pemain namanya kyotani, atau dia disebut maddog. Dalam salah satu
adegannya, temannya yang bernama Yahaba menjelaskan kepada Kyotani yang sedang
underperform dan membuat tim dalam kondisi buruk di bangku cadangan “kamu tidak
pernah datang latihan, tapi langsung dimainkan. Banyak pemain yang tidak suka
dan merasa tidak adil soal itu, termasuk aku. Tapi inilah kompetisi, selama
kamu jago bermain dan memberi dampak, maka kamulah yang akan dipilih. Maka tolong
pinjamkan kekuatanmu” seperti itulah kira-kira ucapan Yahaba. Yahaba disini
ingin mengatakan, dalam kompetisi salah satu kunci dapat menit bermain bukan Cuma
latihan tapi kemampuan yang luar biasa. Apalagi ketika dua itu dicampurkan,
kemampuan/bakat dan latihan serius.
Begitu juga yang terjadi dalam sepak bola kita. Tidak
perlu ditanya lagi bagaimana kemampuan para pemain keturunan ini, terbukti dari
penampilan ciamik mereka yang sangat berdampak bagi timnas. Bahkan tidak
sedikit komentar netijen yang ingin mencari sebanyak-banyaknya pemain keturunan
untuk mengisi line up, bahkan kalau bisa seluruh isi timnas ya pemain keturunan
yang bermain di luar negeri, terkhusus eropa. Kalau kamu pelatih, dan melihat
jurang perbedaan kemampuan seperti itu, apa yang kamu lakukan? Pasti akan
melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan STY hari ini. toh, para pemain
diaspora ini tidak merusak dan mengotak-atik konstitusi dan aturan yang ada.
selama sesuai aturan maka boleh saja.
Tapi masalah besarnya akan terjadi kedepannya. mungkin 10 tahun kedepannya, para pemain seperti bang jay, Nathan ataupun Justin hubner masih bermain, tapi setelah itu bagaimana? Apakah kita akan terus mengandalkan para pemain keturunan?. Bagaimana kalau suatu waktu di masa mendatang, banyak orang keturunan Indonesia yang tidak menjadi pemain bola. Dan kita harus kembali mengandalkan pemain local kita.Inilah yang jadi perdebatan.
Saya setuju dengan argument yang mengatakan “perdebatan soal pemain keturunan ini bukan soal nasionalisme atau semacamnya, tapi keseriusan dalam liga dan pembinaan dalam sepak bola indonesia”. Kita bukan lagi bicara soal nasionalisme, bagi saya itu omong kosong. Banyak banget teman kita, artis, pelawak, ataupun pejabat kita yang punya keturunan orang luar, punya dari arab, jepang, china, jerman, inggris, amerika, yunani dsb, dan mereka berkarya atau hidup diantara kita dan kenapa kita tidak mempermasalahkan itu. makanya omong kosong ini sebaiknya dilepaskan dari ruang debat.
Kita tarik isu yang harusnya paling penting, yaitu
keseriusan dalam liga dan keseriusan dalam pembinaan para pemain. Hal-hal
seperti ini harus menjadi keseriusan federasi. Tentu barang ini bukan barang
yang kelihatan hasilnya tiba-tiba, tidak seperti keberhasilan timnas hari ini.
Kekhawatiran saya adalah para petinggi federasi tidak serius soal liga dan
pembinaan karena hasilnya yang tidak tampak secara langsung, sedangkan timnas
tidak. Kita langsung dapat melihat hasilnya, dan tentu federasi beserta petinggi
mendapat puji-pujian yang luar biasa. Saya membandingkan dengan kelakuan kebanyakan pejabat kita hari ini. Beberapa kali saya melihat tindak-tanduk
para pejabat kita seperti itu soalnya, membangun sesuatu yang bisa langsung
terlihat untuk menaikkan nilai dirinya, sedangkan yang harusnya dikerjakan
jangka panjang hanya formalitas.
Saya tidak mau suudzon tentang federasi kita, maka
saya berharap kedepannya liga dan pembinaan kita benar-benar diperbaiki, bukan
sekedar pajangan sementara. Apalagi kayaknya ketua federasi kita “sangat dekat”
dengan presiden baru, maka bisalah melakukan yang terbaik. Walaupun tetap kita
harus meletakkan kecurigaan kita walaupun sedikit.
