Melewati Perayaan Tahun Baru Dengan Biasa saja! - Melawan Semesta

Membaca adalah cara kita memahami kehidupan, Menulis adalah cara kita menikmati perjalanan, dan Berdiskusi adalah cara kita mengerti arti persimpangan. Hitam Putih Kehidupan insan manusia dalam pencarian!

Breaking

Selasa, 31 Desember 2024

Melewati Perayaan Tahun Baru Dengan Biasa saja!

Yak, betul. saya melewati perayaan tahun baru dengan biasa saja. Saya, kamu, dia, mereka atau siapapun juga, pasti ada yang melewati perayaan tahun baru dengan biasa aja, seperti perpindahan haribiasanya, dari hari ini ke hari esok. Bahkan, beberapa orang lebih memilih tidur daripada menikmati kelap-kelip kembang api yang pecah di langit-langit dunia. bukan mau sok indie, sok beda dan sebagainya, karena sudah saya tuliskan di awal, ini kondisi yang biasa, dan banyak juga yang melewatinya dengan biasa aja.

Saya kepikiran menulis ini karena beberapa hari ketika berkendara saya melihat begitu banyak penjual kembang api di pinggir jalan. Kembang api yang waktu kecil juga saya mainkan. Kalau ada yang berpikir saya melewati perayaan tahun baru karena sangat islami dan menolak perayaan kembang api, anda sedikit keliru. Kenapa sedikit?

Sebenarnya bapak dan ibu, terutama ibu, juga selalu bilang soal perayaan tahun baru yang bukan budaya islam, jadi lebih baik dihindari. Tapi sebagai anak yang ingin menikmati euforianya, bapak dan ibu membelikan beberapa kembang api, walaupun bukan kembang api yang luar biasa indah kalau meledak, Cuma seperti roda gila, petasan korek, dan kembang api yang level menengah.

Ketika berkendara tadi, saya mulai mengingat berapa kejadian-kejadian yang saya lewati ketika pergantian tahun terjadi. Dari bakar-bakar ayam sampai main petasan. Tapi ada satu moment yang masih sangat membekas di kepala saya soal pergantian tahun.

Jadi, kalau kalian ingat, dan pasti ingat, tahun 2004 aceh dilanda bencana tsunami yang menghancurkan daerah tersebut. Salah satu bencana terbesar yang pernah melanda Indonesia. Semua televisi, Koran, radio memberitakan bencana tersebut. Kejadian tersebut tepatnya terjadi 26 Desember 2004, 20 tahun yang lalu. Beberapa hari sebelum pergantian tahun.

tepat 31 desember 2004, ketika mau malam pergantian tahun, yang biasanya kami sekeluarga keluar untuk nonton kembang api, atau pergi membeli kembang api untuk memainkannya, kali itu, kami tidak membeli dan ikut merayakannya. Malam ketika akan berganti, saya ke kamar orang tua dan bilang “ma, ayo beli kembang api”. Jawaban ibu saya sangat membekas di kepala saya “tidak usah, kasian itu orang di aceh. Masa kita senang-senang sedangkan mereka malah sedang kesusahan” sambil menunjuk ke arah televisi yang kebetulan sedang memutar video aceh.

Sebagai anak kecil, saya tentu tidak bisa menerima jawaban itu sepenuhnya, saya mencoba menolak walaupun tanpa omongan dan serius menatap video di televisi tersebut, tapi dari kondisi itu saya jadi belajar soal bagaimana kita berempati dan bersimpati terhadap kondisi buruk yang melanda saudara jauh kita. Kita tidak hidup sendirian, bahkan saudara yang begitu jauh, saya di papua, dan mereka di aceh, ujung pukul ujung, tapi kita harus berempati dengan tidak bersenang-senang, tertawa bahagia, sementara ada saudara kita yang baru saja terkena bencana super besar dan berbahaya.

Apakah tahun berikutnya, 2005, 2006 dan seterusnya saya tidak lagi ikut merayakan pergantian tahun? Masih ikut, tapi tidak berlebihan. Seperti yang saya katakan tadi, kami cuma membeli kembang api level bawah atau sekedar keluar dan menonton letusan di langit.

Bapak dan ibu saya yang mengajarkan bahwa pergantian tahun itu biasa aja, tidak perlu dirayakan berlebihan juga. Gongnya, adalah ketika saya pergi sekolah ke jogja, tahun 2011, tahun itu sampai seterusnya melewati pergantian tahun menjadi hal yang sangat biasa bagi saya.

Moment kedua yang saya ingat juga adalah ketika mahasiswa baru. Tahun 2014, saya adalah mahasiswa baru, yang pada bulan desember saya ikut Darul Arqam Dasar (DAD), sebuah perkaderan dari organisasi pergerakan IMM. Sebagai kader baru, senior mengajak kami, para kader baru untuk ikut sebuah pengajian pergantian tahun di sebuah masjid besar di jogja, masjid syuhada. Sebagai senior, mereka pasti ingin mengkader dan mendidik para kader dengan baik, maka mereka putuskan untuk mengajak kami pengajian.

Ketika kami sampai di masjid tersebut, peserta sangat banyak. Kami berhasil ikut dan masuk untuk mendengar pengajian. Seperti ceramah kebanyakan ketika akan pergantian tahun, soal memperbaiki diri, evaluasi diri, muhasabah diri dan sebagainya. Moment yang paling saya ingat ketika kami pulang, beberapa rombongan, termasuk saya, melewati jalan yang tidak melintasi pusat kota jogja, yaitu tugu dan yang satu motor lewat jalan yang melewati pusat kota tugu jogja, sebuah keputusan yang sangat fatal. Kami yang melewati jalan lain, sudah sampai di sebuah warmindo (salah satu warung khas di jogja) untuk kumpul, tapi satu motor ini tidak sampai-sampai. Kami hubungi pun tidak masuk-masuk.

Kami tunggu sampai jam 1 malam, barulah mereka muncul, dari situ kami tau ternyata mereka terjebak di kerumunan orang yang menunggu pergantian tahun di tugu jogja. Kalau yang pernah hidup di jogja, atau sekedar melepas pergantian tahun di jogja, pasti tau kalau tugu adalah satu spot paling rame di jogja. Semua manusia berkumpul disana, menghitung mundur dan melihat letusan kembang api. Sebuah kondisi yang tidak pernah sekalipun saya ikuti. Ada dua alasan, pertama, kalau desember jogja macetnya setara Jakarta, malas keluar. dan kedua, terlalu ramai, saya tidak terbiasa di keramaian sebanyak itu, bukan banyak lagi, sangat sangat sangat banyak.

Apa yang special dari moment tersebut? Itu awal mula saya merasakan diskusi ngobrolin apapun sampai subuh datang, dari jam 10an, pulang dari pengajian, nungguan satu motor yang terjebak, setelah motor itu datang, diskusi masih berlanjut hingga subuh datang. Kondisi yang sangat membekas di kepala saya. Obrolin Tuhan, kebenaran, aktivisme, perlawanan, buku dunia shopie dan banyak lagi. Dan itu awal mula saya tau, bahwa di dunia organisasi pergerakan mahasiswa, budaya diskusi seperti ini ada, dan mengakar. Mungkin biasa saja, tapi itu menjadi memori tersendiri di kepala saya, dimana saya melewati pergantian tahun dengan mendengar komat-komitnya para senior dengan teori-teorinya.

Sebenarnya ada salah satu komentar atau kritik yang pernah saya dan teman-teman diskusikan soal pengajian-pengajian yang dilakukan ketika pergantian tahun, salah satu argumennya adalah “secara tidak langsung, pengajian-pengajian ini juga ikut merayakan pergantian tahun dengan mengadakan pengajian besar-besaran di masjid-masjid atau tempat lainnya. Padahal sering dikatakan bahwa pesta kembang api itu bukan budaya islam”. Memang benar sih, kalaupun kita tidak membakar kembang api, tapi kita ikut bakar-bakar ayam, atau ikut pesta yang lainnya, sama saja kita merayakannya. Tapi counter argumennya lumayan oke juga, ada teman yang berkomentar “itu salah satu antisipasi yang dibuat masjid, misalnya, daripada pesta-pesta mending ikut pengajian aja, muhasabah diri, memperbaiki diri dll”. Ini masuk akal juga. Ya bebaslah seperti apa, pokoknya seenak kalian aja, yang penting kalau ada dosa, pahala, akibat, risiko dan lain sebagainya, ya ditanggung masing-masing. hehehe

Ketika berkendara tadi, saya jadi ingat juga, kalau ada sebuah kalimat yang selalu terlontar ketika malam pergantian tahun, bukan yang “kembang api bukan budaya islam” ya, itu mah silahkan di cari dalilnya sendiri, tapi yang “beli kembang api untuk dibakar, sama aja kayak bakar uang”.

Memang benar sih, kita beli kembang api, setelah itu dibakar, setelah itu kita nontonin dan ya udah begitu aja. Sebuah kalimat yang masuk akal, tapi sebenarnya ada kondisi yang menurut saya berbeda dari orang yang menyalakan dengan yang Cuma nonton aja. Apa itu? sebuah kepuasan tambahan. Saya waktu kecil juga merasa puas dan senang ketika bisa menyalakan dan menontonnya meletus-letus. Kalau Cuma nonton, kita Cuma senangnya satu, kalau kita ikut membeli dan menyalakan,  ada dua kepuasan. saya tidak tau teorinya apa, tapi itu terjadi. Saya mendapat kepuasan dan kesenangan yang lebih ketika menyalakan dan menontonnya.

Walaupun, yang untung, tetap yang Cuma nonton. Kenapa? Ya dia dapat kepuasan melihat kembang api yan sama kayak kita, tapi dia tidak mengeluarkan duit untuk memainkan kembang api. Karena pada hakikatnya kembang api yang indah, yang rutin mewarna langit dunia di akhir tahun itu, ya bagusnya ketika sudah menyala dan meledak diatas, jadi gongnya yang di akhirnya. Semua orang bebas melakukan apapun, mau nonton aja kah, ikut membeli kah, atau melewati dengan hanya nonton youtube dan ketiduran, dan abis itu kebangun karena ribut tengah malam. Itu saya btw.

Saya tulis ini hanya untuk menjadi pengingat saya aja, dan sedikit curhat. Ternyata saya sudah melewati 20  tahun lalu bencana alam besar di aceh, 10 tahun lalu saya menjadi aktipis (aktif tipis-tipis) dan sekarang, cocokologinya adalah semua moment yang membekas kok tepat di tahun yang berakhiran angka 4, 2004, 2014, dan sekarang 2024. Apakah ini sebuah pertanda? Wkwkwk

Kalau 2024, apa moment special? Banyak, tapi moment spesialnya adalah saya mengingat sebuah kejadian yang saya lewati selama ini ketika pergantian tahun, pergantian tahun dan bencana tsunami, pergantian tahun dan diskusi ala-ala aktipis, pergantian tahun dengan tidur saja, dan mengingat semua resolusi yang kandas begitu saja.

Semoga di tahun yang akan datang, saya kamu, kita, mereka dan semuanya menjadi lebih baik lagi, lebih bahagia, lebih membanggakan, lebih semangat, yang belum kaya segera kaya, yang single segera menikah, yang belum punya anak segera punya anak, yang sakit segera sembuh, yang malas ibadah segera rajin ibadah, yang belum kerja segera bekerja, yang belum lulus segera lulus, yang resolusinya belum terjadi semuanya segera terjadi semuanya. Semoga kita bisa melewati tahun depan dengan bahagia. Amin!  

Untuk menutup tulisan ini, saya ingin menyertaikan sebuah puisi, atau lebih tepatnya susunan kata-kata aja, kalau puisi, terlalu lebay. Tulisan ini saya lupa kapan di tulis, tapi menurut catatan, saya menulisnya pertama kali 31 desember 2020, waktu itu dan waktu-waktu sebelum itu, gelora cinta-cintaan puitis saya masih membekas di jari jemari, tapi sekarang semua menghilang begitu saja, entah pergi kemana. Maka saya persembahkan :

 

RESOLUSIKU MASIH SAMA

DENGAN RESOLUSI YANG LALU

MEMILIKIMU NONA!

          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here