Kembali kepada liga dan pembinaan. Kalau federasi
serius menggarap ini, mungkin kita bisa menghasilkan pemain local yang juga
luar biasa. Di luar sana, liga sepak bola tidak hanya liga utama seperti di Indonesia,
mereka punya liga kelompok umur bahkan liga wanita. Dan keseriusan semacam itu
sangat membuahkan hasil. Ketidakseriusan ini banyak menimbulkan pesimis
masyarakat Indonesia, bahkan saya pernah ketemu komen seperti ini “memang orang
Indonesia ini bakatnya bukan menjadi pesepak bola”.
Dengan begitu banyaknya liga tarkam, kompetisi sekolah
dan sebagainya, harusnya Indonesia bisa menghasilkan pemain yang luar biasa. Jangankan
kompetisi, anak kecil dan para remaja bermain bola di depan ruko-ruko yang
tutup ketika malam, bermain bola di jalanan yang kosong ketika malam hari,
bahkan di jalan-jalan gang rumah yang harus berhenti ketika ada motor atau
mobil yang lewat. Kondisi-kondisi seperti ini harusnya dilihat sebagai potensi
besar. keseriusan federasi yang bercampur tangan dengan pemerintah di tingkat manapun
akan sangat berpengaruh, tidak hanya sekedar buat kompetisi ketika pemilu
berlangsung atau menguntungkan diri sendiri. bahkan kalau perlu menggandeng swastapun lebih baik, asalkan mereka benar-benar memberi yang terbaik tidak hanya mengambil keuntungan dari apa yang sedang kita bangun.
Saya selalu berpikir apakah kita memang beda dengan
orang luar? Bahkan kalau berbicara postur, mungkin banyak orang kita yang posturnya
lebih bagus dibanding Messi, Mbappe, Ronaldo dsb. Kalau Ronaldo bilang ke anak
angkatnya bahwa anaknya itu telat kalau mau jadi pemain bola di usianya waktu
itu, karena harus dari umur yang lebih muda lagi. bukannya banyak anak-anak
kecil di usai sangat muda sudah bermain bola, di lapangan, di jalanan, di pojok desa dalam kompetisi anak
ataupun bermain biasa. Apa yang membedakan kita? Kalau asumsi saya ya jelas soal
infrastruktur, pendidik yang serius, dan tekad anak yang tinggi juga.
Infrastruktur dan pendidik ini masalahnya pada stakeholdernnya, bukan sekedar ada lapangan, tapi semuanya. sedangkan tekad ini bercampur antara stakeholder dan masyarakat juga. Maksudnya adalah masa depan sepak bola harusnya terlihat cerah bagi anak-anak. Dulu, dan mungkin sampai sekarang masih banyak anak-anak yang bermimpi jadi dokter, tentara ataupun polisi karena citra mereka yang luar biasa, hidup baik dan mapan. terlebih hari ini soal mimpi ini ketambahan mimpi menjadi youtuber. coba dipikir, darimana mimpi jadi youtuber itu muncul?
Bukan hanya karena ada youtube sebagai lahan pekerjaannya dan konten kreator sebagai pelakunya, karena dari dulu juga ada para konten kreator di youtube, Radit, Andovi, Chandraliow, Bayu skak dll adalah para pelakunya, tapi dulu menjadi youtuber bukan sebuah mimpi indah, bahkan terkesan aneh. cerita-cerita dari para youtuber indonesia era awal, yang diejek, dikatain dan segala macamnya, membuat mimpi menjadi youtuber tidak pernah muncul. tapi hari ini, dari melihat kehidupan
para youtuber atau konten creator yang cerah dan bahagia di konten-kontennya, makan enak, hidup enak, banyak uang, bagi-bagi uang, memborong minimarket dengan mudah, membagikan HP hanya dengan follow akun, siapa yang tidak tergiur dengan hidup seperti itu.
Menurut saya di sepak bola belum seperti itu, mimpi
hidup bahagia sebagai pesepak bola belum terlihat luar biasa. Apalagi begitu kacaunya pengelolaan liga, dan
bahkan isu soal gaji yang telat dan semua masalah yang muncul. Kenapa mereka
tidak mencontoh messi, Ronaldo, halaand atau siapapun pemain luar negeri yang cemerlang karirnya? Tentu mereka
tau bahwa mereka bukan orang Indonesia, dan anak-anak Indonesia juga tau
perbedaan dari segala aspek dalam sepak bola kita dan mereka. apalagi mitos soal postur
dan bakat. Saya sebut mitos karena seorang semacam messi dan Roberto carlos
yang memiliki tubuh tidak tinggi aja bisa bersinar kok.
Baiknya peforma timnas akhir-akhir ini tentu menjadi
pemicu baru bagi masyarakat Indonesia dan para anak-anak yang bermimpi menjadi
pemain bola. Banyak yang bilang, datangnya para pemain keturunan ini semoga
menjadi motivasi untuk para pemain local untuk lebih serius mengasah kemampuan
mereka. Tapi saya cukup pesimis dengan itu, karena sepertinya project
pencarian pemain keturunan ini masih akan terus berlangsung. Mereka sudah kalah dari
segala aspek, terlebih dari pembinaan mereka ketika masih muda dulu. Tapi satu
yang coba saya percayai adalah dengan performa timnas seperti ini, bisa memicu
para anak-anak sekarang, mereka yang berumur 6-10 tahun, untuk memberi yang
terbaik agar bisa membela timnas Indonesia dan main di liga-liga top eropa
suatu hari nanti. Bagi saya, itu lebih baik daripada mengharapkan pemain-pemain
sekarang termotivasi. Tapi tidak ada yang tidak mungkin, selama beneran
berjuang dan berusaha.semoga saja para pemain lokal bisa menunjukkan tajinya dengan keterbatasan yang ada.
Funfact, saya sering membuat imajinasi sendiri
tentang perjalanan Indonesia di kancah dunia, setidaknya ada sampai 10 cerita dalam
imajinasi saya. Pertama, cerita pemain Indonesia yang orang tuanya adalah
pekerja di luar negeri dan anaknya cuma jadi pemungut bola di lapangan tim
eropa, tapi karena sering menonton dan ikut latihan colongan akhirnya kemampuan
terasah dan dipanggil dan menjadi pemain besar di eropa dan membawa Indonesia luar
biasa. Atau cerita sebuah club yang pemainnya disiapkan dari kecil (semacam program pesantren tapi khusus sepak bola) sehingga
ketika mereka bermain sebagai tim, mereka sudah punya chemistry yang kuat, kemampuan digempur habisan-habisan, dan ujungnya mereka bisa menjuarai liga bahkan sampai menjuarai champions league
asia. Atau cerita seorang pemain yang ketika umur 18 tahun bermain untuk timnas
u-19 memperlihatkan kemampuannya dan memicu tim pencari bakat tim papan tengah
inggris tertarik merekrutnya, dan begitu banyak cerita imajinasi di kepala saya
yang sering saya khayalkan ketika naik motor, dan yang luar biasanya adalah semua cerita dalam kepala saya berhasil menjuarai piala dunia, tidak hanya sekali, tapi berkali-kali, serta para pemain Indonesia bermain di tim papan atas seperti Madrid, Arsenal, MU, Chelsea, Munchen, Barcelona, Inter Milan, Liverpool, Man City dan lainnya, lalu menjadi pemain hebat yang kadang mendapat ballon
D’or. Sebuah imajiasi yang luar biasa bukan?
Sepertinya harus saya sudahi tulisan ini, sudah
terlewat panjang. Saya hanya ingin menuangkan apa yang ada di kepala saya. Saya
yakin, teman-teman yang berdebat dan mengkritisi soal kebijakan pemain
keturunan bukan karena tidak suka, apalagi sok paling nasionalis, tapi mereka
juga ingin yang terbaik untuk Indonesia. Silakan berdebat apapun tentang sepak
bola kita, soal liga, pemain keturunan, pemain naturalisasi, pelatih, pembinaan
usia muda, supporter, fanatisme, dan sebagainya, tapi kita harus selalu berharap kedepannya semuanya
membaik, apapun aspeknya, timnas ataupun liga. asal satu, jangan pernah
campurkan sepak bola dengan politik, bagaimanapun model pencampur adukannya.
Dulu kita euphoria menghadapi final AFF 2010. Ternyata, 14 tahun kemudian kita euphoria untuk menghadapi Australia, Arab, Jepang dll dalam perebutan kursi peserta Piala Dunia 2026. sebuah perjalanan luar biasa yang harus kita nikmati bersama. Spanyol, jerman, itali pernah juara dunia, tapi setelah itu, di piala dunia berikutnya bahkan mereka tidak tembus 16 besar. Hasil adalah bonus dari sebuah proses yang dijaga secara konsisten dan maksimal. Mari nikmati prosesnya dengan bergembira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar